Menghadapi Orang yang Menyakiti Perasaan Kita

💥💦💥💦💥💦💥

📨 PERTANYAAN:

Afwan, ustadz, Bagaimana kita harus bersikap untuk menghadapi seseorang yg secara tidak langsung dia menyakiti hati dan perasaan orang d sekitarnya, tpi dia tidak pernah merasa apabila dia berkata dan berbuat itu menyakiti saudara. Apakah akan kita tabayun sendiri atau menyerahkan kepada seseorang lebih berkafaah dengan urusan ini?

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘Ala Rasulillah wa ba’d:

Menghadapi orang yang menyakiti kita, ada beberapa cara:

📌 Reaksikan dengan sikap, seperti mendiamkannya dalam rangka memberikan pelajaran. Ini tidak dilarang dan bukan termasuk larangan “mendiamkan saudara melebihi tiga hari.” Rasulullah ﷺ pernah mendiamkan tiga orang sahabatnya selama 50 hari karena mereka meninggalkan perang Tabuk tanpa alasan.
Orang-orang bijak mengatakan: “Orang biasa menyikapi hal buruk dengan perkataan dan orang ‘alim menyikapi yang tidak disukai dengan sikapnya.”

📌 Jika cara itu tidak membuatnya berubah, maka coba menasihatinya dengan baik. Allah ﷻ berfirman:

وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ

Dan berilah peringatan, sesungguhnya peringatakn itu bermanfaat bagi orang-orang beriman. (QS. Adz Dzariyat: 55)

📌 Jika ini juga tidak bisa, maka minta bantuan kepada orang lain yang mungkin bisa dia dengar nasihatnya. Biasanya orang yang dihormatinya.

Sebagaimana yang Allah ﷻ perintahkan kepada suami istri yang sedang berselisih, dalam ayat berikut:

وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَماً مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَماً مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا إِصْلاحاً يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيماً خَبِيراً

Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam (juru damai) dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. An Nisa: 35)

📌 Jika ini masih belum mempan, maka serahkan kepada Allah ﷻ, yang penting kita sudah melakukan upaya-upaya ishlah (perbaikan).

Allah ﷻ berfirman:

فَذَكِّرْ إِنَّمَا أَنْتَ مُذَكِّرٌ (21) لَسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُصَيْطِرٍ

Berilah peringatakan, tugasmu hanyalah memberi peringatan. Kamu tidaklah memiliki kekuasaan kepada mereka untuk memaksa. (QS. Al Ghasyiah: 21-22)

📌 Terakhir doakan dia, karena doa orang teraniaya tidak ada hijab (penghalang). Nabi ﷺ bersabda:

وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللهِ حِجَابٌ

Dan takutlah kalian terhadap doanya orang teraniaya, sebab tidak hijab (penghalang) antara dirinya dengan Allah ﷻ. (HR. Muttafaq ‘Alaih)

Demikian. Wallahu A’lam wa Ilahil Musytaka

🌺🌿🌴🍃🌻🌹☘

✏ Farid Nu’man Hasan

KB dengan Cara ‘Azl

▪▫▪▫▪▫▪▫

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum

Ustadz, mohon dijelaskan hukum azl utk menunda kehamilan (KB alami).

Sy mendapatkan hadits berikut, apakah shahih ustadz?

⏬⏬⏬

Kemudian mereka bertanya tentang ‘azl (melakukan orgasme di luar Liang ovum untuk mencegah kehamilan). Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Itu sama dengan perbuatan mengubur anak secara tersembunyi, dan kelak anak perempuan yang dikubur hidup-hidup akan ditanya. Imam Muslim meriwayatkannya melalui Abu Abdur Rahman Al-Muqri. dari Abdullah ibnu Yazid, dari Sa’id ibnu Abu Ayyub. Ibnu Majah telah meriwayatkannya pula dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Yahya ibnu Ishaq As-Sulaihini, dari Yahya ibnu Ayyub. Imam Muslim telah meriwayatkannya pula dan juga Abu Dawud, At-Tirmidzi, danNasai melalui hadits Malik ibnu Anas; ketiga-tiganya dari Abul Aswad dengan sanad yang sama.(+62 857-1782-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ..

‘Azl (coitus interuptus) ada dua keadaan:

1. Tanpa Izin Istri

Jenis ini terlarang, sebab istri berhak menikmati jima’ dan mendapatkan apa-apa yang suaminya dapatkan. Jika istri mengizinkan, boleh.

Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah mengatakan:

ولأن لها في الولد حقا، وعليها في العزل ضرر فلم يجز إلا بإذنها

Istri punya hak untuk memiliki anak, dan ‘azl itu dapat membahayakannya maka tidak boleh ‘azl kecuali izinnya.

(Al Mughni, 8/133)

Yg dimaksud berbahaya bagi istri adalah tertekan dan ke-kesalan yg dialami istri.

Kemudian, Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah mengatakan:

ويستحب أن يلاعب امرأته قبل الجماع؛ لتنهض شهوتها، فتنال من لذة الجماع مثل ما ناله… فإن فرغ قبلها كره له النزع حتى تفرغ؛ لما روى أنس بن مالك، قال: قال رسول الله ـ صلى الله عليه وسلم ـ: «إذا جامع الرجل أهله فليصدقها، ثم إذا قضى حاجته، فلا يعجلها حتى تقضي حاجتها» ولأن في ذلك ضررا عليها، ومنعا لها من قضاء شهوتها

Dianjurkan seorang suami bercumbu rayu dgn istrinya sebelum melakukan jima’, agar muncul syahwatnya, dan dia mendapatkan kenikmatan juga sebagaimana yang suaminya dapatkan.

Maka, jika suaminya berhenti sebelum istrinya orgasme maka itu MAKRUH, sampai si istri selesai mendapatkan apa yang diinginkannya.

Hal ini berdasarkan riwayat Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda:

Jika seorang laki-laki menjima’ istrinya hendaknya dia menjima’nya dgn baik, lalu Jika dia sudah selesai hajatnya (orgasme), maka janganlah terburu-buru sampai istrinya juga mendapatkannya.

Sebab yg demikian itu (tergesa-gesa) membawa bahaya bagi istri, dan membuat syahwatnya belum tuntas.

(Al Mughni, 7/300)

Bahkan Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullah mengatakan HARAM, bukan makruh.

Kata Beliau:

والصحيح أنه يحرم أن ينزع قبل أن تنزل هي؛ وذلك لأنه يفوت عليها كمال اللذة، ويحرمها من كمال الاستمتاع، وربما يحصل عليها ضررٌ من كون الماء متهيئأً للخروج، ثم لا يخرج إذا انقضى الجماع

Yg benar adalah itu diHARAMkan, suami mencabut kemaluannya sebelum istri inzal (orgasme), sebab yang demikian itu membuat kenikmatan untuk istri menjadi hilang, dan dia pun tidak mendapatkan kesempurnaan menikmati hubungan tersebut, bahkan bisa jadi itu membahayakannya sebab air menjadi tertahan keluarnya, lalu tidak jadi keluar karena jima’nya sudah selesai.

(Syarhul Mumti’, 12/417)

2. Jika Dengan Izin Istri

‘Azl, jika dilakukan atas persetujuan istri, baik karena berharap tidak menjadikan anak dari hubungan itu (baca: KB), atau karena istri lebih dulu orgasmenya, maka ini BOLEH.

Hal ini berdasarkan hadits, dari Umar Radhiyallahu ‘Anhu :

نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم أن يعزل عن الحرة إلا بإذنها

Rasulullah Shalallahu’Alaihi wa Sallam ‘azl terhadap wanita merdeka kecuali atas izinnya.

(HR. Ahmad no. 212, Ibnu Majah no. 1928, hadits ini dhaif.)

Juga hadits lainnya yg shahih, dari Jabir Radhiyallahu ‘Anhu;

كنا نعزل على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم والقرآن ينزل

Kami melakukan ‘azl pada zaman Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam padahal Al Qur’an masih turun.

(HR. Muttafaq ‘Alaih)

Artinya, jika memang ‘azl adalah kesalahan tentunya sudah ada teguran dari Allah Ta’ala dalam wahyuNya.

Sehingga riwayat ini menunjukkan kebolehan KB dgn ‘azl, dalam rangka mengatur kelahiran, bukan membatasi kelahiran, dengan syarat atas izin istri.

Ada pun disebutnya ‘azl seperti pembunuhan bayi diam-diam, sebab orang yang melakukannya dimotivasikan tidak menginginkan lahirnya anak, bukan bermakna benar-benar pembunuhan itu sendiri.

Demikian. Wallahu a’lam

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

Tahajud Sendiri, Mengeraskan Bacaan atau Pelan Saja?

▪▫▪▫▪▫

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum ustadz,ijin bertanya.bolehkah bacaan alfatihah & surat2 dibaca jahr saat shalat tahajud sendirian (+62 852-8216-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh..

