Solusi Islam Terhadap Marah

💥💦💥💦💥💦💥💦

Pernah marah? Barangkali ini pertanyaan yang konyol, sebab siapa sih yang tidak pernah marah? Walau tidak semua marah itu jelek, tapi umumnya marah itu memang mengarah pada keburukan.

Maka wajar jika di antara wasiat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada sahabatnya adalah jangan marah.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْصِنِي قَالَ لَا تَغْضَبْ فَرَدَّدَ مِرَارًا قَالَ لَا تَغْضَبْ

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bahwasanya ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Berilah aku wasiat.” Beliau bersabda: “Jangan marah.” Beliau mengulangi berkali-kali: “Jangan marah.” (HR. Bukhari No. 6116)

Nah, berikut ini solusi Islam untuk meredam amarah (Syaikh ‘Athiyah Salim menyebut solusi ini bersifat tadaarruj/bertahap):

1⃣ Dzikrullah (Mengingat Allah Ta’ala)

Ketika emosi kita sedang meluap memang agak sulit berdzikir, oleh karenanya harus dipaksakan dan bermujahadah (kerja keras) untuk melakukannya. Sebab inilah cara awal yang mujarab untuk mengembalikan kondisi normal bagi hati kaum beriman.

Allah Ta’ala berfirman:

الَّذِينَ آَمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Ar Ra’du (13): 28)

Dzikir yang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ajarkan ketika sedang marah adalah membaca isti’adzah (dzikir perlindungan), karena marah juga merupakan godaan syetan kepada manusia, dan kita berlindung kepada Allah Ta’ala dari semua bentuk gangguannya.

Sulaiman bin Shurad Radhiallahu ‘Anhu berkata:

اسْتَبَّ رَجُلَانِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ عِنْدَهُ جُلُوسٌ وَأَحَدُهُمَا يَسُبُّ صَاحِبَهُ مُغْضَبًا قَدْ احْمَرَّ وَجْهُهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي لَأَعْلَمُ كَلِمَةً لَوْ قَالَهَا لَذَهَبَ عَنْهُ مَا يَجِدُ لَوْ قَالَ أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ فَقَالُوا لِلرَّجُلِ أَلَا تَسْمَعُ مَا يَقُولُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنِّي لَسْتُ بِمَجْنُونٍ

Dua orang laki-laki saling memaki di hadapan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, sedangkan kami sedang duduk-duduk di sisinya. Salah satu orang tersebut memaki sahabatnya dengan marahnya, dan wajahnya memerah. Lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Saya akan ajarkan sebuah perkataan yang jika diucapkan akan menghilangkan apa yang sedang terjadi (amarah), seandainya dia mengucapkan: a’udzubillahi minasy syaithanirrajim (aku berlindung kepada Allah dari gangguan syetan yang terkutuk) .”

Mereka berkata kepada laki-laki itu: “Apakah kamu dengar apa yang dikatakan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam?” Laki-laki itu menjawab: “Iya, saya bukan orang gila!” (HR. Bukhari No. 6115, dan Muslim, dalam lafaz Muslim No. (109) (2610): hal taraa biy min majnuun ? (Apakah kau melihatku sebagai orang gila?), dalam lafaz lain dalam riwayat Muslim No. (110) (2610): A majnuunan taraaniy? (apakah kau melihatku sebagai orang gila?)

2⃣ Berwudhu

Ini merupakan tahapan selanjutnya, berdasarkan hadits nabi:

إِنَّ الْغَضَبَ مِنَ الشَّيْطَانِ ، وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنَ النَّارِ ، وَالْمَاءُ يُطْفِئُ النَّارَ ، فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ

Sesungguhnya marah itu dari syetan, dan syetan tercipta dari api, dan air mampu memadamkan api, maka jika salah seoranhg kalian marah hendaknya dia berwudhu. (HR. Bukhari dalam At Tarikh Al Kabir, 7/8, Ahmad No. 17985, Abu Daud No. 4784, Ibni Abi ‘Ashim dalam Al Aahad wal Matsani No. 1267, 1431, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 8291)

Namun para ulama mendhaifkan hadits ini, seperti Syaikh Syu’aib Al Arnauth (Tahqiq Musnad Ahmad No. 17985), juga Syaikh Al Albani (Dhaiful Jami’ No. 1510, As Silsilah Adh Dhaifah No. 582, dan beberapa kitabnya yang lain)

