Mempelesetkan Kalimat Takbir Menjadi Take Beer

▫▫▫▫▪▪▪▪

PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum, ustadz bagaimana konsekwensi seorang muslim yang melakukan olok olok terhadap kalimat kalimat toyyibah dalam Islam sebagai bahan candaan dan gurauan.. seperti kalimat takbir yang sengaja diplesetkan dengan kata kata lain yang berkonotasi buruk..

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

JAWABAN

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh.

Bismillahirrahmanirrahim ..

Mengolok-olok kalimat takbir, atau semisalnya, mesti dirinci dulu, sebagai berikut:

Pertama. Jika pelakunya benar-benar ingin atau berniat merendahkan kalimat takbir, mengolok-oloknya, baik secara terang-terangan atau sindiran, dan orang itu orang yang paham hujjah dan dalil agama, maka ini kekafiran.

Imam Ibnu Hazm Rahimahullah mengatakan:

صَحَّ بِالنَّصِّ أَن كل من اسْتَهْزَأَ بِاللَّه تَعَالَى ، أَو بِملك من الْمَلَائِكَة ، أَو بِنَبِي من الْأَنْبِيَاء عَلَيْهِم السَّلَام ، أَو بِآيَة من الْقُرْآن ، أَو بفريضة من فَرَائض الدّين بعد بُلُوغ الْحجَّة إِلَيْهِ ، فَهُوَ كَافِر

Telah sah berdasarkan nash, bahwa orang yang mengolok-olok Allah Ta’ala, atau mengolok Malaikat di antara para malaikat, atau mengolok seorang nabi di antara para nabi ‘Alaihimussalam, atau satu ayat Al Qur’an, atau satu kewajiban di antara berbagai kewajiban agama setelah sampai kepada orang itu hujjah, maka dia kafir.

(Al Fashlu fil Milal wal Ahwa wan Nihal, 3/142)

Kapankah seseorg dikatakan telah meledek agama atau konten-konten agama?

Imam Al Ghazali Rahimahullah menjelaskan:

” وَمَعْنَى السُّخْرِيَةِ : الِاسْتِهَانَةُ ، وَالتَّحْقِيرُ ، وَالتَّنْبِيهُ عَلَى الْعُيُوبِ وَالنَّقَائِضِ ، عَلَى وَجْهٍ يُضْحَكُ مِنْهُ ، وَقَدْ يَكُونُ ذَلِكَ بِالْمُحَاكَاةِ فِي الْقَوْلِ وَالْفِعْلِ ، وَقَدْ يَكُونُ بِالْإِشَارَةِ وَالْإِيمَاءِ “

Makna “ejekan” (kepada agama) adalah menghina, merendahkan, mendeklarasikan aib dan kekurangan, menertawakan, hal ini bisa terjadi lewat perkataan, perbuatan, dan juga bisa dengan isyarat atau anggukan.

(Ihya ‘Ulumuddin, 3/131)

Bisa jadi “mengolok-olok” menjadi hal yg dianggap bias batasannya, dalam hal ini Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan:

وإذا لم يكن للسب حد معروف في اللغة ولا في الشرع : فالمرجع فيه إلى عرف الناس ؛ فما كان في العرف سبا للنبي فهو الذي يجب أن ننزل عليه كلام الصحابة والعلماء ، وما لا فلا

Jika mencela itu tidak diketahui batasannya baik secara bahasa dan syariat, maka yang menjadi ukuran adalah tradisi yang berlaku di tengah manusia. Maka, apa yang oleh tradisi bahwa perkataan seseorang sudah dianggap mencela nabi, maka atas orang itu berhak dihukumi perkataan para sahabat dan ulama (terhadap orang yang mencela nabi). Ada pun yang tidak demikian menurut tradisi, maka tidak dihukumi seperti itu.

(As Shaarim Al Masluul, Hal. 541)

Untuk kasus yang ditanyakan, tentang takbir yang dipelesetkan menjadi take beer, maka saya berbaik sangka bahwa -semoga- pelakunya tidak bermaksud mengolok-olok dan menghina, mungkin dia sedang terpeleset lisan atau jari jemarinya keserimpet saat mengetik. Sebab, kita yakin tidak ada ustadz yang paham agama, atau muslim yang waras, yang secara sadar melakukan itu.

