Operasi Plastik Kecantikan

▪▫▪▫▪▫▪▫

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum ustad.. Apa hukum bagi wanita yg merubah bentuk wajah(operasi kecantikan). Kan bnyk skrg kita lihat di TV. (‪+62 823-7020-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ..

Ya, itu terlarang …

Mempercantik diri, selama dengan cara yang wajar dan tanpa merubah ciptaan Allah Ta’ala dalam diri kita, tidaklah mengapa. Namun, ketika sudah ada yang ditambah-tambahkan atau dikurang-kurangkan maka itu terlarang, sebab seakan dia tidak mensyukuri nikmat yang ada pada dirinya. Itulah yang oleh hadits disebut ‘Dengan tujuan mempercantik diri mereka merubah ciptaan Allah Ta’ala.’

عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ

“Dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata:

“Allah ﷻ melaknat wanita yang betato dan si tukang tatonya, wanita yang mencukur alisnya, dan mengkikir giginya, dengan tujuan mempercantik diri mereka merubah ciptan Allah ﷻ.”

(HR. Muttafaq ‘Alaih)

Imam Ibnu Jarir Ath Thabari Rahimahullah berkata –sebagaimana dikutip Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah:

لا يجوز للمرأة تغيير شيء من خلقتها التي خلقها الله عليها بزيادة أو نقص التماس الحسن لا للزوج ولا لغيره

Tidak boleh bagi wanita mengubah sesuatu yang telah Allah ﷻ ciptakan pada dirinya baik dengan menambahkan atau mengurangi dalam rangka mencapai kecantikan, hal itu tidak boleh baik untuk menyenangi suaminya atau alasan lainnya.

(Fathul Bari, 10/37)

Pembolehan hanya untuk mengembalikan fungsi, seperti memakai gigi palsu, memakai kaki palsu .. itu bukan mengubah ciptaan Allah.

Dari Urfujah bin As’ad Radhiyallahu ‘Anhu:

أَنَّهُ أُصِيبَ أَنْفُهُ يَوْمَ الْكُلَابِ فِي الْجَاهِلِيَّةِ، فَاتَّخَذَ أَنْفًا مِنْ وَرِقٍ فَأَنْتَنَ عَلَيْهِ فَأَمَرَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَتَّخِذَ أَنْفًا مِنْ ذَهَبٍ

Bahwa hidung beliau terkena senjata pada peristiwa perang Al Kulab di masa jahiliyah. Kemudian beliau tambal dengan perak, namun hidungnya membusuk. Kemudian Nabi ﷺ memerintahkannya untuk menambal hidungnya dari emas.

(HR. An Nasa’i 5161, Abu Daud 4232, Ahmad No. 19006, 20271, Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: hasan. Ta’liq Musnad Ahmad No. 19006. Dishahihkan oleh Imam Ibnu Hibban)

Atau jika merubahnya tidak permanen, maka ini juga boleh.

Imam Al Qurthubi Rahimahullah berkata:

المنهيُّ عنْهُ إنَّما هو فيما يكونُ باقيًا؛ لأنَّه من باب تغْيير خلق الله تعالى، فأمَّا ما لا يكون باقيًا كالكُحْل والتَّزيُّن به للنِّساء، فقد أجاز العُلماء ذلك

Larangan itu jika terjadi perubahan secara permanen, sebab itu masuk dalam bab mengubah ciptaan Allah ﷻ, ada pun jika tidak permanen seperti bercelak yang dengannya biasa wanita berhias, maka para ulama membolehkan hal itu. (Tafsir Al Qurthubi, 5/369)

Demikian. Wallahu a’lam

🌻☘🌿🌸🍃🍄🌷💐

✍ Farid Nu’man Hasan

Kapankah Musik dan Nyanyian Diharamkan?

▪▫▪▫▪▫▪▫

PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum
Ustadz, ana & teman ana bertanya, “seorang muslim itu boleh nggak bernyanyi dan mengambar?” (+62 852-6418-xxxx)

JAWABAN

▪▫▪▫▪▫▪▫

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh …

Nyanyian, selama isinya baik, tidak berlebihan tidak apa-apa..

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah menjelaskan:

فإن الغناء في مواضعه جائز والذي يقصد به فائذة مباحة حلال، وسماعه مباح، وبهذا يكون منفعة شرعية يجوز بيع آلته وشراؤها لانها متقومه.

