DAHULU MEREKA ADALAH RIJAL (Ksatria), KINI MENJADI BUIH

💦💥💦💥💦💥

Sungguh, da’wah ini tidak akan mengalami kerugian sama sekali dengan adanya da’i yang insilakh (ter-eksitasi/terlempar) dari da’wah. Sebab, Allah ﷻ Maha Berkuasa Atas Segalanya, akan menggantikan mereka dengan kaum yang lebih baik, kaum yang siap berjihad fisabilillah, dengan harta dan jiwanya. Janganlah mereka mengira, absennya mereka dari da’wah membuat da’wah goncang dan merasa kehilangan. Masih banyak Abna’ul Islam yang antri untuk memperjuangkan agama ini, dan meninggikan panji-panjinya. Untuk itu adalah hal yang mudah bagi Allah ﷻ .

Allah ﷻ berfirman dalam surat at Taubah (9):

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمُ انْفِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الْأَرْضِ أَرَضِيتُمْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الْآخِرَةِ فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا قَلِيلٌ (38) إِلَّا تَنْفِرُوا يُعَذِّبْكُمْ عَذَابًا أَلِيمًا وَيَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ وَلَا تَضُرُّوهُ شَيْئًا وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (39)

” Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: “Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah” kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? padahal kenikmatan hidup di dunia Ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit.
Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Imam Asy Syaukani dalam Fathul Qadir-nya menjelaskan, bahwa ayat di atas, tidak ada perbedaan pendapat, turun ketika perang Tabuk tahun ke 9 setelah hijrah, ketika banyak manusia yang menyelisihi perintah Rasulullah ﷺ untuk berangkat ke Tabuk. Pada ayat 38 kalimat tanya, ‘Apakah sebabnya jika dikatakan kepadamu’ merupakan pengingkaran dan celaan (lil inkar wat tawbikh) atas perilaku mereka yaitu ayyu syai’ yamna’ukum min dzalik, apa yang menghalangi kalian untuk berangkat (an nafr). An Nafr adalah bertolak secara cepat dari satu tempat ke tempat lain karena adanya perintah. Apakah halangan itu adalah kenikmatan dunia? (dalam kitab lain disebut bahwa saat itu sedang musim panen kurma) Padahal ia tidak seberapa dibanding kenikmatan akhirat yang abadi.

Ayat 39, kalimat Illa tanfiruu (jika kamu tidak berangkat untuk berperang), ini merupakan peringatan yang keras, dan ancaman yang amat serius atas orang-orang yang tidak mau an nafr (berangkat jihad) ke Tabuk bersama Rasulullah ﷺ . Yu’adzdzibukum ‘adzaaban aliima artinya kalian akan dibinasakan dengan adzab yang keras dan menyakitkan. Ada yang mengatakan di dunia saja, ada pula yang mengatakan lebih dari itu.

Wa yastabdil qauman ghairakum: artinya Allah ﷻ akan jadikan untuk RasulNya pengganti kalian dari kalangan orang-orang yang tidak santai dan menunda-nunda memenuhi panggilannya. Siapakah kaum itu? Ada yang mengatakan penduduk Yaman, ada pula yang menyebut Persia, namun tak ada keterangan spesifik tentang ini. FirmanNya: Wa laa tadhurruu hu syai’a (dan kamu tidaklah memberi kemudharatan kepadaNya sedikit pun), masih berkait dengan yastabdil (diganti), adapun dhamir (kata ganti orang/pronomina) hu disebutkan untuk Allah, dan ada juga pendapat menyebutkan hu tersebut untuk Nabi ﷺ. Jadi maknanya: Sama sekali tidak memudharatkan Allah ﷻ jika kalian meninggalkan perintah untuk an nafr (berangkat jihad), dan sama sekali tidak merugikan RasulNya jika kalian tidak menolongnya dengan an nafr bersamanya. FirmanNya: Wallahu ‘ala kulli syai’in qadiir (Allah Maha Kuasa atas Segala sesuatu) maksudnya diantara kekuasaanNya adalah Dia mengadzabkan kalian dan mengganti kalian dengan kaum yang lain. Sampai di sini dari Imam Asy Syaukani.