Imam Badruddin Al ‘Aini Rahimahullah mengatakan:

إِحْسَان الظَّن بِاللَّه عز وَجل وبالمسلمين وَاجِب

Berbaik sangka kepada Allah dan kaum muslimin adalah wajib.

(‘Umdatul Qaari, 20/133)

Kedua. Jika plesetan takbir menjadi take beer adalah diniatkan sebagai nasihat kepada saudaranya yang sering berteriak takbir!, khususnya kalangan aktifis Islam, khususnya lagi kalangan yang concern dengan tanda-tanda akhir zaman dengan membaca simbol-simbol yang biasa dipakai oleh musuh Islam, maka ini bukan cara nasihat yang patut. Tujuan baik tapi caranya keliru.

Sebaiknya memberikan nasihat dengan memberikan tulisan ilmiah yang santun, tidak merendahkan, tapi memberikan alternatif dan solusi. Sebab, nyinyir kepada aktifis Islam tidak pantas dilakukan oleh orang yang paham agama. Dalam sejarah, kaum munafiq adalah golongan yang paling rajin nyinyir kepada para sahabat nabi, Radhiyallahu ‘Anhum. Tentunya kita berlindung diri kepada Allah Ta’ala dari kemunafikan.

Alangkah baiknya, orang yang terlanjur melakukan hal itu memohon ampun kepada Allah Ta’ala dan meminta maaf kepada manusia. Agar tetap terjaga nama baiknya. Bukan justru melakukan pembelaan, dan malah menyalahkan para pembacanya, yang akhirnya menjatuhkan dirinya dalam sikap batharul haq wa ghamtun naas (menolak kebenaran dan meremehkan manusia).

Demikian. Semoga Allah Ta’ala menjaga kita dari sifat-sifat buruk dan tercela.

Wallahul Muwafiq ilaa aqwamith Thariq

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

Salahkah Beramal Karena Berharap Surga dan Karena Takut Neraka?

▫▫▫▫▪▪▪▪

PERTANYAAN:

Hani Ummu Arshan:
Ustadz apa benar belum sempurna iman kita jika masih takut neraka dan berharap surga?

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

JAWABAN

Bismillahirrahmanirrahim ..

Seorang beramal krn berharap surga dan ingin bebas dari neraka, karena memang Allah dan RasulNya mengiming-imingi seperti. Banyak ayat atau hadits menyebutkannya.

Seperti ayat-ayat jihad, sering kali Allah Ta’ala menyebutkan dijanjikan surga bagi para pelakunya .. baik dalam surat At Taubah, Ash Shaf dan lainnya.

Begitu pula dalam hadits-hadits Rasulullah ﷺ, .. seperti: membaca ayat kursi setiap habis shalat wajib maka tdk ada yang mencegahnya dari masuk surga, membaca al mulk akan terjaga dari siksa kubur, dll.

Sehingga seseorang yang beramal karena ingin surga dan menghindari neraka, adalah hal yang syar’i. Jangan dibenturkan dgn perkataan: “Kalau begitu dia beramal bukan karena ridha Allah, maka dia musyrik”, ini adalah pernyataan berlebihan.

Dalam Musnad Asy Syafi’iy, diriwayatkan bahwa doa yang paling banyak Rasulullah ﷺ baca saat Ihrom, adalah minta ridha, surga, dan perlindungan dari api neraka. Mirip doa umat Islam saat Ramadhan: Inni as’aluka ridhaka wal jannah wa a’udzubika minan naar (Aku minta kepadaMu ridhaMu dan surga, dan perlindungan dari api neraka).

Bahkan dalam surat Al Fajr, antara RIDHA dan SURGA itu tidak dipisahkan. Orang yang masuk surga pasti Allah ridha kepadanya, orang yang Allah ridhai pastilalah dia surga.

Perhatikan ayat-ayat berikut:

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ

Wahai jiwa yang tenang!

ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً

Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya.

فَادْخُلِي فِي عِبَادِي

Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku,

وَادْخُلِي جَنَّتِي

dan masuklah ke dalam surga-Ku.

(QS. Al Fajr: 27-30)

Demikian. Wallahu a’lam

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

Berita kenabian: Sebab Kehancuran Umat Terdahulu

▪▫▫▫▫▫▫▪

Setiap umat, ada ajalnya. Ada masa berakhirnya kejayaan dan kehidupan mereka. Rasulullah ﷺ telah menyampaikan kepada kita tentang sebab-sebabnya.