ومثال الغناء الحلال: 1 – تغني النساء لاطفالهن وتسليتهن.

2 – تغني أصحاب الاعمال وأرباب المهن أثناء العمل للتخفيف عن متاعبهم والتعاون بينهم.

3 – والتغني في الفرح إشهارا له.

4 – والتغني في الاعياد إظهارا للسرور.

5 – والتغني للتنشيط للجهاد.

وهكذا في كل عمل طاعة حتى تنشط النفس وتنهض بحملها.
والغناء ما هو إلا كلام حسنه حسن وقبيحه قبيح، فإذا عرض له ما يخرجه عن دائرة الحلال كأن يهيج الشهوة أو يدعو إلى فسق أو ينبه إلى الشر أو اتخذ ملهاة عن الطاعات، كان غير حلال.

فهو حلال في ذاته وإنما عرض ما يخرجه عن دائرة الحلال.

وعلى هذا تحمل أحاديث النهي عنه.

والدليل على حله: 1 – ما رواه البخاري ومسلم وغيرهما عن عائشة، رضي الله عنها، أن أبا بكر دخل عليها وعندها جاريتان تغنيان وتضربان بالدف، ورسول الله صلى الله عليه وسلم مسجى بثوبه فانتهرهما أبو بكر، فكشف رسول الله صلى الله عليه وسلم وجهه وقال: (دعهما يا أبا بكر فإنها أيام عيد).

2 – ما رواه الامام أحمد والترمذي بإسناد صحيح أن رسول الله صلى الله عليه وسلم خرج في بعض مغازيه فلما انصرف جاءته جارية سوداء فقالت: يا رسول الله إني كنت نذرت إن ردك الله سالما أن أضرب بين يديك بالدف وأتغنى.

قال: (إن كنت نذرت فاضربي).
فجعلت تضرب.

3 – ما صح عن جماعة كثيرين من الصحابة والتابعين أنهم كانوا يسمعون الغناء والضرب على المعازف.
فمن الصحابة: عبد الله بن الزبير، وعبد الله بن جعفر وغيرهما.
ومن التابعين: عمر بن عبد العزيز، وشريح القاضي، وعبد العزيز بن مسلمة، مفتي المدينة وغيرهم.

“Sesungguhnya nyanyian  dalam berbagai temanya adalah boleh.  Dan, nyanyian  yang dengannya dimaksudkan untuk  hal yang  berfadah maka dia mubahlagi halal. Boleh mendengarkannya,  dan dengan ini   mendatangkan manfaat secara syar’i, maka boleh  jual beli alat-alatnya karena hal itu memiliki nilai.

Contoh nyanyian yang dihalalkan:

1.       Nyanyian seorang ibu untuk menghibur anak-anaknya

2.       Nyanyian para pekerja dan budak-budak ketika bekerja untuk meringankan pekerjaan dan saling membantu di antara mereka

3.       Nyanyian   pada saat senang agar nampak rasa senangnya

4.       Nyanyian ketika hari raya untuk menunjukkan kebahagiaan karenanya

5.       Nyanyian untuk menyemangatkan jihad

Demikian juga pada setiap perbuatan ketaatan sehingga bisa menyemangati jiwa dan bangkit mengerjakan ketaatan itu.

Nyanyian tidak lain tidak bukan adalah ucapan; jika baik maka dia baik, jika buruk maka dia buruk. Jika nyanyian diarahkan untuk keluar dari lingkup kehalalan, seperti membangkitkan syahwat, atau ajakan kepada kefasikan, atau menyadarkan kepada keburukan, atau menjadikannya lalai dari ketaatan, maka itu tidak halal.

Maka, dia  halal secara dzat, hanya saja diarahkan untuk keluar dari lingkup kehalalan. Untuk ini, banyak hadits-hadits  bermakna demikian yang melarangnya.

Dalil yang menunjukkan kehalalan nyanyian:

1.       Hadits riwayat Bukhari, Muslim, dan lainnya, dari Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Abu Bakar masuk ke tempatnya, dan di depannya ada dua jariyah (budak gadis remaja) yang sedang bernyanyi dengan menggunakan duf(rebana), saat itu Rasulullah sedang berselimut dengan kainnya. Maka, Abu Bakar menghardik kedua jariyah itu, lalu Rasulullah menyingkap selimut dari wajahnya dan bersabda: “Biarkan mereka berdua wahai Abu Bakar, karena ini hari raya.”