Demikianlah, Allah ﷻ sangat mampu membuat rijal-rijal baru untuk menggantikan yang lama yang telah menjadi buih. Buih benda yang amat ringan dan mudah terombang ambing. Tentunya, sudah tidak berharga.

📌 Bagaimana Rijal yang Dimaksud?

Siapa dan bagaimana rijal yang diinginkan? Apakah sekedar laki-laki sesuai dengan makna bahasanya? Tidak! Rijal di sini adalah rijal yang digambarkan oleh Al Qur’an, bahkan bukan monopoli kaum laki-laki, sebab secara nilai dan esensi bisa saja kaum wanita lebih ‘rijal’ (baca: pejuang) dari laki-laki.

Inilah Rijal itu :

1⃣ Menepati janjinya kepada Allah ﷻ untuk mati syahid

Allah ﷻ berfirman dalam surat Al Ahzab (33) ayat 23:

مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَى نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلًا

“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang Telah mereka janjikan kepada Allah; Maka di antara mereka ada yang gugur. dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu- nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya).”

Ayat ini turun lantaran tekad seorang sahabat yakni Anas bin an Nadhar Radhiallahu ‘Anhu yang luput darinya perang Badr, sehingga ia tidak bisa jihad bersama Rasulullah ﷺ saat itu, ia berjanji akan ikut menemani jihad Rasulullah di Uhud, ketika terjadi peperangan ia terbunuh dengan tujuh puluh luka tombakan, lalu turunlah ayat di atas. (HR. Muslim)

Kekuatan untuk menepati janji inilah yang menyebabkan Anas bin An Nadhr Radhiallahu ‘Anhu (paman Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu) membuktikan respon spontan kepada Sa’ad bin Mu’adz ra tatkala pasukan mukmin terdesak oleh musyrikin di perang Uhud dengan ucapannya:

يا سعد، الجنة.. إني لأجد ريحها من دون أحد

Ya Sa’ad ! Surga… aku mencium baunya di bawah bukit Uhud..
Kemudian beliau maju menjemput syahid sehingga jenazahnya tidak dapat dikenali kecuali oleh saudara perempuannya lewat jari tangannya (Muttafaq ‘alaih – Riyadhus shalihin, Kitab Al-Jihad, hadits no 1317).

Rijal seperti ini tidak bisa diam walau sejenak, ia selalu bergerak bersama da’wah atau para da’inya. Ia sedih jika tidak bersama mereka, menangis jika ketinggalan qafilah da’wah.

2⃣ Berjiwa Pemimpin

Inilah ciri rijalud da’wah selanjutnya. Bermental pemimpin; cerdas, kuat, terjaga, amanah, dewasa, bertanggung jawab, siap menerima kritik, adil, melindungi dan mengayomi. Walau sewaktu-waktu ia harus siap menjadi prajurit, tanpa merasa direndahkan sebagaimana Saifullah al Maslul (pedang Allah yang terhunus) Khalid bin Walid Radhiallahu ‘Anhu.
Allah ﷻ berfirman dalam surat An Nisa’(4) ayat 34:

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka… ”

Ayat ini merupakan ayat yang sharih (jelas) bahwa lelaki adalah pemimpin bagi wanita, bukan hanya di rumah tangga tetapi juga dalam jamaah da’wah dan negara. Sebagian kaum rasionalis liberal mengatakan bahwa ayat ini hanya menunjukkan bahwa kepemimpinan laki-laki hanya pada rumah tangga. Ini pemahaman yang perlu dikoreksi. Dalam ushul fiqih ada istilah qiyas aula, contohnya, Allah ﷻ melarang keras seorang anak berkata ‘uh’ terhadap kedua orang tuanya, nah jika ‘uh’ dilarang keras apalagi lebih dari itu seperti menganiaya secara fisik. Begitu pula dalam masalah ini, jika wanita bukanlah pemimpin di rumah tangga, apalagi yang lebih tinggi dan kompleks dari itu seperti Negara.