Binasanya mereka bukan mustahil menjadi sebab binasanya umat sekarang, jika memang sebab-sebab yang memunculkan kehancuran itu sama. Oleh karenanya, perhatikanlah fenomena kehidupan manusia saat ini .. apakah sudah terkumpul padanya sebab-sebab itu atau tidak.

Apa sajakah sebab-sebab itu?

1⃣ Hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah

Rasulullah ﷺ telah menyebutkan ini sebagai penyebab binasanya umat terdahulu. Jika yang berbuat salah adalah para pejabat, orang kuat, tokoh, maka mereka selamat dan hukum tidak ditegakkan. Tapi, jika yang berbuat salah adalah rakyat biasa, orang lemah, mereka dihukum, dipenjara, dan dilukai fisik dan rasa keadilannya.

Perhatikan hadits berikut:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
أَنَّ قُرَيْشًا أَهَمَّهُمْ شَأْنُ الْمَرْأَةِ الْمَخْزُومِيَّةِ الَّتِي سَرَقَتْ فَقَالُوا وَمَنْ يُكَلِّمُ فِيهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا وَمَنْ يَجْتَرِئُ عَلَيْهِ إِلَّا أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ حِبُّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَلَّمَهُ أُسَامَةُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَشْفَعُ فِي حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللَّهِ ثُمَّ قَامَ فَاخْتَطَبَ ثُمَّ قَالَ إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ وَايْمُ اللَّهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا

Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha bahwa orang-orang Quraisy sedang menghadapi persoalan yang menggelisahkan, yaitu tentang seorang wanita tokoh Bani Makhzumiyah yang mencuri lalu mereka berkata; “Siapa yang mau merundingkan masalah ini kepada Rasulullah ﷺ ?”. Sebagian mereka berkata; “Tidak ada yang berani menghadap beliau kecuali Usamah bin Zaid, orang kesayangan Rasulullah ﷺ. Usamah pun menyampaikan masalah tersebut lalu Rasulullah ﷺ bersabda:

“Apakah kamu meminta keringanan atas pelanggaran terhadap aturan Allah?”. Kemudian beliau berdiri menyampaikan khuthbah lalu bersabda:

“Orang-orang sebelum kalian menjadi binasa karena apabila ada orang dari kalangan terhormat (pejabat, penguasa, elit masyarakat) mereka mencuri, mereka membiarkannya dan apabila ada orang dari kalangan rendah (masyarakat rendahan, rakyat biasa) mereka mencuri mereka menegakkan sanksi hukuman atasnya. Demi Allah, sendainya Fathimah binti Muhammad mencuri, pasti aku potong tangannya”.

(HR. Bukhari no. 3475)

Kita lihat sikap tegas Rasulullah ﷺ kepada Usamah bin Zaid Radhiyallahu ‘Anhu, yang dianggap oleh suku Bani Makhzum sebagai “orang dalam” di lingkungan Rasulullah ﷺ yang bisa meluluhkan Rasulullah ﷺ untuk meringankan atau membatalkan hukuman atas wanita yang mencuri itu. Tapi, jawaban Rasulullah ﷺ adalah tegas, bahwa sebab kehancuran umat terdahulu karena ketidakadilan dalam penerapan hukum.

Nah, .. jika kita lihat kondisi penegakkan hukum di negeri ini .. apakah ketidakadilan ini sudah banyak terjadi? Jika ya .. maka Anda tahu dampaknya bagi negeri ini ..

Wallahul Musta’an ..

2⃣ Banyak bertanya

Maksud “Banyak bertanya”, yaitu pertanyaan yang tidak bermanfaat, memberatkan, dan mengundang fitnah. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah ﷺ.

كَانَ أَبُو هُرَيْرَةَ يُحَدِّثُ
أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَافْعَلُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلَافُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ

Abu Hurairah bercerita bahwa dia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: “Apa yang telah aku larang untukmu maka jauhilah. Dan apa yang kuperintahkan kepadamu, maka kerjakanlah dengan sekuat tenaga kalian. Sesungguhnya umat sebelum kalian binasa karena MEREKA BANYAK BERTANYA, dan sering berselisih dengan para Nabi mereka.”

