Kami Da’i Bukan Hakim

💥💥💥💥💥

Syaikh Sayyid Quthb Rahimahullah berkata:

“Kami menyeru dan bukan menghakimi. Kami adalah penyeru-penyeru kepada petunjuk dan sama sekali bukan orang-orang yang menghakimi mereka yang tidak tahu bahwa Allah akan mengunci-mati kehidupan mereka, baik di dunia ini mau pun di akhirat kelak. Oleh sebab itu, orang-orang yang terjun dalam perjuangan kebajikan dan kebaikan, tidak bisa tidak, harus menghindar diri untuk bergabung dalam tindakan buruk yang dilakukan orang lain.”

Da’i-Da’i muslim selamanya menatap kekalahan dari ketinggian, sepanjang dia masih sebagai seorang mukmin. Selamanya dia yakin, bahwa kekalahan hanyalah satu babak sejarah yang pasti berakhir, dan keimanan adalah suatu kepastian yang tidak bisa dipungkiri kebenarannya. Peranannya harus dimainkan dan ia tidak layak menundukkan kepala. Setiap orang akan mati, dan kalau dia Syahid, dia akan segera meninggalkan dunia menuju surga, sedangkan orang-orang yang menindasnya akan ke neraka. Renungkanlah! …

“Janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri.
Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam; dan Jahannam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya.
Akan tetapi orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya, bagi mereka surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, sedang mereka kekal di dalamnya sebagai tempat tinggal (anugerah) dari sisi Allah. Dan apa yang di sisi Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang berbakti.”

(QS. Ali ‘Imran: 196-198)

💦💦💦💦💦

📖 Limadz Ightiyala Al Imam Asy Syahid Hasan Al Banna, Syaikh Abdul Muta’al Al Jabari, Darul I’tisham, Kairo. 1978M

✏ Farid Nu’man Hasan

Kun-yah Pakai Nama Anak Perempuan?

💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamu Alaikum, pa Ustadz mau bertanya tentang cara berkunyah bila memiliki anak perempuan,baiknya seperti apa…. (Abu Dzikri)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ..

Menggunakan kun-yah, boleh dengan nama anak laki-laki, dan ini umumnya.

Boleh dengan anak perempuan, dan sebagian sahabat nabi melakukannya, seperti Tamim bin Aus Ad Daariy, dia Abu Ruqayyah. Atau As’ad bin Zurarah dia Abu Umamah. Tidak masalah.

Bahkan boleh dengan bukan nama anak2nya, seperti Imam An Nawawi yg nama Aslinya Yahya bin Syaraf. Dia berkun-yah, Abu Zakariya, padahal sampai dia wafat belum pernah nikah dan belum punya anak tentunya.

‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, dikun-yahkan dgn Ummu Abdillah, padahal dia tidak punya anak.

Jadi ini amrun waasi’ (masalah yang lapang dan lentur) …

Syaikh Abdullah Al Faqih mengatakan:

فلا مانع أن يكنى الرجل أو المرأة بأحد أبنائها من الذكور أو الإناث، سواء كانj الأكبر أو الأصغر أو يكنى بغير أبنائه

Tidak terlarang bagi seorang laki-laki atau wanita berkun-yah dengan nama anak-anaknya baik yang laki atau perempuan. Sama saja apakan dengan anak yang besar atau kecil (adiknya), atau dengan nama selain anak-anak mereka.

(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 78796)

Demikian. Wallahu a’lam

🌷🌴🌱🌹🌾🌸🍃🌵

✍ Farid Nu’man Hasan

Hukum Menoleh Dalam Shalat

💥💦💥💦💥💦

Menoleh Jika Ada Kebutuhan adalah Boleh, menurut Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah.

Dalilnya:

Sahl bin Hanzhalah Radhiallahu ‘Anhu, berkata:

فجعل رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم يصلي وهو يلتفت إلى الشِّعب

“Maka Rasulullah menoleh dalam shalatnya ke arah celah bukit.”

(HR. Abu Daud 2501, Al Baihaqi dalam Al Sunan Al Kubra, No.  2083, dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 2051. Al Hazimi mengatakan: hasan. Lihat Tahqiq Musnad Ahmad, 4/289)

Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يلتفت في صلاته يمينا وشمالا ولا يلوي عنقه خلف ظهره

“Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menoleh dalam shalatnya ke kanan dan kiri dan tidak sampai memutarkan lehernya kebelakang.”

(HR. An Nasa’i No. 1201, Ahmad No. 2485, Abu Ya’la No. 2592, Ibnu Hibban No. 2288, At Tirmidzi No. 587, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 2084, Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 864, katanya shahih sesuai syarat Bukhari, dan disepakati oleh Adz Dzahabi. Ibnu Khuzaimah No. 484, Al Baghawi No. 737, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam berbagai kitabnya, Shahihwa Dhaif Sunan An Nasai No. 1201, Tahqiq Misykah Al Mashabih No. 998, dll)

Tetapi jika tidak ada keperluan, maka itu MAKRUH.

Dari Al Harts Al Asyari, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

فإذا صليتم فلا تلتفتوا فإن العبد إذا لم يلتفت استقبله جل وعلا بوجهه

“Jika kalian shalat janganlah menoleh, sesungguhnya Allah Jalla wa ‘Ala akan memandang hambaNya selama dia tidak menoleh.