Walau pun hadits ini dhaif, tidaklah menganulir bahwa marah itu berasal dari sy

etan. Sebab hal itu telah diisyaratkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits lain yang shahih yang diriwayatkan oleh Syaikhan (Bukhari-Muslim) dari Sulaiman bin Shurad (lihat solusi no 1). Yakni ketika nabi mengajarkan: a’udzubillahi minasy syaithaanirrajim, bagi orang yang marah menunjukkan bahwa marah adalah berasal dari syetan. Oleh karena itu, Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr Hafizhahullah menyebutkan bahwa secara makna hadits ini adalah shahih. (Syarh Sunan Abi Daud, 27/395. Syamilah)

Syaikh ‘Athiyah Salim Rahimahullah menyebutkan:

والحكمة أنه إذا توضأ حبس الغضب في أطرافه، فلم يجد له منفذاً فيهدأ، فإن لم يذهب فليغتسل

Hikmahnya adalah jika seseorang berwudhu maka itu akan mencegah kemarahan yang ada pada anggota badannya, dia tidak ada jalan untuk marah lalu menjadi reda, jika belum hilang juga, maka hendaknya dia mandi. (Syarhul Arbain An Nawiyah, 40/16)

“Mandi” merupakan ijtihad dari Syaikh ‘Athiyah Salim. Bisa jadi karena fungsi air untuk mematikan api, dan mandi biasanya menggunakan air lebih banyak dibanding wudhu. Sehingga kemungkinan mematikan kobaran api juga lebih besar. Wallahu A’lam

Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr menjelaskan pula:

معناه: أن هذا من الوسائل التي يكون بها تخفيف الغضب؛ لأن الغضب من الشيطان، والشيطان خلق من نار، والنار يطفئها الماء، فكون الإنسان يتوضأ فإنه يخفف من وطأة الغضب عليه

Maknanya: ini adalah di antara sarana yang dengannya bisa meringankan marah, karena marah itu berasal dari syetan, dan syetan tercipta dari api, dan api dipadamkannya dengan air, maka kondisi manusia yang berwudhu akan meringankan tekanan amarah yang ada padanya. (Syarh Sunan Abi Daud, 27/395)

Wallahu A’lam

3⃣ Jika marah sambil berdiri maka duduklah, jika masih marah, berbaringlah

Ini adalah tahapan selanjutnya atau cara lain untuk meredam amarah. Hal ini diajarkan langsung oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Dari Abu Dzar Al Ghifari Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

قَالَ لَنَا إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ وَإِلَّا فَلْيَضْطَجِعْ

Berkata (Rasulullah) kepada kami: jika salah seorang kalian marah dan dia sedang berdiri maka duduklah, itu jika mampu menghilangkan marahnya, jika tidak maka hendaknya berbaring. (HR. Abu Daud No. 4782, Ahmad No. 21348, Ibnu Hibban No. 5688)

Berkata Syaikh Syu’aib Al Arnauth: “Para rijal(perawi)-nya adalah terpercaya dan termasuk perawi shahih, tetapi ada perselisihan tentang Daud bin Abi Hindi yang terdapat pada sanadnya.” (Tahqiq Musnad Ahmad No. 21348).

Yang benar adalah Daud bin Abi Hindi seorang tsiqah, dan Imam Bukhari telah meriwayatkan darinya secara mu’allaq, juga Imam Muslim dan para penyusun kitab Sunan (Ash Habus Sunan). (Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr, Syarh Sunann Abi Daud, 27/393)

Syaikh Al Albani menshahihkannya. (Shahihul Jami’ No. 694)
Ini merupakan solusi yang mengagumkan dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Anda lihat betapa tidak lazimnya manusia marah-marah sambil posisi duduk apalagi berbaring. Oleh karenanya, dua posisi ini adalah posisi yang paling mungkin kita ambil, untuk mengurangi gerakan tangan dan juga kegusaran hati, serta semakin memendekkan jangkauan tangan dan kaki untuk berbuat kasar. Berbeda dengan berdiri, yang merupakan posisi termudah untuk mengajar, memukul, dan sebagainya. Duduk adalah posisi yang sulit untuk itu, apalagi berbaring.