(HR. Muslim no. 1337)

Contohnya adalah pertanyaan Bani Israil kepada Nabi Musa ‘Alaihissalam, yg bertele-tele dan tidak penting tentang Sapi yang Allah Ta’ala perintahkan untuk disembelih, tujuannya agar tidak jadi mereka menyembelihnya, tapi Nabi Musa ‘Alaihissalam menjawabnya dengan sabar. Akhirnya mereka pun menyembelihnya.

Hal diabadikan dalam Al Qur’an pada beberapa ayat berikut:

قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا لَوْنُهَا ۚ قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ صَفْرَاءُ فَاقِعٌ لَوْنُهَا تَسُرُّ النَّاظِرِينَ

قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا هِيَ إِنَّ الْبَقَرَ تَشَابَهَ عَلَيْنَا وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ لَمُهْتَدُونَ

قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لَا ذَلُولٌ تُثِيرُ الْأَرْضَ وَلَا تَسْقِي الْحَرْثَ مُسَلَّمَةٌ لَا شِيَةَ فِيهَا ۚ قَالُوا الْآنَ جِئْتَ بِالْحَقِّ ۚ فَذَبَحُوهَا وَمَا كَادُوا يَفْعَلُونَ

Mereka berkata, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menjelaskan kepada kami apa warnanya.” Dia (Musa) menjawab, “Dia (Allah) berfirman, bahwa (sapi) itu adalah sapi betina yang kuning tua warnanya, yang menyenangkan orang-orang yang memandang(nya).”

Mereka berkata, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menjelaskan kepada kami tentang (sapi betina) itu. (Karena) sesungguhnya sapi itu belum jelas bagi kami, dan jika Allah menghendaki, niscaya kami mendapat petunjuk.”

Dia (Musa) menjawab, “Dia (Allah) berfirman, (sapi) itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak (pula) untuk mengairi tanaman, sehat, dan tanpa belang.” Mereka berkata, “Sekarang barulah engkau menerangkan (hal) yang sebenarnya.” Lalu mereka menyembelihnya, dan nyaris mereka tidak melaksanakan (perintah) itu.

(QS. Al-Baqarah: 69-71)

Hari ini, tidak sedikit orang yang mengaku muslim “mempertanyakan” Islam bukan untuk mencari ilmu, atau memperbagus kualitas diri, tapi bertanya untuk memperberat diri dan memunculkan kegaduhan, yang dengannya menganulir ketetapan-ketetapan agama.

Kenapa warisan lebih banyak kaum laki-laki? Kenapa Islam membolehkan poligami? Kenapa ada jihad dalam Islam? Kenapa memperebutkan Al Aqsha? .. dst.

🌸 Tidak semua pertanyaan itu tercela

Bertanya tentunya ada yang baik dan bagus. Bahkan itu menjadi salah satu kunci terbukanya ilmu. Dalam Al Qur’an sendiri diceritakan banyak pertanyaan dari manusia tentang hal-hal baik dan bermanfaat, seperti:

– Yas’alunaka ‘anil anfaal (mereka bertanya kepadamu tentang harta rampasan perang)

– Yas’alunaka ‘anir ruuh (mereka bertanya kepadamu tentang ruh)

– Yas’alunaka ‘anil mahidh (mereka bertanya kepadamu tentang haid)

– Yas’alunaka ‘anil ahillah (mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit)

– Yas’alunaka ‘anis saa’ah (mereka bertanya kepadamu tentang kiamat)

– dll

Oleh karena itu, Syaikh Ismail Al Anshari Rahimahullah mengatakan:

وقد قسم العلماء السؤال إلى قسمين : أحدهما_ ما كان على وجه التعليم لما يحتاج إليه من أمر الدين ، فهذا مأمور به لقوله تعالى : ( فاسألوا أهل الذكر إن كنتم لا تعلمون ) وعلى هذا النوع تتنزل أسئلة الصحابة عن الأنفال والكلالة وغيرهما . والثاني _ ما كان على وجه التعنت والتكلف وهذا هو المنهي عنه

Para ulama telah membagi pertanyaan menjadi dua jenis.

📌 Pertama, pertanyaan untuk mengetahui hal yang dibutuhkan berupa urusan agama. Ini justru diperintahkan karena Allah Ta’ala berfirman: (Bertanyalah kepada ahludz dzikr jika kalian tidak mengetahui), dan pada jenis inilah turunnya pertanyaan para sahabat tentang Al Anfal (rampasan perang), Kalaalah, dan selain keduanya.

