Belajar Ushul Fiqih

💢💢💢💢💢💢💢💢

1⃣ Muqadimah

Kata Ushul al Fiqh, merupakan susunan idhafi yaitu mudhaf dan mudhaf ilaih. Mudhafnya adalah USHUL, mudhaf ilaih-nya adalah Al FIQH.

Al Ushul ( الأصول) adalah jamak (plural), dari Al Ashl (الأصل), yang berarti: dasar, asas, pondasi, akar, dan pokok/prinsip. Dia adalah lawan kata dari Al Far’u, yang artinya cabang.

Sehingga jika disebut:

– ashlusy sya’r, artinya akar rambut
– ashlusy syajarah, artinya akar pohon
– ashlul bait, artinya pondasi rumah
– dalam ilmu hadits sering disebut, laisa lahu ashlan, artinya hadits tersebut tidak ada dasarnya
– Ushul al ‘Isyrin, artinya dua puluh prinsip dasar

Dari kata Al Ashl inilah dalam bahasa Indonesia dikenal kata asal dan asli.

Sedangkan kata Al FIQH, kata dasarnya adalah faqaha, yang arti secara bahasa (etimologis) adalah memahami. Orang yang memiliki pemahaman fiqih adalah faqih, jamaknya fuqaha.

Allah Ta’ala berfirman:

لهم قلوب لا يفقهون بها

Mereka punya hati, tetapi mereka tidak mau memahami dengannya. (QS. Al A’raf: 179)

Dalam hadits juga disebut:

مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

Siapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah maka akan dipahamkan agama baginya.

(HR. Bukhari no. 3116)

Ada pun secara terminologi, Al Fiqh adalah:

معرفة الأحكام الشرعية التي طريقها الاجتهاد

Pengetahuan tentang hukum-hukum syar’i yang didapatkan melalui jalan ijtihad.

(Imam Al Haramain, Al Waraqat, Hal. 7)

Jadi, Ushul Al Fiqh adalah ilmu tentang prinsip dasar dalam menggali hukum-hukum syariat agama.

💢💢💢💢💢💢💢

2⃣ Sejarah Ushul Al Fiqh

Ada tiga fase perkembangan Ushul Al Fiqh:

1. Fase ta’sis dan tadwin, peletakkan batu pertama dan pengkodifikasian. Ini sejak akhir abad kedua hijriyah sampai akhir abad keempat.

Ini dipelopori oleh Imam Asy Syafi’i Rahimahullah. Dia orang pertama yang mampu memadukan antara produk fiqihnya ahli hadits (yang dibangun Imam Malik di Madinah) dan fiqihnya ahli ra’yi (kaum rasionalis di Iraq yang dipelopori Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya). Sebab, Imam Asy Syafi’i pernah menimba ilmu kepada Imam Malik dan murid-muridnya Imam Abu Hanifah. Sehingga Imam Al Ghazali menyebutkan bahwa Ushul Al Fiqh adalah ilmu yang paling afdhal, sebab ilmu ini memadukan antara wahyu dan akal. Dan, Imam Asy Syafi’i adalah bintangnya, melalui karyanya Ar Risalah. Dunia fiqih saat itu yang menjadi hal yang sulit bagi ahli hadits (karena hanya dikuasai oleh ahli fiqih) menjadi tercerahkan semenjak pencerahan Imam Asy Syafi’i.

Sampai-sampai Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah mengatakan:

كان الفقه قفلا علي اهله حتي فتحه الله بالشافعى

Dahulu ilmu fiqih tergembok atas pemiliknya, sampai akhirnya Allah bukakan melalui Asy Syafi’i.

(Tahdzibul Asma wal Lughat, 1/61)

Beliau juga berkata:

لولا الشافعي ما عرفنا فقه الحديث

Seandainya bukan karena Asy Syafi’i niscaya kami tidak tahu bagaimana memahami hadits. (Ibid)

Dahulu ahli hadits adalah paling tahu tentang sanad dan validitas hadits, namun ahli fiqih yang paling tahu apa maknanya. Ibarat tukang sayur yang paham mana sayur berkualitas, tapi juru kokilah yang paling tahu mengolahnya menjadi makanan lezat. Semenjak Imam Asy Syafi’i, ahli hadits pun juga mampu memahami fiqih haditsnya.

2. Fase Ittijah al Haditsi, yaitu fase orientasi hadits.

Maksudnya paradigma berpikir dalam Ushul Fiqih yg telah dibangun oleh ulama sebelumnya diperkuat lagi oleh ulama selanjutnya dengan hadits-hadits. Ini dari awal abad ke-5 sampai akhir abad ke-7 Hijriyah.