Wallahu A’lam

📓📕📗📘📙📔📒

✏ Farid Nu’man Hasan

Tak Sanggup Menjalankan Nadzar

💥💦💥💦💥💦

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum, izin bertanya. Bgmn cara membayar nazar jika orang tersebut tdk sanggup lagi utk melaksanakannya? Waktu itu saya sdh simpan ttg cara membayar nazar jika tdk bs dilaksanakan tp catatannya hilang kak. Trmksh

📬 JAWABAN

🌿🌿🌿🌿

Wa ‘alaikumussalam wa Rahmatullah …, Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu qas Salamu ‘ala Rasulillah wa ba’d:

lagsung aja ya..

Nadzar BOLEH dibatalkan, karena hal-hal ini:

📌 Nadzar maksiat
📌 Belum jelas mau apa nadzarnya
📌 Sulit dan tidak mampu

Hal ini sebagaimana hadits berikut, dari Ibnu Abbas secara marfu’:

مَنْ نَذَرَ نَذْرًا لَمْ يُسَمِّهِ، فَكَفَّارَتُهُ كَفَّارَةُ يَمِينٍ، وَمَنْ نَذَرَ نَذْرًا فِي مَعْصِيَةٍ، فَكَفَّارَتُهُ كَفَّارَةُ يَمِينٍ، وَمَنْ نَذَرَ نَذْرًا لَا يُطِيقُهُ فَكَفَّارَتُهُ كَفَّارَةُ يَمِينٍ، وَمَنْ نَذَرَ نَذْرًا أَطَاقَهُ فَلْيَفِ بِهِ

📌Barang siapa yang bernadzar dan dia belum tentukan, maka kafaratnya sama dengan kafarat sumpah.

📌Barang siapa yang bernadzar dalam hal maksiat, maka kafaratnya sama dengan kafarat sumpah,

📌dan barang siapa yang nadzar dengan hal yang dia tidak sanggup maka kafaratnya sama dengan kafarat sumpah,

📌dan siapa yang nadzarnya dengan sesuatu yang dia mampu, maka hendaknya dia penuhi nadzarnya.

(HR. Abu Daud No. 3322. Hadits ini didhaifkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 3322. Sementara Imam Ibnu Hajar mengatakan dalam Bulughul Maram: “Isnadnya shahih, hanya saja para huffazh lebih menguatkan bahwa ini hanyalah mauquf.” Mauquf maksudnya terhenti sebagai ucapan sahabat nabi saja, yakni Ibnu Abbas, bukan marfu’ /ucapan nabi. )

Jadi, boleh dibatalkan lalu bayar kafaratnya seperti kafarat sumpah.

📌 Bagaimana kafarat sumpah?

🍄 Dengan memberikan makan kepada 10 fakir miskin masing-masing sebanyak satu mud gandum (atau disesuaikan dengan makanan dan takaran masing-masing negeri), atau mengundang mereka semua dalam jamuan makan malam atau siang sampai mereka puas dan kenyang, dengan makanan yang biasa kita makan

🍄 Atau memberikan pakaian, yaitu pakaian yang sah untuk shalat, jika fakir miskin itu wanita, maka mesti dengan kerudungnya juga.

🍄 Atau memerdekakan seorang budak

🍄 Jika semua tidak sanggup, maka shaum selama tiga hari, boleh berturut-turut atau tidak.

Ketetapan ini sesuai firman Allah Taala sebagai berikut:

“Maka kafarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi Makan sepuluh orang miskin, Yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, Maka kafaratnya puasa selama tiga hari. yang demikian itu adalah kafarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).” (Al Maidah: 89)

Demikian. Wallahu a’lam

🍃🌴🌻☘🌺🌾🌷🌸

✏ Farid Nu’man Hasan

Penghasilan Asisten Yang Atasannya Kerja di Bank Konvensional

💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum… Ustadz maaf mau nanya nih, misalkan kita kerja sebagai baby sister sementara si bos kerjanya sebagai pegawai di bank, jd apa hukumnya gaji kita ya ustadz?
terus kebutuhan kita dia yg nanggung jd kita termasuk makan dr uang yg haramnya tdk? (08565645xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah .. Bismillah wal Hamdulillah …

Dalam hal ini ada bbrp sikap, ada sikap yg mutawarri’ah (ekstra hati-hati), dengan menolaknya ..

