Hewan Apa Yang Lebih Utama Buat Qurban?

💢💢💢💢💢💢💢

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah berkata tentang hal ini:

أجمع العلماء على أن الهدي لا يكون إلا من النعم ، واتفقوا: على أن الافضل الابل، ثم البقر، ثم الغنم. على هذا الترتيب. لان الابل أنفع للفقراء، لعظمها، والبقر أنفع من الشاة كذلك

“Ulama telah ijma’ (sepakat) bahwa hewan qurban itu hanya sah dari hewan ternak (An Naam).

Mereka juga sepakat bahwa yang lebih utama adalah unta (Ibil), lalu sapi/kerbau (Baqar), lalu kambing (Ghanam), demikianlah urutannya.

Alasannya adalah karena Unta lebih banyak manfaatnya (karena lebih banyak dagingnya, pen) bagi fakir miskin, dan demikian juga sapi lebih banyak manfaatnya dibanding kambing.”

( Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, 1/737. Darul Kitab Al ‘Arabi)

Jika memilih kambing, kambing yang seperti apa yang lebih utama?

Syaikh Abu Bakar bin Jabir Al Jazairi Rahimahullah menjelaskan:

“Hewan qurban paling utama adalah kambing Kibasy yang bertanduk, jantan, putih bercampur hitam di sekitar mata dan kakinya, karena rupa seperti itulah yang disukai Rasulullah ﷺ dan Beliau berqurban dengannya.

Aisyah Radhiallahu ‘Anha berkata: “Sesungguhnya Rasulullah ﷺ berqurban dengan Kibasy yang bertanduk, kaki-kakinya hitam, dan ada warna hitam di sekitar kedua matanya.” (HR. At Tirmidzi, dan dia menshahihkannya)

(Lihat Minhajul Muslim, Hal. 237. Cet. 4. 2012M/1433H. Maktabah Al ‘Ulum wal Hikam, Madinah Al Munawwarah)

Wallahu A’lam

🍃🌷☘🌴🌾🌸🌺🌻

✏ Farid Nu’man Hasan

Empat Hal Manisnya Ibadah

💢💢💢💢💢💢💢

‘Utsman bin’ Affan Radhiallahu ‘Anhu berkata:

وجدت حلاوة العبادة في أربعة أشياء؛ أولها في أداء فرائض الله والثاني في اجتناب محارم الله والثالث في الأمر بالمعروف ابتغاء ثواب الله والرابع في النهي عن المنكر اتقاء غضب الله

Aku dapati manisnya ibadah pada empat hal:

1. Menjalankan kewajiban-kewajiban dari Allah ﷻ

2. Menjauhi apa-apa yang diharamkan Allah ﷻ

3. Memerintahkan kebaikan dan mengharapkan balasan kebaikan dari Allah ﷻ

4. Mencegah kemungkaran dan menghindari kemurkaan Allah ﷻ

📚 Faraid Al Kalam Lil Khulafa’ Al Kiram, Hal. 278

📙📘📗📕📒📔📓

✍ Farid Nu’man Hasan

Suami Menyebut Prilaku Istri Seperti Ibu kandungnya, Apakah Zhihar?

💢💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Terkait mendzihar istri, apakah juga dikatakan dzihar kalau tingkah laku istri disamakan dengan ibu kandung atau hal lain diluar fisik?

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim ..

Turunnya ayat zhihar, berawal dari seorang suami yang menyamakan fisik istrinya seperti ibunya. ZHIHAR, diambil dari kata Azh Zhahr yg artinya PUNGGUNG.

Zhihar adalah seorang suami berkata kepada istrinya punggungmu seperti punggung ibuku, dengan maksud menyamakannya.

Hal ini tercantum dalam surat Al Mujadilah ayat 1-4, silahkan perhatikan:

قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ

Sungguh, Allah telah mendengar ucapan perempuan yang mengajukan gugatan kepadamu (Muhammad) tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah, dan Allah mendengar percakapan antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.

(QS. Al-Mujadilah, Ayat 1)

الَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْكُمْ مِنْ نِسَائِهِمْ مَا هُنَّ أُمَّهَاتِهِمْ ۖ إِنْ أُمَّهَاتُهُمْ إِلَّا اللَّائِي وَلَدْنَهُمْ ۚ وَإِنَّهُمْ لَيَقُولُونَ مُنْكَرًا مِنَ الْقَوْلِ وَزُورًا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ لَعَفُوٌّ غَفُورٌ

Orang-orang di antara kamu yang menzihar istrinya, (menganggap istrinya sebagai ibunya, padahal) istri mereka itu bukanlah ibunya. Ibu-ibu mereka hanyalah perempuan yang melahirkannya. Dan sesungguhnya mereka benar-benar telah mengucapkan suatu perkataan yang mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf, Maha Pengampun.