(Ini menunjukkan kebolehannya nyanyian dan rebana, sebab jika keduanya haram, maka pasti Rasulullah menjadi orang pertama yang mencegahnya, dan jika memang haram tidak mungkin  berubah  menjadi halal hanya karena dimainkan di hari raya, sebab perilaku haram seperti zina, judi, khamr adalah tetap haram kapan pun juga, maka seharusnya nyanyian demikian juga. Tapi, ternyata Rasulullah membiarkannya  pada saat hari raya. pen)

2. Hadits riwayat Imam Ahmad dan At Tirmdzi dengan sanad shahih. Bahwa RasulullahShallallahu ‘Alaihi wa Sallam pergi pada sebagian peperangannya. Ketika beliau pulan datanglah seorang jariyah hitam, dan berkata: “Ya Rasulullah, sesungguhnya saya telah bernazar, jika engkau pulang dalam keadaan selamat maka aku akan bernyanyi dan memukul rebana di depanmu.” Maka Beliau bersabda: “Jika engkau sudah bernazar, maka pukul-lah (rebana).” Maka dia pun memukul rebana. (Ini juga menunjukkan kebolehan nyanyian dan rebana di  selain hari raya dan walimah. Sebab kisah ini terjadi saat Nabi pulang perang. Ini juga menunjukkan kebolehan nyanyian –yang baik-baik tentunya- dan rebana, sebab jika keduanya haram dan munkar, pasti Rasulullah akan melarang bernazar dengan yang haram dan munkar. pen)

3. Telah shahih dari  segolongan banyak sahabat dan tabi’in, bahwa mereka mendengarkan nyanyian, dan memukul/memainkan  ma’azif (alat-alat musik). Dari kalangan sahabat adalah Abdullah bin Zubeir, Abdullah bin Ja’far, dan selain keduanya. Dari kalangan tabi’in adalah Umar bin Abdul Aziz, Syuraih Al Qahi, Abdul Aziz bin Maslamah seorang mufti Madinah, dan lainnya.

(Fiqhus Sunnah, 3/56)

Hukum Halal/Haram Musik dalam Islam

Syaikh Abdul Aziz bin Baaz Rahimahullah menjelaskan:

الأناشيد الإسلامية مثل الأشعار؛ إن كانت سليمة فهي سليمة ، و إن كانت فيها منكر فهي منكر … و الحاصل أن البَتَّ فيها مطلقاً ليس بسديد ، بل يُنظر فيها ؛ فالأناشيد السليمة لا بأس بها ، والأناشيد التي فيها منكر أو دعوة إلى منكرٍ منكرةٌ ) [ راجع هذه الفتوى في شريط أسئلة و أجوبة الجامع الكبير ، رقم : 90 / أ [

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz berkata:

“Nasyid-nasyid Islam itu seperti sya’ir-sya’ir. Jika dia benar isinya, maka dia benar. Jika di dalamnya terdapat kemungkaran, maka dia munkar …. wal hasil, memutuskan hukum nasyid secara mutlak (general/menyamaratakan) tidaklah benar, tetapi mesti dilihat dulu. Maka, jika nasyid-nasid tersebut baik, maka tidak apa-apa. Dan nasyid-nasyid yang terdaat kemungkaran atau ajakan kepada kemunkaran, maka dia munkar.”

(Lihat fatwa ini dalam kaset tanya jawab, Al Jami’ Al Kabir, no. 90/side. A)

Kapankah diharamkan?

Menurut mayoritas fuqaha (ahli fiqih/juris) mendengarkan nyanyian adalah HARAM, yakni JIKA:

1.       Jika dibarengi dengan hal yang munkar

2.       Jika ditakuti mengantarkan kepada fitnah seperti terperangkap oleh wanita, atau remaja yang masih sangat muda, atau bangkitnya syahwat yang mengantarkannya pada zina

3.       Jika membuat pendengarnya meninggalkan kewajiban agama seperti shalat, dan   meninggalkan kewajiban dunia yang harus dilakukannya, ada pun jika sampai meninggalkan perbuatan sunah maka itu makruh, seperti meninggalkan shalat malam, doa di waktu sahur, dan semisalnya.