Shalat siang itu Sunnahnya sirr (lirih) kecuali shalat ‘id dan shalat Jumat, shalat malam sunahnya jahr (dikeraskan) suaranya ..

Tertulis dalam Asy Syabakah Al Islamiyyah:

والحاصل: أن القراءة في صلاة الليل عموماً السنة فيها أن تكون جهراً، أما صلاة النهار، فالقراءة فيها تكون سراً إلا ما استثني

Kesimpulannya: membaca Al Qur’an pada shalat malam secara umum sunahnya adalah jahr, dan shalat siang sunahnya adalah sirr kecuali apa-apa yg dikecualikan syariat.

(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 19846)

Syaikh Abdul Aziz bin Baaz berkata:

السنة في صلاة الليل الجهر بالقراءة سواء كان المصلي يصلي وحده أو معه غيره

Sunah dalam shalat malam mengeraskan suara, baik shalat seorang diri atau bersama yg lain ..

(https://www.binbaz.org.sa/fatawa/908)

Namun, kalau membaca sirr saat sendiri tetap sah, tapi ada sunah yang dia tinggalkan.

Baca juga: Hukum Qiyamullail/Sholat Tahajjud Berjamaah

Demikian. Wallahu a’lam

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

Hukum Uang Tips

▪▫▪▫▪▫▪▫

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum warahmatullah …

Jika kita dibantu oleh orang, lalu orang itu kita berikan hadiah, apakah hadiah ini terlarang ? (J)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ..

Di dunia Arab, itu istilahnya Baqsyisy atau takrimiyah, pemberian kepada seseorang yang telah membantu kita, walau dia sebenarnya sudah digaji atas kerjaannya, atau kita memberikan hadiah karena puas dengan pekerjaannya. Di negeri kita dikenal dengan UANG TIP. Para ulama berbeda pendapat tentang ini.

– Pertama. BOLEH

Ini pendapat Syaikh Muhammad Al Bahi, Syaikh Ali Jum’ah, dan lain-lain. Dengan syarat tidak dijanjikan sebelumnya. Ini merupakan bagian dari membalas kebaikan dengan hal yang lebih baik lagi ..

Dalilnya adalah:

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ
كَانَ لِي عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَيْنٌ فَقَضَانِي وَزَادَنِي

Dari Jabir bin Abdillah, dia berkata: bahwa Nabi ﷺ berhutang kepadaku dan dia membayar hutangnya dan memberikan tambahannya.

(HR. Muslim no. 715)

Kita lihat, Nabi ﷺ memberikan tambahan uang saat membayar hutanh. Itu bukan riba, sebab tidak dijanjikan atau disyaratkan sebelumnya.

Para ulama mengatakan:

ذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ مِنَ الْحَنَفِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ وَابْنُ حَبِيبٍ مِنَ الْمَالِكِيَّةِ وَغَيْرِهِمْ إِلَى أَنَّ الْمُقْتَرِضَ لَوْ قَضَى دَائِنَهُ بِبَدَلٍ خَيْرٍ مِنْهُ فِي الْقَدْرِ أَوِ الصِّفَةِ ، أَوْ دُونَهُ ، بِرِضَاهُمَا جَازَ مَا دَامَ أَنَّ ذَلِكَ جَرَى مِنْ غَيْرِ شَرْطٍ أَوْ مُوَاطَأَةٍ

Mayoritas ahli fiqih dari Hanafiyah, Syafi’iyyah, Hambaliyah dan Ibnu Habib dari kalangan Malikiyah, dan ulama lainnya, mengatakan bahwa jika orang yang berhutang membayar hutangnya dengan hal yang lebih baik, baik dr sisi jenis, sifat, kadar, atau lainnya, selama keduanya ridha, maka itu dibolehkan, selama memang tidak disyaratkan.

(Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 23/125)

Kesamaan dengan kasus yg ditanyakan adalah sama-sama membalas kebaikan orang dengan lebih.

– TIDAK BOLEH

Sebab, jika memang niatnya membantu atau menolong maka dia tidak boleh diberikan hadiah, sebab hadiah itu menjadi riba bagi yg menerimanya.