(QS. Al-Mujadilah, Ayat 2)

وَالَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا ۚ ذَٰلِكُمْ تُوعَظُونَ بِهِ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Dan mereka yang menzihar istrinya, kemudian menarik kembali apa yang telah mereka ucapkan, maka (mereka diwajibkan) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepadamu, dan Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.
(QS. Al-Mujadilah, Ayat 3)

فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا ۖ فَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَإِطْعَامُ سِتِّينَ مِسْكِينًا ۚ ذَٰلِكَ لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ۚ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ ۗ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Maka barangsiapa tidak dapat (memerdekakan hamba sahaya), maka (dia wajib) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Tetapi barangsiapa tidak mampu, maka (wajib) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah agar kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang-orang yang mengingkarinya akan mendapat azab yang sangat pedih.

(QS. Al-Mujadilah, Ayat 4)

Bagaimana SEBAB TURUNNYA AYAT INI?

Dalam kitab Asbabun Nuzul-nya Al Wahidiy, diceritakan dari Aisyah Radhiyallahu Anha:

Bahwa Khaulah binti Tsa’labah mengadu ke Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Sallam tentang suaminya (Aus bin Ash Shamit) yg telah menzhihar-nya karena dia sudah mulai tdk muda, sudah gemuk, seperti ibunya.

Maka turunkah ayat-ayat di atas.

Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu bercerita: “Aus bin Ash Shamit menzhihar istrinya, Khaulah binti Tsa’labah, setelah dia sudah tua, tidak kuat lagi tulangnya, lalu turunlah ayat tersebut.”

(Al Wahidiy, Asbabun Nuzul, Hal. 298-299)

Nah, seorang suami menyamakan fisik istri dengan ibunya dan dibarengi niat atau maksud menyerupakan maka itulah zhihar. Pelakunya dikenai hukum-hukum zhihar. Ada pun jika tidak berniat zhihar, tidaklah jatuh zhihar. Inilah pendapat mayoritas ulama.

Lalu, bagaimana menyerupakan istri dengan perilaku ibunya, “Perbuatanmu/tingkah lakumu seperti tingkah laku ibuku”, maka ini kalimat yang tidak sharih (jelas-lugas) dalam zhihar. Apalagi jika tidak dibarengi niat zhihar, maka ini sama sekali tidak jatuh hukum zhihar.

Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan:

إنْ كَانَ مَقْصُودُهُ أَنْتِ عَلَيَّ مِثْلُ أُمِّي وَأُخْتِي فِي الْكَرَامَةِ فَلا شَيْءَ عَلَيْهِ . وَإِنْ كَانَ مَقْصُودُهُ يُشَبِّهُهَا بِأُمِّهِ وَأُخْتِهِ فِي ” بَابِ النِّكَاحِ ” فَهَذَا ظِهَارٌ عَلَيْهِ

Jika maksud dia berkata “Kamu semisal ibuku dan saudara perempuanku” adalah untuk penghormatan, maka ini tidak apa-apa. Tapi, jika maksudnya adalah penyerupaannya kepada ibu atau saudara perempuannya dalam konteks pernikahan, maka itu adalah zhihar.

(Majmu’ Al Fatawa, 34/5)

Sementara Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah mengatakan:

وَإِنْ قَالَ : أَنْتِ عَلَيَّ كَأُمِّي . أَوْ : مِثْلُ أُمِّي . وَنَوَى بِهِ الظِّهَارَ , فَهُوَ ظِهَارٌ , فِي قَوْلِ عَامَّةِ الْعُلَمَاءِ ; مِنْهُمْ أَبُو حَنِيفَةَ , وَصَاحِبَاهُ , وَالشَّافِعِيُّ , وَإِسْحَاقُ . وَإِنْ نَوَى بِهِ الْكَرَامَةَ وَالتَّوْقِيرَ , أَوْ أَنَّهَا مِثْلُهَا فِي الْكِبَرِ , أَوْ الصِّفَةِ , فَلَيْسَ بِظِهَارٍ . وَالْقَوْلُ قَوْلُهُ فِي نِيَّتِهِ” اهـ

Jika seseorang berkata kepada istrinya: “Bagiku Engkau seperti ibuku”, atau “semisal ibuku”, dengan maksud zhihar maka ini adalah zhihar, menurut mayoritas ulama, diantaranya: Abu Hanifah dan dua sahabatnya (Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan), Asy Syafi’iy, dan Ishaq.