Ada pula yg tidak mempermasalahkan, sebab pekerjaan kita adalah pekerjaan halal, ada sumber haram penghasilan sang majikan, dosanya adalah bagi majikan itu sendiri .. berdasarkan dalil-dalil berikut:

1. Nabi Shallallahu’Alaihi wa Sallam juga bermuamalah dgn Yahudi, yg penghasilan mereka juga berasal dari yg haram, atau bercampur dgn yg haram, seperti khamr, judi, dan menjual babi ..

Dari ‘Aisyah Radhiallaahu ’Anha, bahwasanya dia berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ –صلى الله عليه وسلم– اشْتَرَى طَعَامًا مِنْ يَهُودِيٍّ إِلَى أَجَلٍ فَرَهَنَهُ دِرْعَهُ

“Nabi Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam membeli makanan dari seorang Yahudi dengan tidak tunai (hutang), kemudian beliau menggadaikan baju besinya”. (HR. Al Bukhari no. 2200)

2. Dzar bin Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhuma bercerita:

جاء إليه رجل فقال : إن لي جارا يأكل الربا ، وإنه لا يزال يدعوني ، فقال : مهنأه لك ، وإثمه عليه

Ada seseorang yang mendatangi Ibnu Mas’ud lalu dia berkata:

“Aku punya tetangga yang suka makan riba, dan dia sering mengundangku untuk makan.”

Ibnu Mas’ud menjawab; Untukmu bagian enaknya, dan dosanya buat dia. (Imam Abdurrazzaq, Al Mushannaf, no. 14675)

Salman Al Farisi Radhiyallahu ‘Anhu berkata:

إذا كان لك صديق عامل، أو جار عامل أو ذو قرابة عامل، فأهدى لك هدية، أو دعاك إلى طعام، فاقبله، فإن مهنأه لك، وإثمه عليه.

“Jika sahabatmu, tetanggamu, atau kerabatmu yang pekerjaannya haram, lalu dia memberi hadiah kepadamu atau mengajakmu makan, terimalah! Sesungguhnya, kamu dapat enaknya, dan dia dapat dosanya.” (Ibid, No. 14677)

Demikian. Wallahu a’lam

🌷🌴🌱🌸🍃🌵🌾🍄

✍ Farid Nu’man Hasan

Hukum Mengkopi Video Dari CD Aslinya

💦💥💦💥💦💥

📨 PERTANYAAN:

Salam… Mau nanya… Ad seseorang yg menjual flashdisk dan flashdisknya diisi dgn video2 anak islami… Nah di salah satu video ad tulisan dilarang mengcopy/memperbanyak tanpa seijin pihak yg memproduksi.. Yg jd pertanyaan
1.bagaimana hukumnya jual beli brg spt itu
2.apakah itu sm dgn mencuri
3.apakah ini termasuk salah satu kegiatan yg tdk mendukung / memajukan perekonomian umat (dgn cara mengcopy/memperbanyak). Trmksh.. Wassalam..

Abah zuddin banjarmasin

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘Ala Rasulillah wab Ba’d:

Mengcopy buku, video, dan produk-produk lain, tidak lepas dari dua keadaan yaitu:

1⃣ Digunakan untuk diri sendiri, tidak dijualbelikan. Seperti mahasiswa yang mengcopy satu bab atau bahkan satu buku untuk dipakai keperluan pribadi kuliahnya, apalagi jika buku tersebut sulit di dapatkan. Atau sebuah video, di copy ke kaset kosong, atau CD, flashdisk, baik sebagian atau keseluruhannya, hanya untuk kepentingan pribadi dan tidak ada niat mengambil untung.

2⃣ Digunakan untuk diperjual belikan sehingga si pelaku mendapatkan untung, inilah pembajakan. Maka, jelas ada pihak yang dirugikan yaitu perusahaan yang memproduk secara original. Manusia membeli dari yang copy-an, yang asli menjadi tidak laku. Inilah yang nampak dari pertanyaan di atas.

Dua keadaan ini dihukumi berbeda oleh para ulama, ada ulama yang melarang secara mutlak apa pun tujuannya, baik untuk pribadi saja, atau tujuan diperjualbelikan, kecuali sudah ada izin dari perusahaan yang menerbitkannya.