📌 Kedua, pertanyaan dengan kepentingan untuk menyakiti dan memberatkan, dan inilah yang dilarang.”

(At Tuhfah Ar Rabbaniyah, Syarah Hadits Arbain No. 9)

Allah ﷻ menegaskan larangan bertanya yang menyulitkan diri sendiri:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu.” (QS. Al Maidah: 101)

Imam Ibnu Katsir Rahimahullah mengatakan:

وإن تسألوا عن تفصيلها بعد نزولها تبين لكم، ولا تسألوا عن الشيء قبل كونه؛ فلعله أن يحرم من أجل تلك المسألة. ولهذا جاء في الصحيح: “إن أعظم المسلمين جُرْمًا من سأل عن شيء لم يحرم، فحرم من أجل مسألته”

“Dan jika kalian tanyakan penjelasannya setelah turunnya perintah niscaya akan dijelaskan kepada kalian, dan janganlah kalian menanyakan tentang sesuatu sebelum terjadinya, karena barangkali hal itu menjadi haram lantaran adanya pertanyaan itu. Oleh karena itu terdapat keterangan dalam hadits shahih: “Sesungguhnya orang muslim yang paling besar kejahatannya adalah orang yang menanyakan sesuatu yang tidak haram, lalu menjadi haram gara-gara pertanyaannya.” (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 1/380)

Imam Hasan Al Banna Rahimahullah menjelaskan:

وكل مسألة لا ينبني عليها عمل فالخوض فيها من التكلف الذي نهينا عنه شرعا , ومن ذلك كثرة التفريعات للأحكام التي لم تقع , والخوض في معاني الآيات القرآنية الكريمة التي لم يصل إليها العلم بعد ، والكلام في المفاضلة بين الأصحاب رضوان الله عليهم وما شجر بينهم من خلاف , ولكل منهم فضل صحبته وجزاء نيته وفي التأول مندوحة

Setiap persoalan yang amal tidak dibangun di atasnya -sehingga menimbulkan perbincangan yang tidak perlu- adalah kegiatan yang dilarang secara syar’i. Misalnya memperbincangkan berbagai hukum tentang masalah yang tidak benar-benar terjadi, atau memperbincangkan makna ayat-ayat Al-Quran yang kandungan maknanya tidak dipahami oleh akal pikiran, atau memperbincangkan perihal perbandingan keutamaan dan perselisihan yang terjadi di antara para sahabat (padahal masing-masing dari mereka memiliki keutamaannya sebagai sahabat Nabi dan pahala niatnya) Dengan tawil (menafsiri baik perilaku para sahabat) kita terlepas dari persoalan. (Ushul Isyrin No. 9)

3⃣ Berselisih dengan ajaran para Nabi ‘Alaihimussalam

Yaitu meninggalkan ajaran nabi dan mengambil ajaran lain selain ajaran para nabi, dalam konteks zaman kita tentu menyelisihi ajaran Nabi Muhammad ﷺ. Jika meninggalkan, menyelisihi, sudah cukup menjadi sebab kehancuran sebuah umat, maka apalagi memerangi ajaran para Nabi ‘Alaihimussalam, seperti mendeskreditkan Islam, phobia kepada hal-hal beraroma Islam, dan memusuhi para ulama yang tulus serta para pejuangnya.

Kita lihat lagi keterangan hadits dalam poin ke dua di atas:

كَانَ أَبُو هُرَيْرَةَ يُحَدِّثُ
أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَافْعَلُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلَافُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ

Abu Hurairah bercerita bahwa dia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: “Apa yang telah aku larang untukmu maka jauhilah. Dan apa yang kuperintahkan kepadamu, maka kerjakanlah dengan sekuat tenaga kalian. Sesungguhnya umat sebelum kalian binasa karena mereka banyak bertanya, dan sering BERSELISIH DENGAN PARA NABI mereka.”