Namun, tidak bisa dipungkiri, tidak sedikit lelaki yang bukan rijal (Ksatria)! Ia lebih lembek dari tahu, dan lebih lunak dari keong siput. Ini menjadi berita duka cita bagi kaum laki-laki. Juga tidak dipungkiri,,tidak sedikit wanita kuat bermental baja dan bernyali singa. Merekalah mujahidah yang di tangannya lahir singa-singa da’wah dan jihad seperti Kamaluddin as Sananiry, Marwan Hadid, Said Hawwa, ‘Imad ‘Aqil, Muhammad Fathi Farhat, ‘Abdullah ‘Azzam, dan lain-lain. Merugilah para ibu yang tidak mampu membentuk pribadi-pribadi seperti mereka. Walau Anda bukan pemimpin, tetapi di tangan Andalah lahirnya para pemimpin dan pahlawan.

3⃣ Selalu Berdzikir kepada Allah ﷻ

Rijalud Da’wah, sesibuk apapun, tidak akan lepas darinya dzikir kepada Allah, baik lisan atau hati, baik sendiri atau keramaian, baik lengang atau sibuk. Berzikir kepada Allah ﷻ merupakan manifestasi dari mahabbatullah, sebab katsratudz dzikri (banyak mengingat) merupakan salah satu ‘alamat (tanda) jatuh cinta kepada Allah ﷻ. Lebih dari itu, karena rijalud da’wah mengerti betapa dahsyatnya hari pembalasan itu.

Allah ﷻ berfirman dalam surat An Nur (24) ayat 37:

رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ

“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.”

Imam Asy Syaukani dalam Fathul Qadir-nya mengatakan: Inilah sifat rijal, kesibukkan mereka dalam perniagaan dan jual beli tidaklah melalaikan mereka dari mengingat Allah. Dikhususkannya perniagaan karena itu adalah kesibukkan yang paling besar bagi manusia. Ada pun perbedaan antara at tijaarah (perniagaan) dan al bai’(jul beli), adalah kalau at tijaarah aktifitas dagang bagi musafir, sedang al bai’ aktifitas dagang bagi yang mukim, sebagaimana yang dikatakan Imam al Waqidy.

Imam Hasan al Banna Rahimahullah berkata dalam sepuluh wasiatnya: Qum ilash shalah mataa sami’ta an nidaa’ mahma takunuzh zhuruf (dirikanlah shalat ketika engkau mendengar panggilannya, bagaimanapun keadaanmu).(Risalatut Ta’alim wal Usar, hal. 39. Darut Tauzi’ lith thiba’ah al Islamiyah, 1984)

Responnya cepat terhadap hak ibadah seperti; tepat waktu, menjaga adab-adab dan rutinitasnya. Sehingga ia menjadi contoh bagi orang yang berinteraksi dengannya. Tanpa ia berda’wah secara lisan (lisanul maqal) pun, manusia sudah bisa merasakan ajakan kebaikan melalui perilakunya (lisanul haal).

4⃣ Memakmurkan Mesjid

Aktifitas Rijalud Da’wah selalu terpaut dengan mesjid, bukan semata-mata badannya, tetapi hati dan akhlaknya. Di mana ia berada, tidak pernah menanggalkan akhlak mesjid, yaitu taqwa.

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, Rasulullah ﷺ bersabda (tentang tujuh golongan manusia yang akan mendapatkan naungan pada hari akhir nanti, diantaranya): ……… Rajulun qalbuhu mu’llaqatun fil masjid (seseorang yang hatinya terpaut dengan mesjid) (HR. Muttafaq ‘Alaih. Riyadhus Shalihin, hadits no. 376)

Dari Abu Dzar dan Mu’adz bin jabal Radhiallahu ‘Anhuma, Rasulullah ﷺ juga bersabda: “Bertaqwallah kalian di mana saja berada, dan ikutilah berbuatan buruk kalian dengan perbuatan baik, nicaya(kebaikan) itu akan menghapuskan keburukan, dan bergaul-lah dengan manusia dengan akhlak yang baik” (HR. At Tirmidzi, katanya hasan, dalam naskah lain hasan shahih, Arbai’n an Nawawi, hadits no. 18)

Allah Ta’ala berfirman dalam surat At Taubah (9) ayat 108:

لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ

“Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu (mesjid dhirar) selama-lamanya. sesungguh- nya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu shalat di dalamnya. di dalamnya mesjid itu ada orang-orang (rijal) yang ingin membersihkan diri. dan Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.”