(Ihya ‘Ulumuddin, 2/269. Sunan Al Baihaqi, 5/69, 97.Asna Al Mathalib, 4/44, terbitan Al Maktabah Al Islamiyah. Hasyiah Al Jumal, 5/380, terbitan Dar Ihya At Turats. Hasyiah Ibnu ‘Abidin, 4/384 dan 5/22, Hasyiah Ad Dasuqi, 4/166. Al Mughni, 9/175, Al Manar Ats Tsalitsah. ‘Umdatul Qari, 6/271, terbitan Al Muniriyah)

Benarkah Imam Empat Madzhab Mengharamkan Musik?

Demikian. Wallahu a’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

Hidup Berjamaah Itu Jangan Merasa – Merasa

▪▫▪▫▪▫

📌 Penting jadi orang besar, tapi merasa besar ? Itu binasa ..

📌 Penting jadi orang benar, tapi merasa paling benar ? Itu celaka ..

📌 Penting jadi orang pintar, tapi merasa pintar ? Itu kebodohan ..

📌 Penting jadi orang berkarya, tapi merasa paling berkarya ? Itu terperdaya ..

📌 Penting jadi orang yang punya kontribusi, tapi merasa paling punya kontribusi ? Itu belagu ..

📌 Penting jadi orang baik, tapi merasa paling baik? Hati-hati akhlak Iblis ..

📌 Dan .. penting jadi orang hebat, tapi merasa hebat? Itu tertipu ..

📌 Maka, tinggalkan “merasa-merasa”, kita ini bukan apa-apa tanpa kebersamaan dan persaudaraan

📌 Tinggalkan “merasa-merasa”, sebab itu penghilang nilai amal dan sifat asas bersama ikhwah: tawadhu’

📌 Semua kerja onderdil dalam mobil itu penting, tidak ada yg remeh hatta sebuah mur dan baut ..

📌 Ketika, ada yang sudah “merasa paling-paling” dalam sebuah jamaah, maka tunggulah kehancurannya ..

📌 Kehancuran bagi jamaah? Bukan .. tapi bagi yang merasa-merasa itu ..

Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda:

ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ شُحٌّ مُطَاعٌ وَهَوًى مُتَّبَعٌ وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ

Ada tiga hal yang membinasakan manusia: “Sifat kikir yang dituruti, hawa nafsu yang ditaati, dan ‘ujubnya seseorang terhadap dirinya sendiri.

(HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 731, Al Qudha’i dalam Musnad Asy Syihab No. 325. Syaikh Al Albani mengatakan: hasan. Lihat Shahihul Jami’ No. 3039)

Imam Al Ghazali Rahimahullah berkata:

أشد الناس حماقة أقواهم اعتقاداً في فضل نفسه، وأثبت الناس عقلا أشدهم اتهاماً لنفسه

Manusia yang paling parah kebodohannya adalah yang paling kuat keyakinan atas adanya keutamaan pada dirinya. Manusia yang paling kokoh akalnya adalah yang paling keras menuduh (kekurangan) pada dirinya. (Aqwaal Abu Hamid Al Ghazali)

Wallahu A’lam

🌷☘🌺🌴🍃🌸🌾🌻

✍ Farid Nu’man Hasan

Benarkah Imam Empat Madzhab Mengharamkan Musik?

▪▫▪▫▪▫▪▫

Sebagian ulama mengatakan bahwa Imam yang empat mengharamkan alat-alat musik, baik memainkan, atau mendengarkannya.

Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan:

فَأَمَّا الْمُشْتَمِلُ عَلَى الشَّبَّابَاتِ وَالدُّفُوفِ المصلصلة فَمَذْهَبُ الْأَئِمَّةِ الْأَرْبَعَةِ تَحْرِيمُهُ

Ada pun musik yang mencakup klarinet dan rebana maka madzhab imam yang empat mengharamkannya. (Majmu’ Al Fatawa, 11/535)

Jika dimaksud imam yang empat tentu tidak lain adalah Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Asy Syafi’iy, dan Imam Ahmad bin Hambal. Dan cukup banyak kita dapati dalam beragam kitab fiqih para ulama kita yang memang mengharamkan musik seluruhnya, atau sebagiannya.