Berikut ini fatwa Al Lajnah Daimah (Semacam lembaga fatwa) di Kerajaan Saudi Arabia:

س: أعمل في مجال الحاسب الآلي، ومنذ أن بدأت العمل في هذا المجال أقوم بنسخ البرامج للعمل عليها، ويتم ذلك دون أن أشتري النسخ الأصلية لهذه البرامج، علما بأنه توجد على هذه البرامج عبارات تحذيرية من النسخ، مؤداها: أن حقوق النسخ محفوظة، تشبه عبارة (حقوق الطبع محفوظة) الموجودة على بعض الكتب، وقد يكون صاحب البرنامج مسلما أو كافرا. وسؤالي هو: هل يجوز النسخ بهذه الطريقة أم لا؟
ج: لا يجوز نسخ البرامج التي يمنع أصحابها نسخها إلا بإذنهم؛ لقوله صلى الله عليه وسلم: « المسلمون على شروطهم » ، ولقوله صلى الله عليه وسلم: « لا يحل مال امرئ مسلم إلا بطيبة من نفسه » ، وقوله صلى الله عليه وسلم: « من سبق إلى مباح فهو أحق به » سواء كان صاحب هذه البرامج مسلما أو كافرا غير حربي؛ لأن حق الكافر غير الحربي محترم كحق المسلم.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.

Saya bekerja di bidang komputer. Sejak saya mulai bekerja di bidang ini, saya biasa mengkopi untuk bisa dijalankan. Hal itu saya lakukan tanpa membeli CD program yang asli. Perlu diketahui, pada CD tersebut ada peringatan yang menyebutkan: “Hak cipta dilindungi”, serupa dengan “All rights reserved (semua hak cipta dilindungi)”, yang biasa ada pada buku-buku. Pemilik program ini bisa seorang muslim dan bisa juga seorang kafir. Pertanyaan saya, apakah boleh mengkopi dengan cara seperti ini atau tidak?

Jawaban:

Tidak boleh mengkopi program yang pemegang hak ciptanya melarang, kecuali dengan seizin mereka. Hal itu didasarkan pada sabda Nabi ﷺ :

الْمُسْلِمُوْنَ عَلَى شُرُوْطِهِم

“Kaum Muslimin terikat pada persyaratan di antara mereka.” (HR. Bukhari)

Sabda beliau yang lain:

لاَيَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ إِلاَّ بِطِيْبَةٍ مِنْ نَفْسِهِ

“Tidak dihalalkan harta seseorang kecuali yang didapatkan dengan kerelaaannya.” (HR. Bukhari)

Juga sabda beliau:

مَنْ سَبَقَ إِلَى مُبَاحٍ فَهُوَ أَحَقُّ بِهِ

“Barang siapa yang lebih dulu mendapatkan suatu hal yang mubah, maka dialah yang paling berhak terhadap hal itu.” (HR. Bukhari)

Sama saja apakah pemegang hak cipta program itu seorang muslim maupun kafir yang “bukan harbi” (kafir harbi adalah kafir yang boleh diperangi, pen), karena hak orang kafir yang bukan harbi harus juga dihormati, sebagaimana halnya dengan hak seorang muslim.

Wabillahit taufiiq. Semoga Allah ﷻ senantiasa melimpahkan kesejahteraan dan keselamatan kepada Nabi Muhammad ﷺ , keluarga dan para Shahabatnya -semoga Allah meridhai mereka semua. (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts wal Ifta,fatwa No. 18453)

Fatwa di atas ditanda tangani oleh ketuanya saat itu, yakni Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, dan para anggota seperti Syaikh Bakr Abu Zaid, Syaikh Shalih Al Fauzan, Syaikh Abdul ‘Aziz Alu Asy Syaikh.

Pendapat kedua mengatakan bahwa, jika pengkopian itu untuk pribadi, dan tidak mencari keuntungan, maka tidak apa-apa alias boleh. Sedangkan yang jenis kedua, yakni pengkopian untuk mencari keuntungan dengan diperjualbelikan maka ini jelas terlarang. Dan, kegiatan ini sama dengan pencurian karena mengambil karya orang tanpa izin dan dimanfaatkan untuk mencari untung, serta ini merupakan kezaliman kepada orang lain, dan ini juga mematikan ekonomi umat, sehingga umat menjadi malas berkarya sebab karya-karya mereka tidak laku lantaran dibajak dan lalu bajakan itu dijual murah. Sehingga produsen muslim pun dapat bangkrut karenanya.