Tapi, jika niatnya untuk penghormatan dan pemuliaan, atau dia seperti ibunya dalam hal ukuran tubuhnya, dan sifatnya, maka itu bukan zhihar. Perkataan itu dilihat berdasarkan niatnya.

(Al Mughniy, 11/60)

Demikian. Wa Shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa’ala Aalihi wa shahbihi wa sallam

🌿🌸🌳🍀🍁🍃🌷

✍ Farid Nu’man Hasan

Da’wah Itu Melelahkan dan Pahit

💦💦💦💦💦💦💦💦

Allah Ta’ala berfirman:

أَمۡ حَسِبۡتُمۡ أَن تَدۡخُلُواْ ٱلۡجَنَّةَ وَلَمَّا يَأۡتِكُم مَّثَلُ ٱلَّذِينَ خَلَوۡاْ مِن قَبۡلِكُمۖ مَّسَّتۡهُمُ ٱلۡبَأۡسَآءُ وَٱلضَّرَّآءُ وَزُلۡزِلُواْ حَتَّىٰ يَقُولَ ٱلرَّسُولُ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَعَهُۥ مَتَىٰ نَصۡرُ ٱللَّهِۗ أَلَآ إِنَّ نَصۡرَ ٱللَّهِ قَرِيبٞ

Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan dan diguncang (dengan berbagai cobaan), sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, “Kapankah datang pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.

(QS. Al-Baqarah: 214)

📌 Da’wah adalah jalan para nabi

📌 Jalan yang teramat panjang dan melelahkan, tidak pernah henti

📌 Di jalan ini Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam dibakar Namrudz

📌 Di jalan ini Nabi Musa ‘Alaihissalam dan pengikutnya dikejar-kejar Fir’aun

📌 Di jalan ini Rasulullah ﷺ dituduh gila, tukang sihir, pemecah belah

📌 Di jalan ini Rasulullah ﷺ dan sahabatnya diembargo selama tiga tahun di tahun ketujuh da’ wahnya sampai kelaparan

📌 Di jalan ini Said bin Jubeir dipancung penguasa zalim Al Hajjaj

📌 Di jalan ini imam empat madzhab dimusuhi penguasa

📌 Di jalan ini Imam An Nawawi terusir ke Nawa

📌 Di jalan ini Imam Ibnu Taimiyah mendekam di penjara

📌 Di jalan ini Hasan Al Banna dibunuh kaki tangan Raja Faruq

📌 Di jalan ini Sayyid Quthb dibunuh ditiang gantungan Jamal Abdun Nashir

📌 Di jalan ini Buya Hamka dipenjara

📌 Maka.. Jika aktifis Islam, pelanjut perjuangan mereka, jujur dan benar dalam da’wahnya pastilah akan menemui apa yang pendahulunya rasakan

📌 Dituduh, difitnah, diusir dari negerinya, diancam bunuh, dipenjara, bahkan memang dibunuh.

📌 Inilah sunnatullah bagi para pejuang yang tulus dan jujur atas perjuangannya..

📌 Hari ini, segala tuduhan dan stigma dilabelkan kepada aktifis Islam: radikal, anti NKRI, intoleran..

📌 Pelabelan yang bias makna dan batasannya, karena bagi mereka memang itu tidak penting

📌 yang penting bagi mereka adalah membusukkan para da’i dan aktifis Islam secara membabi buta

📌 Istilah-istilah yang biasa dipakai aktivis pun dijadikan acuan ciri radikal: halaqah, liqo, dauroh…

📌 Dan akhirnya.. Hanya kepada Allah Ta’ala kita memohon kekuatan dan pertolongan dari tipu daya syetan dalam bentuk jin dan manusia

وَإِذۡ يَمۡكُرُ بِكَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ لِيُثۡبِتُوكَ أَوۡ يَقۡتُلُوكَ أَوۡ يُخۡرِجُوكَۚ وَيَمۡكُرُونَ وَيَمۡكُرُ ٱللَّهُۖ وَٱللَّهُ خَيۡرُ ٱلۡمَٰكِرِينَ

Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan tipu daya terhadapmu (Muhammad) untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka membuat tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Allah adalah sebaik-baik pembalas tipu daya.

(QS. Al-Anfal, Ayat 30)

Wallahu A’lam wa Lillahil ‘Izzah

🍃🌸🌴🌵🌷🌿🌺🌳

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top