Namun, kita dapati dalam keterangan lain yang lebih dari satu sumber. Bahwa tidak benar semua imam ini mengharamkan.

Misal, Imam Abu Hanifah. Dalam madzhab Hanafi pengharaman musik dikenal sangat keras. Tapi, Imam Abu Hanifah sendiri tidak seperti itu.

Beliau tidak menganggap alat-alat musik adalah haram, hal itu bisa terlihat keterangan Imam Al Kasani Al Hanafiy berikut ini:

وَيَجُوزُ بَيْعُ آلَاتِ الْمَلَاهِي مِنْ الْبَرْبَطِ، وَالطَّبْلِ، وَالْمِزْمَارِ، وَالدُّفِّ، وَنَحْوِ ذَلِكَ عِنْدَ أَبِي حَنِيفَةَ

Dibolehkan menjual alat-alat musik seperti Al Barbath, gendang, seruling, rebana, dan lainnya, menurut Imam Abu Hanifah. (Bada’i Ash Shana’i, 5/144)

Para ahli bahasa menjelaskan Al Barbath adalah alat musik orang ‘ajam (non Arab), yang ter-Arabkan. (Abu Manshur Al Harawi Al Azhari, Tahdzibul Lughah, 14/42). Ada juga yang menyebut ‘Uud (kecapi), dan itu adalah bahasa Persia. (Abu Abdillah Al Balkhi Al Khawarizmi, Mafatih Al ‘Ulum, 1/260). Ada juga yang menyebut alat musik menyerupai kecapi, berasal dari Persia yang ter-Arabkan. (Ibnul Atsir, Nihayah fi Gharibil Hadits, 1/112)

Tentunya hanya benda-benda halal yang boleh diperjualbelikan, maka ketika alat-alat musik dibolehkan diperjualbelikan menurut Imam Abu Hanifah, itu mengisyaratkan begitulah pendapat Imam Abu Hanifah tentang musik.

Hal ini dipertegas lagi dalam keterangan dalam Al Mausu’ah berikut ini:

وذهب بعض الفقهاء إلى إباحتها إذا لم يلابسها محرم، فيكون بيعها عند هؤلاء مباحا . والتفصيل في مصطلح (معازف) .ومذهب أبي حنيفة – خلافا لصاحبيه – أنه يصح بيع آلات اللهو كله

Sebagian ahli fiqih berpendapat, bolehnya menjual alat-alat musik bila tidak dicampuri dengan hal-hal yang haram, maka menjual hal tersebut bagi mereka mubah. Rinciannya terdapat dalam pembahasan Al Ma’azif. Imam Abu Hanifah berpendapat –berbeda dengan dua sahabatnya- bahwa sah memperjualbelikan alat-alat musik seluruhnya.

(Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 9/157)

Baca Juga: Hukum Halal/Haram Musik dalam Islam

Hukum Halal/Haram Musik dalam Islam

Kemudian .. Imam Malik Rahimahullah, kita dapati keterangan bahwa Beliau membolehkan mendengarkan nyanyian walau dengan iringan musik. Bahkan ini juga pendapat segolongan sahabat Nabi ﷺ.

Imam Asy Syaukani Rahimahullah mengatakan:

وَحَكَى الرُّويَانِيُّ عَنْ الْقَفَّالِ أَنَّ مَذْهَبَ مَالِكِ بْنِ أَنَسٍ إبَاحَةُ الْغِنَاءِ بِالْمَعَازِفِ. وَحَكَى الْأُسْتَاذُ أَبُو مَنْصُورٍ وَالْفُورَانِيُّ عَنْ مَالِكٍ جَوَازَ الْعُودِ

Ar Ruyani meriwayatkan dari Al Qaffal, bahwa madzhab-nya Imam Malik bin Anas membolehkan bernyanyi dengan menggunakan alat musik (Al Ma’azif).

Al Ustadz Abu Manshur Al Furani menceritakan bahwa Imam Malik membolehkan kecapi (Al ‘Uud).