Dalilnya, Rasulullah ﷺ bersabda:

من شَفَعَ لأَخِيه بشفَاعةٍ، فأهْدى له هديّةً عليها؛ فقَبِلها؛ فقدْ أتَى باباً عظِيماً منْ أبوابِ الرِّبا

Barang siapa yang memberikan bantuan kpd saudaranya, lalu dia dikasih hadiah (persenan/tip) karena bantuannya itu, dan dia menerimanya, maka dia telah mendatangi pintu besar riba. (HR. Abu Daud No. 3541, hasan)

Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu Anhu berkata:

مَنْ شَفَعَ شَفَاعَةً لِيَرُدَّ بِهَا حَقًّا أَوْ يَرْفَعَ بِهَا ظُلْمًا ، فَأُهْدِيَ لَهُ ، فَقَبِلَ ؛ فَهُوَ سُحْتٌ “. “تفسير الطبري

Barang siapa yang memberikan bantuan, tujuannya untuk mengembalikan hak dan menghilangkan kezaliman, LALU DIA DIBERI HADIAH karena itu, lalu dia menerimanya, Maka itu bagian yang haram. (Tafsir Ath Thabariy, 8/432)

Demikian …

📌 Lalu manakah pendapat yang kuat?

Pendapat yang paling pertengahan adalah dilihat dulu jenis bantuannya.

Jika bantuannya dalam Hal-Hal yang wajib (seperti membantu orang tua yang sulit nyebrang, kakek yang sulit berjalan yg memang seharusnya dibantu), dan bantuan yang sunnah, maka terlarang dia menerima hadiah. Begitu pula membantu dalam hal-hal yang haram maka itu juga haram dihadiahi.

Ada pun jika membantu dalam hal yang mubah maka mubah pula menerima hadiahnya.

Imam Ash Shan’aniy Rahimahullah berkata:

وَلَعَلَّ الْمُرَادَ إذَا كَانَتْ الشَّفَاعَةُ فِي وَاجِبٍ كَالشَّفَاعَةِ عِنْدَ السُّلْطَانِ فِي إنْقَاذِ الْمَظْلُومِ مِنْ يَدِ الظَّالِمِ أَوْ كَانَتْ فِي مَحْظُورٍ كَالشَّفَاعَةِ عِنْدَهُ فِي تَوْلِيَةِ ظَالِمٍ عَلَى الرَّعِيَّةِ فَإِنَّهَا فِي الْأُولَى وَاجِبَةٌ فَأَخْذُ الْهَدِيَّةِ فِي مُقَابِلِهَا مُحَرَّمٌ، وَالثَّانِيَةُ مَحْظُورَةٌ فَقَبْضُهَا فِي مُقَابِلِهَا مَحْظُورٌ، وَأَمَّا إذَا كَانَتْ الشَّفَاعَةُ فِي أَمْرٍ مُبَاحٍ فَلَعَلَّهُ
جَائِزٌ أَخْذُ الْهَدِيَّةِ لِأَنَّهَا مُكَافَأَةٌ عَلَى إحْسَانٍ غَيْرِ وَاجِبٍ وَيَحْتَمِلُ أَنَّهَا تَحْرُمُ لِأَنَّ الشَّفَاعَةَ شَيْءٌ يَسِيرٌ لَا تُؤْخَذُ عَلَي ْهِ مُكَافَأَةٌ

Bisa jadi maksud hadits di atas adalah bantuan dalam perkara wajib -seperti pemimpin yang menyelamatkan orang yang dizalimi dari tangan orang zalim atau dalam perkara terlarang seperti membantu pihak yang menzalimi rakyat- maka untuk jenis yang pertama adalah pembelaan tersebut adalah wajib maka diharamkan menerima hadiah karena itu. Jenis kedua pembelaan jenis tersebut adalah terlarang maka terlarang pula menerima hadiahnya.

Ada pun pertolongan dalam urusan yg BOLEH, maka boleh juga menerima hadiahnya sebab itu balasan atas kebaikan yg tidak diwajibkan.

Hal itu diharamkan jika maksudnya adalah pertolongan dalam hal yang ringan, yg memang tidak ada upah atas hal itu.

(Subulussalam, 2/58)

Begitu pula uang TIP karena kesungguhan seseorang atas kerjanya, itu boleh:

أما إذا كان كانت الهديَّة مقابل جهدٍ وعملٍ قام به الشافع ؛ فلا حرجَ في أخذها

Ada pun jika hadiah itu diberikan karena kesungguhan kerja orang yang menolong, maka tidak apa-apa dia mengambil hadiah tersebut.

(Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 220599)

Lalu, untuk konteks pegawai .. jika memang kantor melarang hal itu, agar menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Maka lebih baik memang dihindari .. aman secara syar’iy sudah, tapi jangan lupa aman secara peraturan negara dan aman secara citra bagi seeeorang, ini juga mesti diperhatikan.

Demikian. Wallahu a’lam

🌻☘🌿🌸🍃🍄🌷💐

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top