Itulah karakter rijalud da’wah; shidq terhadap janji untuk mati syahid, berjiwa pemimpin, banyak berdzikir dan terpaut dengan mesjid. Namun, tidak sedikit orang-orang yang dahulunya rijal, sekarang hilang dari peredaran, jangankan da’wah, shalat berjamaah di mesjid pun tidak. Sibuk dengan urusan dunia, mengumpulkan harta, mengejar target hidup yang tak pernah habis, bahkan justru berbalik menyerang da’wah.

Kebersamaan dengan mereka kini tinggal kenangan saja. Dahulu menangis bersama, daurah, muzhaharah, syura, juga bersama, kini? Dimana kau saudaraku?

Bisa jadi, di antara mereka merupakan mu’assis (perintis) da’wah. Dialah yang membuka ladang da’wah pertama kali di tempatnya, dialah yang membangunkan manusia dari tidurnya, dialah yang merekrut banyak mujahid muda, namun kini, di mana kau saudaraku?

Semoga Allah ﷻ tidak menyia-nyiakan amalmu yang bermanfaat, sebab yang bermanfaat akan tetap tinggal di bumi, adapun buih pasti akan lenyap. Renungkanlah ayat ini:

أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَسَالَتْ أَوْدِيَةٌ بِقَدَرِهَا فَاحْتَمَلَ السَّيْلُ زَبَدًا رَابِيًا وَمِمَّا يُوقِدُونَ عَلَيْهِ فِي النَّارِ ابْتِغَاءَ حِلْيَةٍ أَوْ مَتَاعٍ زَبَدٌ مِثْلُهُ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللَّهُ الْحَقَّ وَالْبَاطِلَ فَأَمَّا الزَّبَدُ فَيَذْهَبُ جُفَاءً وَأَمَّا مَا يَنْفَعُ النَّاسَ فَيَمْكُثُ فِي الْأَرْضِ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ

Allah Telah menurunkan air (hujan) dari langit, Maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, Maka arus itu membawa buih yang mengambang. dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, Maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan. (QS. Ar Ra’du (13): 17)

Wallahu waliyyut taufiq

🍃🌴🌻🌾🌸🌷☘🌺

✏ Farid Nu’man Hasan

Perjuangan Menuju Keikhlasan

💥💦💥💦💥💦

‘Alim Rabbani, Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah berkata:

لا يجتمع الإخلاص في القلب ومحبة المدح والثناء والطمع فيما عند
الناس إلا كما يجتمع الماء والنار والضب والحوت فإذا حدثتك نفسك بطلب الإخلاص فاقبل على الطمع أولا فأذبحه بسكين اليأس وأقبل على المدح والثناء فازهد فيهما زهد عشاق الدنيا في الآخرة فإذا استقام لك ذبح الطمع والزهد في الثناء والمدح سهل عليك الإخلاص

“Tidaklah berhimpun dalam sebuah hati antara ikhlas dengan cinta pujian dan sanjungan, serta keinginan kuat terhadap apa yang dimiliki manusia melainkan seperti berhimpunnya api dan air, serta dhab (sejenis biawak) dan ikan.

Jika panggilan jiwamu menuntut keikhlasan maka pertama-tama peganglah kerakusan lalu sembelih dia dengan pisau keputusasaan, peganglah pujian dan sanjungan, lalu zuhudlah terhadap keduanya, zuhud terhadap dunia. Jika Anda sudah menyembelih kerakusan, dan zuhud terhadap pujian dan sanjungan, maka mudah bagimu untuk menggapai ikhlas.”

🍃🍃🍃🍃🍃

📚 Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Al fawaid, Hal. 149, Cet. 2, 1393H-1973M. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah

🌴🌻🌸🌾🍃🌺☘🌷

✏ Farid Nu’man Hasan

Keutamaan Silaturahim

💦💥💦💥💦💥💦

📌Makna Silaturrahim

Silaturrahim terdiri atas dua kata, yaitu Shilah dan Rahim. Kata Shilah artinya Al ‘Alaaqah yakni perhubungan, koneksi. Sedangkan Rahim yaitu Ar Rahimu atau Ar Rahmu yang artinya tempatnya janin (al mustawda’ al janiin), kerabat dekat, atau bisa juga kasih sayang. Jadi, silaturrahim adalah upaya menjaga dan menghubungkan keluarga, kekerabatan dan kasih sayang di antara manusia.