(Nailul Authar, 8/113)

Syaikh Wahbah Az Zuhailiy Rahimahullah mengatakan:

وأباح مالك والظاهرية وجماعة من الصوفية السماع ولو مع العود واليراع. وهو رأي جماعة من الصحابة (ابن عمر، وعبد الله بن جعفر، وعبد الله بن الزبير، ومعاوية، وعمرو بن العاص وغيرهم) وجماعة من التابعين كسعيد بن المسيب

Imam Malik, golongan zhahiriyah, dan segolongan sufi, membolehkan mendengarkan nyanyian walau pun dengan kecapi dan klarinet. Itu adalah pendapat segolongan sahabat nabi seperti Ibnu Umar, Abdullah bin Ja’far, Abdullah bin Az Zubeir, Mu’awiyah, Amr bin Al ‘Ash, dan selain mereka, dan segolongan tabi’in seperti Sa’id bin Al Musayyib.

(Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, 4/2665)

Khadimus Sunnah, Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah menceritakan bahwa banyak para sahabat nabi dan tabi’in pernah mendengarkan nyanyian dan memainkan musik.

Berikut ini keterangannya:

ما صح عن جماعة كثيرين من الصحابة والتابعين أنهم كانوا يسمعون الغناء والضرب على المعازف. فمن الصحابة: عبد الله بن الزبير، وعبد الله بن جعفر وغيرهما. ومن التابعين: عمر بن عبد العزيز، وشريح القاضي، وعبد العزيز بن مسلمة، مفتي المدينة وغيرهم

Telah shahih dari segolongan banyak dari sahabat nabi dan tabi’in, bahwa mereka mendengarkan nyanyian dan memainkan musik. Di antara sahabat contohnya Abdulah bin Az Zubeir, Abdullah bin Ja’far, dan selain mereka berdua. Dari generasi tabi’in contohnya: Umar bin Abdul ‘Aziz, Syuraih Al Qadhi, Abdul ‘Aziz bin Maslamah mufti Madinah, dan selain mereka.

(Fiqhus Sunnah, 3/57-58)

Imam Al Fakihani Rahimahullah mengatakan –sebagaimana dikutip oleh Imam Asy Syaukani:

لَمْ أَعْلَمْ فِي كِتَابِ اللَّهِ وَلَا فِي السُّنَّةِ حَدِيثًا صَحِيحًا صَرِيحًا فِي تَحْرِيمِ الْمَلَاهِي

Tidak aku ketahui dalam Kitabullah dan Sunnah, tentang hadits yang shahih dan lugas tentang pengharaman musik. (Nailul Authar, 8/117)

Hal serupa dikatakan oleh Imam Ibnul ‘Arabiy Al Maliki Rahimahullah, bahwa menurutnya  tak ada di dalam Al Quran dan As Sunnah tentang pengharaman lagu dan musik. (Ahkamul Quran, 3/1053)

Demikian …

Baca juga: Kapankah Musik dan Nyanyian Diharamkan?

Kapankah Musik dan Nyanyian Diharamkan?

Keterangan-keterangan ini seharusnya membuat kita lapang dada. Janganlah memusuhi saudara sesama muslim yang berbeda pendapat, apalagi sampai menggelari dengan perkataan buruk, seakan sudah berbeda agama.

Sikap keras dalam mengingkari perselisihan seperti ini dan masalah fiqih lainnya, hanyalah menunjukkan betapa jauh orang itu dari derajat FAQIH terhadap agama, sebagaimana yang dikatakan Imam As Subkiy.

Imam As Subkiy Rahimahullah menasehati dengan tajam:

فَإِن الْمَرْء إِذا لم يعرف علم الْخلاف والمأخذ لَا يكون فَقِيها إِلَى أَن يلج الْجمل فِي سم الْخياط

Sesungguhnya, seseorang jika tidak mengetahui ilmu yang diperselisihkan para ulama dan sumber pengambilannya, maka dia tidak akan pernah menjadi seorang ahli fiqih sampai unta masuk lubang jarum sekali pun.

(Thabaqat Asy Syafi’iyah Al Kubra, 1/319)

Hanya saja, hari ini banyak manusia yang berlidah tajam menyerang sana sini dalam masalah yang seharusnya lapang dada. Lucunya mereka ini bukan ahli ilmu, melainkan para thalib yang baru kembali kepada Islam setelah lama jahiliyah. Mirip orang yang baru ikut karate, baru ikut latihan sekali dua kali, tapi siapa pun diajak berkelahi, gayanya seperti sudah ban hitam. Laa hawla walaa quwwata Illa Billah ..

Wallahu a’lam Walillahil ‘Izzah

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

scroll to top