(HR. Muslim no. 1337)

Imam Ibnu ‘Allan Rahimahullah mengatakan:

استفيد منه تحريم الاختلاف وكثرة المسائل من غير ضرورة، لأنه توعد عليه بالهلاك، والوعيد عن الشيء دليل تحريمه بل كونه كبيرة، ووجهه في الاختلاف أنه سبب تفرق القلوب ووهن الدين، وذلك حرام فسببه المؤدي إليه حرام

Faedah dari hadits ini adalah menunjukkan haramnya berselisih (dengan para nabi) dan banyak bertanya tanpa keperluan mendesak, karena hal itu dijanjikan dengan datangnya kebinasaan. Ancaman keras terhadap sesuatu menunjukkan haramnya hal tersebut bahkan dosa besar. Karena, berselisih itu menjadi sebab pecahnya hati dan lemahnya agama, dan hal itu haram. Maka apa pun yang menjadi sebab kepadanya dia haram juga.

(Dalilul Faalihin, 2/415)

Kemudian, apa yang tertera dalam hadits ini sejalan dengan firman Allah Ta’ala:

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“… maka hendaklah orang-orang yang menyelisihi perintah Rasul-Nya takut akan mendapat fitnah atau ditimpa azab yang pedih.

(QS. An-Nur, Ayat 63)

Syahidul Islam, Syaikh Sayyid Quthb Rahimahullah mengatakan:

{فليحذر الذين يخالفون عن أمره أن تصيبهم فتنة} أي بلاء {أو يصيبهم عذاب أليم} في الآخرة قال أبو حيان وظاهر الأمر الوجوب فلذا جعل في مخالفته إصابة الفتنة أو العذاب الأليم

(maka hendaklah orang-orang yang menyelisihi perintah Rasul-Nya takut akan mendapat cobaan) yaitu BALA- bencana (atau ditimpa azab yang pedih) yaitu di akhirat. Abu Hayyan berkata, secara zahir perintah menunjukkan kewajiban oleh karena itu menyelisihi Rasulullah ﷺ menjadi sebab datangnya musibah bencana dan azab yang pedih.

(Fi Zhilalil Quran, 5/402)

Berlalu sudah dalam sejarah manusia .., kaumnya Nabi Nuh, Nabi Luth, kaum ‘Aad, Tsamud, dan lainnya, yang menyelisihi ajaran para nabi mereka, lalu Allah Ta’ala binasakan mereka.

Kejayaan mereka hilang sekejap, dan saat ini kita bisa melihat kebenaran peristiwa kehancuran mereka melalui fosil-fosil mereka baik gedung, tiang, dan mayit mereka yang membatu.

Wallahu a’lam

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

Mari Ziarah ke Kubur Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

▪▫▪▫▪▫

Khususnya yg masih di Madinah ..

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

من زارني بعد موتي فكأنمازارني في حياتي

Brg siapa yg menziarahiku setelah aku wafat, maka seolah dia menziarahiku saat aku hidup.

(HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, 3/488. Al Hafizh Ibnu Hajar menjelaskan semua jalur hadits ini dhaif, tapi dishahihkan oleh hadits-hadits lainnya. Lihat At Talkhish Al Habir, 2/509)

Syaikh Ali Jum’ah Hafizhahullah berkata dalam salah satu fatwanya:

وقد أجمعت الأمة الإسلامية سلفًا وخلفًا على مشروعية زيارة النبي صلي الله عليه وسلم ، فذهب جمهور العلماء من أهل الفتوى في المذاهب إلى أنها سنة مستحبة, وقالت طائفة من المحققين : هي سنة مؤكدة, تقرب من درجة الواجبات, وهو المفتى به عند طائفة من الحنفية. وذهب الفقيه المالكي أبو عمران موسى بن عيسى الفاسي إلى أنها واجبة.

Umat Islam telah sepakat baik zaman dulu dan belakangan, bahwa disyariatkannnya ziarah ke kubur Nabi Shallallahu ‘Alaih wa Sallam.

Mayoritas ulama dari kalangan ahli fatwa berbagai madzhab mengatakan itu adalah sunnah yang disukai. Segolongan ulama muhaqqiq (peneliti) mengatakan: sunnah muakkadah, mendekati derajat wajib. Ini adalah segolongan mufti dari kalangan Hanafiyah.

Ada pun seorang ahli fiqih Malikiyah, Abu ‘Imran Musa bin ‘Isa Al Fasiy mengatakan bahwa ziarah kubur nabi adalah wajib. (Selesai)

Jika ada kesehatan, dan tanpa melupakan dan melalaikan kewajiban, silahkan berziarah ke kubur Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Wallahu A’lam

📘📗📔📒📕📙📓

✍ فريد نعمان حسن

scroll to top