Upaya ini bisa dilakukan dengan berbagai cara yang dibenarkan syariat Islam, seperti saling mengunjungi, memberikan hadiah, mengucapkan dan mengirim salam, mendamaikan dua saudara tang terputus hubungannya, dan semisalnya. Hanya saja, di negeri kita kata silaturrahim selalu diidentikkan dengan kunjungan saja padahal itu hanyalah salah satu cara dari silaturrahim.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَيْسَ الوَاصِلُ بِالمُكَافِىء ، وَلكِنَّ الوَاصِلَ الَّذِي إِذَا قَطَعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا

Bukanlah bermakna “menyambung silaturrahim” bagi orang yang membalas kunjungan, tetapi silaturrahim itu adalah jika ada orang yang terputus tali silaturrahimnya maka dia orang yang menghubungkannya. (HR. Bukhari No. 5991)

 

📌Keutamaan Silaturrahim

Ada banyak keutamaan silaturrahim, di sini akan dipaparkan beberapa saja:

1⃣ Silaturrahim adalah bukti iman

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ باللهِ وَاليَومِ الآخِرِ ، فَلْيَصِلْ رَحِمَه

Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya dia bersilaturrahim. (HR. Bukhari No. 6138)

Jadi, ciri orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir adalah dia mau melakukan silaturrahim.

2⃣ Silaturrahim dapat menambah rezeki dan panjang umur

Manusia yang banyak menjaga hubungan baik dengan banyak orang, tentu akan membuatnya banyak koneksi. Kalau banyak koneksi tentu banyak pula potensi pintu-pintu rezeki baginya. Oleh karenanya sarjana yang gak gaul alias kuper cenderung kesulitan mendapatkan kesempatan kerja bahkan menciptakan pekerjaan, berbeda dengan yang supel dalam bergaul, biasanya banyak sekali info dan peluang kerja baginya.

Orang yang banyak bergaul tentu akan banyak pula yang perhatian, contohnya ketika dia sakit biasanya banyak manusia yang menjenguknya, bandingkan dengan yang tidak suka silaturrahim, dia sakit tidak ada manusia yang tahu apalagi menjenguknya.

Dalam hal ini Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ رِزْقُهُ أَوْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

Barangsiapa yang ingin dimudahkan oleh Allah untuk dilapangkan rezekinya atau diakhirkan ajalnya maka hendaknya dia bersilaturrahim. (HR. Bukhari No. 2067, Muslim No. 2557)

Dalam hadits ini, bukan hanya menambah rezeki, silaturrahim bisa juga menambah umur. Lho, bukankah umur kita sudah ada ketetapannya? Jawab: Ya! Itulah secara global sesuai dengan keterangan dalam Al Quran secara ‘am (umum), namun secara khusus ada pengecualian bagi orang yang senantiasa berbuat baik dan bersilaturrahim bahwa umur mereka dapat bertambah, walaupun demikian tetaplah hal ini kita kembalikan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sendiri menegaskan:

لَا يَرُدُّ الْقَضَاءَ إِلَّا الدُّعَاءُ وَلَا يَزِيدُ فِي الْعُمْرِ إِلَّا الْبِرُّ

“Tidaklah ketetapan Allah dapat ditolak kecuali dengan doa, dan tidaklah umur bisa bertambah kecuali dengan kebaikan.” (HR. At Tirmidzi no. 2139, katanya: hasan gharib. Syaikh Al Albani mengatakan hasan, Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 2139. Lihat Juga Shahihul Jami’ No. 7687. Lihat juga Shahih At Targhib wat Tarhib No.1639, 2489. Lihat juga As Silsilah Ash Shahihah No. 154)

3⃣ Bersilaturrahim merupakan upaya menjaga hubungan dengan Allah Ta’ala

Ternyata rajin melakukan silaturrahim bukan hanya membangun hubungan baik dan kuat dengan sesama manusia, tetapi itu juga merupakan upaya memperkuat hubungan dengan Allah Ta’ala, istilahnya quwwatu shillah billah.