(HR. Ahmad No. 17170, Ibnu Hibban No. 6233, At Tirmidzi No. 2863, 2864, katanya: hasan shahih. Ath Thabarani dalam Al Kabir No. 3427, 3428, Ibnul Atsir dalam Asadul Ghabah, 1/383, Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya No. 1895, Abu Yala No. 1571, Ibnu Mandah dalam Al Iman No. 212, Al Hakim dalam Al Mustadrak, 1/118, 421, juga 11/17, katanya: shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim, dan Adz Dzahabi menyepakatinya. Syaikh Syuaib Al Arnauth mengatakan: shahih. Lihat Tahqiq Musnad Ahmad No. 17170. juga dishahihkan oleh Syaikh Al Albani, Lihat Shahihul Jami No. 1724 )

Dari Aisyah Radhiallahu ‘Anha, katanya:

سألت رسول اللّه صلى الله عليه وسلم عن التفات الرجل في الصلاة، فقال: “إنما هو اختلاسٌ يختلسه الشيطان من صلاة العبد”

“Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang seseorang yang menoleh dalam shalat, beliau menjawab: Itu adalah sambaran kilat dari syetan terhadap shalat seorang hamba. (HR. Bukhari No. 751,3291, Abu Daud No. 910, An Nasai dalam Al Kubra No. 1120, At Tirmidzi No. 590, Ahmad No. 24412, Abu Yala No. 4634, 4913, Abu Nuaim dalam Al Hilyah , 9/30, Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah No. 732, Ibnu Hibban No. 2287, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 3344, dll)

Wallahu A’lam

🍃🌴🌻🌺☘🌷🌾🌸

✏ Farid Nu’man Hasan

Hukum Berwisata/Rekreasi Ke Luar Negeri

💥💦💥💦💥💦

📨 PERTANYAAN:

Aslm ustadz, bagaimanakah pendapat ulama mengenai hukum berpergian untuk wisata atau rekreasi. semisal keluar kota, luar pulau atau luar negeri. Tanpa tujuan maksiat, namun juga tanpa tujuan selain untuk rekreasi. Bagaimana juga maksud hadits dilarang bepergian jauh kecuali ke tiga masjid? Apakah merupakan larangan rekreasi?

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah .., Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘ala Rasulillah wa Ba’d:

Tidak terlarang bagi seorang muslim untuk rihlah, tamasya, safar, ke daerah mana pun selama tidak membahayakan dirinya dan dalam perjalanan yang halal dan baik, seperti berdagang, menuntut ilmu, da’wah, berkunjung ke rumah saudara, dan sebagainya, pada semua perjalanan dengan tujuan bukan maksiat.

Para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pun bepergian ke Kabul, Azarbaijan, Yaman, bahkan konon sampai Cina sebagaimana dilakukan Sa’ad bin Abi Waqash. Juga para tabi’in dan generasi setelahnya melanglang buana ke penjuru dunia.

Ada pun hadits berikut ini …

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الرَّسُولِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى

“Janganlah bertekad kuat untuk melakukan perjalanan kecuali menuju tiga masjid: Masjidil Haram, Masjid RasulShallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan Masjidil Aqsha.” (HR. Bukhari No. 1132, 1139, Muslim No. 1338, Ibnu Majah No. 1409, 1410, Al Baihaqi dalam As Sunan Al KubraNo. 19920)

Maksudnya adalah berkunjung untuk berniat shalat, janganlah terlalu bertekad kecuali ke tiga masjid ini. Ada pun sekedar, kunjungan biasa, silaturrahim, maka tentu tidak mengapa mengunjungi selain tiga masjid ini; seperti mengunjungi orang shalih, silaturrahim ke rumah saudara dan family, ziarah kubur, mengunjungi ulama, mendatangi majelis ilmu, berdagang, dan perjalanan kebaikan lainnya.

Berkata Al Hafizh Ibnu HajarRahimahullah:

أن النهي مخصوص بمن نذر على نفسه الصلاة في مسجد من سائر المساجد غير الثلاثة فإنه لا يجب الوفاء به قاله ابن بطال

“Bahwa larangan dikhususkan bagi orang yang bernazar  atas dirinya untuk shalat di masjid selain tiga masjid ini, maka tidak wajib memenuhi nazar tersebut, sebagaimana dikatakan Ibnu Baththal.”(Fathul Bari, 3/65)

Imam Al Khathabi Rahimahullahmengatakan:

وأنه لا تشد الرحال إلى مسجد من المساجد للصلاة فيه غير هذه الثلاثة؛ وأما قصد غير المساجد لزيارة صالح أو قريب أو صاحب أو طلب علم أو تجارة أو نزهة فلا يدخل في النهي، ويؤيده ما روى أحمد من طريق شهر بن حوشب قال: سمعت أبا سعيد وذكرت عنده الصلاة في الطور فقال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “لا ينبغي للمصلي أن يشد رحاله إلى مسجد تبتغى فيه الصلاة غير المسجد الحرام والمسجد الأقصى ومسجدي”

“Bahwa sesungguhnya janganlah bertekad kuat mengadakan perjalanan menuju masjid untuk shalat di dalamnya selain tiga masjid ini. Ada pun bermaksud selain masjid-masjid ini untuk berziarah kepada orang shalih, kerabat, sahabat, menuntut ilmu, berdagang, atau berwisata, maka tidaklah termasuk dalam larangan. Hal yang menguatkan ini adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari jalan Syahr bin Hausyab, dia berkata: aku mendengar Abu Said, dan aku menyebutkan padanya tentang shalat di Ath thur, dia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Hendaknya janganlah orang yang shalat itu bersungguh-sungguh mengadakan perjalanan untuk shalat menuju masjid  selain Masjidil Haram, Masjid Al Aqsha, dan masjidku (Masjid nabawi).” (Ibid)

Demikian. Wallahu A’lam

🍃🌴🌻🌺☘🌾🌷🌸

✏ Farid Nu’man Hasan

scroll to top