Berikut ini fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah:

السؤال
فضيلة الشيخ! هل يجوز نسخ برامج الحاسب الآلي مع أن الشركات تمنع ذلك والنظام؟ وهل يعتبر ذلك احتكاراً وهي تباع بأسعار غالية، وإذا نسخت تباع بأسعار رخيصة؟
الجواب
القرآن؟ السائل: برامج الحاسب الآلي عموماً.
الشيخ: القرآن؟ السائل: القرآن وغير القرآن والحديث وبرامج أخرى كثيرة.
الشيخ: يعني: ما سجل فيه؟ السائل: ما سجل في الأقراص.
الشيخ: أما إذا كانت الدولة مانعة فهذا لا يجوز؛ لأن الله أمر بطاعة ولاة الأمور إلا في معصية الله، والامتناع من تسجيلها ليس من معصية الله.
وأما من جهة الشركات فالذي أرى أن الإنسان إذا نسخها لنفسه فقط فلا بأس، وأما إذا نسخها للتجارة فهذا لا يجوز؛ لأن فيه ضرراً على الآخرين، يشبه البيع على بيع المسلم؛ لأنهم إذا صاروا يبيعونه بمائة ونسخته أنت وبعته بخمسين هذا بيع على بيع أخيك.
السائل: وهل يجوز أن أشتريها بخمسين من أصحاب المحلات وهو منسوخ.
الشيخ: لا يجوز إلا إذا قدم لك أنه مأذون له، وأما إذا لم يقدم فهذا تشجيع على الإثم والعدوان.
السائل: إذا لم يؤذن له هو؟ جزاك الله خيراً.
الشيخ: وإذا كنت أيضاً لا تدري، أحياناً الإنسان لا يدري يقف على هذا المعرض ويشتري وهو لا يدري، هذا لا بأس به، الذي لا يدري ليس عليه شيء.

Penanya : Apakah boleh mengkopi program komputer padahal perusahaan dan sistem yang ada tidak memperbolehkannya ? Apakah hal itu termasuk monopoli ? Mereka menjualnya dengan harga yang mahal, tapi jika dikopi maka harganya jadi lebih murah ?

Syaikh : Itu program Al Quran ?

Penanya : Program komputer secara umum.

Syaikh : Apakah itu program Al Quran ?

Penanya : Program Al Quran, hadits, dan banyak program lainnya.

Syaikh : Yang dikopi isinya ?

Penanya : Ya, apa-apa yang ada dalam CD-nya.

Syaikh : Apabila negara melarangnya, maka tidak boleh mengkopinya, karena Allah telah memerintahkan kita untuk mentaati pemimpin, kecuali dalam hal maksiat kepada Allah. Dan pelarangan pengkopian ini bukan termasuk perbuatan maksiat kepada Allah.

Adapun dari sisi perusahaan, maka aku berpendapat bahwa jika seseorang mengkopi hanya untuk dirinya sendiri, maka itu tidak mengapa. Namun jika dia mengkopinya untuk dijualbelikan, maka itu tidak boleh, karena itu akan merugikan pihak lain. Perbuatan itu mirip dengan penjualan terhadap barang dagangan seorang muslim. Karena, jika mereka menjual dengan harga seratus, lalu kamu mengkopinya dan menjualnya dengan harga limapuluh, maka ini namanya menjual terhadap penjualan saudaramu.

Tanya : Dan apakah diperbolehkan saya membelinya kopian dengan harga limapuluh dari pemilik toko ?

Syaikh : Tidak boleh, kecuali jika kamu tahu bahwa si penjual sudah ada izin. Namun jika dia tidak punya bukti izin tersebut, maka ini termasuk ajakan untuk berbuat dosa dan permusuhan.

Penanya : Apabila dia tidak mempunyai ijin – Jazakallahu khairan ?

Syaikh : Seandainya engkau tidak mengetahuinya (ada izin atau tidak), kadang seseorang memang tidak tahu, dan dia lewat di sebuah toko, lalu dia membeli sedangkan dia tidak tahu, maka tidak apa-apa atas dirinya. Dan, orang yang tidak tahu tidak ada dosa baginya”. (Liqa Al Bab Al Maftuh No. 178)

Demikian. Wallahu A’lam

🍃🌻🌺☘🌾🌷🌸🌴

✏ Farid Nu’man Hasan

scroll to top