Allah Ta’ala sendiri yang mengatakan dalam hadits qudsi, bahwa Allah Ta’ala berfirman:

مَنْ وَصَلَكِ ، وَصَلْتُهُ ، وَمَنْ قَطَعَكِ ، قَطَعْتُهُ

Barangsiapa yang menjalin hubungan dengan dirimu, maka Aku akan menjalin hubungan dengannya, barang siapa yang memutuskan hubungan denganmu, maka Aku akan memutuskan hubungan dengannya. (HR. Bukhari No. 5988)

4⃣ Silaturrahim dihitung sebagai sedekah

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

الصَّدَقَةُ عَلَى المِسكينِ صَدَقةٌ ، وعَلَى ذِي الرَّحِمِ ثِنْتَانِ : صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ

Bersedekah kepada orang miskin adalah sedekah, bersedekah kepada orang yang punya hubungan persaudaraan ada dua macam: bersedekah dan silaturrahim. (HR. At Tirmidzi No. 657, katanya: hasan)

5⃣ Silaturrahim merupakan jalan menuju surga

Berikut ini keterangannya:

وعن أَبي أيوب خالد بن زيد الأنصاري – رضي الله عنه – : أنَّ رجلاً قَالَ :
يَا رَسُول الله ، أخْبِرْني بِعَمَلٍ يُدْخِلُني الجَنَّةَ ، وَيُبَاعِدُني مِنَ النَّارِ . فَقَالَ النَّبيُّ – صلى الله عليه وسلم – : تَعْبُدُ الله ، وَلاَ تُشْرِكُ بِهِ شَيئاً ، وَتُقِيمُ الصَّلاةَ ، وتُؤتِي الزَّكَاةَ ، وتَصِلُ الرَّحمَ . مُتَّفَقٌ عَلَيهِ

Dari Abu Ayyub Khalid bin Zaid Al Anshari Radhiallahu ‘Anhu: bahwa seorang lak

i-laki berkata: “Wahai Rasulullah, kabarkan kepadaku tentang amal yang akan memasukkanku kedalam surga dan menjauhkanku dari api neraka?” Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Engkau menyembah Allah, jangan melakukan kesyirikan (menyekutukan Allah dengan apa pun), tegakkan shalat, tunaikan zakat, dan jalinlah silaturrahim. (HR. Muttafaq ‘Alaih)

 

📌 Bahaya-Bahaya Memutuskan Silaturrahim

Bahaya yang paling jelas adalah dia akan kehilangan faidah dan manfaat dari silaturrahim itu sendiri. Apakah itu saja? Tidak, ternyata masih banyak hal lain yang menimpanya jika dia memutuskan hubungan dengan sesama muslim, baik hubungan kekeluargaan, kekerabatan, atau persaudaraan sesama muslim.

Berikut ini beberapa bahayanya:

1⃣ Orang yang memutuskan silaturrahim maka dia telah melakukan perbuatan haram

Menjalin hubungan baik adalah wajib, menjaga ukhuwah Islamiyah adalah wajib, maka memutuskannya –tanpa sebab yang dibenarkan- adalah haram dan berdosa bagi pelakunya.

Para ulama telah menyebutkan hal ini, di antaranya Imam An Nawawi Rahimahullah dalam kitabnya, Riyadhusshalihin, pada Bab Tahriim Al ‘Uquuq wa Qathii’at Ar Rahim, yang artinya Bab Haramnya Durhaka kepada orang tua dan Memutuskan Silaturrahim.

2⃣ Allah Ta’ala melaknat serta membuat mereka buta dan tuli

Allah Ta’ala berfirman:

فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ تَوَلَّيْتُمْ أَنْ تُفْسِدُوا فِي الأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ أُولَئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَى أَبْصَارَهُمْ

Maka Apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? mereka Itulah orang-orang yang dila’nati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka. (QS. Muhammad (47): 22-23)

Makna tuli dan buta dalam ayat ini bukanlah makna haqiqi (sesungguhnya) tetapi majazi, bahwa walau mereka memiliki mata dan telinga tetapi dengan keduanya mereka tidak mampu melihat dan mendengar hal-hal yang bermanfaat bagi mereka.

Tertulis dalam Tafsir Al Muyassar:

أولئك الذين أبعدهم الله من رحمته، فجعلهم لا يسمعون ما ينفعهم ولا يبصرونه

Mereka itulah orang-orang yang dijauhkan oleh Allah dari rahmatNya, dan Dia jadikan mereka tidak bisa mendengar dan melihat apa-apa yang mendatangkan manfaat bagi mereka. (Tafsir Al Muyassar, 9/128)

3⃣ Shalatnya Tidak Akan Diterima

Orang yang memutuskan silaturrahim, memboikot saudaranya tanpa alasan yang benar, termasuk golongan manusia yang ditolak shalatnya. Hal ini disebutkan dalam hadits berikut ini:

Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

ثَلَاثَةٌ لَا تَرْتَفِعُ صَلَاتُهُمْ فَوْقَ رُءُوسِهِمْ شِبْرًا رَجُلٌ أَمَّ قَوْمًا وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ وَأَخَوَانِ مُتَصَارِمَانِ

“Ada tiga manusia yang Shalat mereka tidaklah naik melebihi kepala mereka walau sejengkal: yakni seorang yang mengimami sebuah kaum tetapi kaum itu membencinya, seorang isteri yang tidur sementara suaminya sedang marah padanya, dan dua orang bersaudara yang saling memutuskan silaturahim.” (HR. Ibnu Majah No. 971, Imam Muhammad bin Abdil Hadi As Sindi mengatakan sanadnya shahih dan semua rijalnya tsiqat (kredibel). Lihat Hasyiyah As Sindi ‘ala Ibni Majah, 2/338. Syaikh Al Albani mengatakan hasan. Lihat Misykah Al Mashabih, 1/249/1128. Imam Al ‘Iraqi juga mengatakan hasan)

4⃣ Tidak masuk surga

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لاَ يَدْخُلُ الجَنَّةَ قَاطِعٌ . قَالَ سفيان في روايته : يَعْنِي : قَاطِع رَحِم . مُتَّفَقٌ عَلَيهِ

“Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan.” Berkata Sufyan Ats Tsauri dalam riwayatnya: yaitu memutuskan hubungan kekerabatan. (HR. Muttafaq ‘Alaih)

Dan masih banyak lainnya.

Wallahu A’lam

🍃🌾🌸🌻🌴🌺☘🌷

✏ Farid Nu’man Hasan

Ketika Berjumpa Sesama Muslim, Dilarang Berpelukan?

💥💦💥💦💥💦💥

Berikut ini alasan pelarangannya, dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, Beliau berkata:

يا رسول الله أينحني بعضنا لبعض ؟ : قال ( لا ) . قلنا أيعانق بعضنا بعضا ؟ : قال ( لا . ولكن تصافحوا )

Wahai Rasulullah, apakah kami mesti membungkuk terhadap yang lain? Beliau menjawab: “Tidak.” Kami bertanya: “Apakah kami mesti berpelukan?” Beliau menjawab: “Tidak, tetapi berjabat tanganlah.” (HR. Ibnu Majah No. 3702, Ath Thahawi dalam Syarh Ma’anil Aatsar No. 6398, Abu Ya’la No. 4287, Al Bazzar No. 7360)

Hadits ini pada dasarnya dhaif, seperti kata Syaikh Husein Salim Asad dalam Tahqiqnya atas Musnad Abi Ya’la. (No. 4287). Namun karena ada tiga jalur lain yang menjadi mutaba’ah (menguatkan) yakni jalur Syu’aib bin Al Habhab, jalur Katsir bin Abdullah, dan jalur Al Mahlab bin Abi Shufrah, maka menurut Syaikh Al Albani hadits ini HASAN. (As Silsilah Ash Shahihah No. 160)

Hadits ini secara global melarang untuk MEMBUNGKUK dan BERPELUKAN ketika berjumpa, bahkan dalam riwayat lain juga larangan qublah (BERCIUMAN, cipika cipiki).(HR. Ahmad No. 13044)

Oleh karena itu, sebagian ulama memakruhkan berpelukan dan berciuman walau sesama laki-laki, seperti pendapat Imam Abu Hanifah. (Syarh Sunan Ibni Majah, 1/263)

Imam An Nawawi menjelaskan:

المعانقة وتقبيل الوجه مكروهان صرح به البغوي للحديث الصحيح في النهي عنهما كراهة تنزيهة انتهى

Berpelukan dan mencium wajah adalah dua hal yang makruh. Al Baghawi telah menjelaskannya berdasarkan hadits shahih yang melarang keduanya, yaitu makruh tanzih. Selesai. (Ibid)

Namun kita dapatkan riwayat lain yang justru membolehkannya, seperti sebagai berikut:

Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu berkata:

كان أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم إذا تلاقوا تصافحوا ، و إذا قدموا من سفر تعانقوا

Dahulu para sahabat Nabi ﷺ jika berjumpa mereka saling berjabat tangan, dan jika mereka datang dari safar/bepergian mereka BERPELUKAN. (HR. Ath Thabarani dalam Al Awsath, para perawinya adalah perawi shahih, seperti yang dikatakan Al Mundziri, At Targhib, 3/270, juga Al Haitsami, Majma’uz Zawaid, 8/36)

Dari Asy Sya’bi, katanya:

كان أصحاب محمد صلى الله عليه وسلم إذا التقوا صافحوا ، فإذا قدموا من سفر
عانق بعضهم بعضا

Dahulu para sahabat Muhammad ﷺ jika berjumpa mereka berjabat tangan, dan jika datang dari bepergian mereka saling berpelukan. (HR. Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 13959, Shahih)

Nah, riwayat ini dan semisalnya menjadi dasar bahwa berpelukan itu BOLEH, ada pun larangan terkait karena khawatir fitnah dan syahwat, jika aman-aman saja maka tidak apa-apa berdasarkan riwayat lain yang membolehkannya.

Berikut ini keterangannya:

اما المعانقة فالصحيح انها جائزة ان لم يكن هناك خوف فتنة لما ورد في حديث قصة زيد بن حارثة وجعفر بن أبي طالب ونقل عن الشيخ أبي المنصور الماتريدي في التوفيق بين الأحاديث ان المكروه من المعانقة ما كان على وجه الشهوة وأما على وجه البر والكرابة فجائزة

Ada pun berpelukan, yang BENAR adalah hal itu BOLEH selama tidak dikhawatiri adanya fitnah, sebagaimana kisah Zaid bin Haritsah dan Ja’far bin Abi Thalib. Dikutip dari Asy Syaikh Abu Manshur Al Maturidi tentang kompromi antara hadits-hadits (yang nampaknya bertenangan), bahwa MAKRUH berpelukan itu jika dengan maksud syahwat, sedangkan jika maksudnya kebaikan dan kesedihan maka itu boleh. (Syarh Sunan Ibni Majah, 1/263)

Sementara itu, ada pandangan lain dari Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, bahwa pada dasarnya tidak boleh, namun DIBOLEHKAN jika datang dari bepergian, itu adalah pengecualian, sebagaimana riwayat dari Anas dan Asy Sya’bi di atas.

Beliau berkata –setelah memaparkan hadits yang membolehkan pelukan:

فيمكن أن يقال : إن المعانقة في السفر مستثنى من النهي لفعل الصحابة ذلك ،
و عليه يحمل بعض الأحاديث المتقدمة إن صحت . و الله أعلم .

Maka, kemungkinannya adalah dikatakan sesungguhnya berpelukan pada bepergian merupakan pengecualian dari larangannya, berdasarkan prilaku para sahabat atas hal itu. Dan demikian pula kemungkinan makna hadits-hadits terdahulu (hadits yang melarang, pen) jika itu shahih. Wallahu A’lam (AS Silsilah Ash Shahihah, No. 160)

Demikian. Wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam.

🍃🌻🌴🌾🌺☘🌷🌸

✏ Farid Nu’man Hasan

scroll to top