Fase ini, di Timur dipelopori oleh Imam Abu Manshur al Baghdadi, di Baghdad, dengan kitabnya Al Faqih wal Mutafaqih. Ada pun di Barat (Maroko/Maghrib), dipelopori oleh Imam Ibnu Abdil Bar dengan kitabnya Jaami’ Bayan al ‘Ilmi wa Fadhlihi.

3. Fase Ishlah, fase perbaikan dan penyempurnaan, sejak abad ke-7 sampai abad ke-10.

Ini dilakukan oleh Imam Ibnu Taimiyah dan Imam Ibnul Qayyim. Mereka melakukan perbaikan atas bagian-bagian yg dianggap tidak sesuai metode salaf, seperti pemahaman ahli kalam yg ikut masuk ke dalam Ushul Fiqh.

Demikian fase perkembangan Ushul Fiqih, yg kami ringkas dari Syaikh Muhammad bin Husain bin Hasan Al Jizani dalam bukunya “Ma’alim Ushul al Fiqh ‘Inda Ahli as Sunnah wa Jama’ ah.” Cet. 2, 1427. Penerbit, Dar Ibnu al Jauzi. Juga sedikit tambahan dari sumber lainnya..

🌺🌴🌵🌷🌿🌸🍃🌻

✍ Farid Nu’man Hasan

Mulut Penuh Ludah/Dahak Saat Shalat, Apa yang Mesti Dilakukan?

▫▪▫▪▫▪▫▪▫▪

❓PERTANYAAN:

Assalamualaikum ustadz, Kalau dahak gimana ust, dalam sholat kita batuk berdahak, ditelan atau gmn…(+62 852-4715-xxxx)

💡JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ..

Dahak bukan najis, bukan pula makanan dan minuman, maka menelannya tidak membatalkan shalat, tapi membuangnya lebih baik yaitu dengan tisu atau sapu tangan. Kalau pun mau dibuang, Jangan dibuang ke arah kiblat dan jangan pula ke kanan. Tapi ke kiri ke bawah kaki, atau dia sediakan wadah disebelah kirinya jika dia shalat sendiri. Lebih utama adalah ke tisu, sapu tangan, atau ke pakaiannya.

Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid Hafizhahullah mengatakan:

وحيث إن البلغم طاهر ، وليس بطعام ولا بشراب ، ولا في معناهما : فإذا بلعه المصلي وهو في الصلاة فصلاته صحيحة ، وخاصة إذا غلبه ، ولم يتمكن من إخراجه في منديل ونحوه

Dahak itu suci, bukan makanan dan bukan minuman, bukan bermakna keduanya. Maka, jika seorang yg shalat menelannya maka shalatnya tetap sah. Khususnya jika dahak tersebut begitu banyak dan tidak mungkin dia mengeluarkannya ke sapu tangan dan semisalnya.

وبلع البلغم مستقذر عادة ، والمشروع : أن الرجل يخرجه في منديل أو نحوه ، ولا يبتلعه

Menelan dahak adalah kebiasaan buruk. Yang diperintah syariat adalah mengeluarkanmya dengan sapu tangan dan semisalnya, bukan menelannya.

(Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 144970)

Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizhahullah mengatakan:

فالبصاق في الصلاة لا مانع منه، سوى ما ثبت من تخصيصه بالنهي وهو البصاق إلى جهة القبلة أو اليمين، بدليل قوله صلى الله عليه وسلم: إذا كان أحدكم في الصلاة فإنه يناجي ربه، فلا يبزق بين يديه ولا عن يمينه، ولكن عن شماله تحت قدمه. وهذا لفظ مسلم

Meludah saat shalat tdk terlarang KECUALI yang memang secara khusus dilarang oleh syariat, yaitu meludah ke arah kiblat atau kanan. Hal ini berdasarkan hadits:

Jika seorang kamu sdg shalat maka dia sedang bermunajat kepada Rabbnya, maka janganlah meludah ke depan atau ke kanan tetapi hendaknya ke kiri ke bawah kakinya. Hadits ini menurut lafaz Imam Muslim

وقال الحافظ ابن حجر في الفتح: وقد اتفقوا على جواز البصاق في الصلاة. انتهى

Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan dalam Fathul Bari: Para ulama sepakat bahwa meludah itu boleh saat shalat.

وقال النووي في شرح صحيح مسلم: فيه نهي المصلي عن البصاق بين يديه وعن يمينه، وهذا عام في المسجد وغيره. انتهى

Imam An Nawawi mengatakan dalam Syarh Shahih Muslim: “Dalam hadits ini terdapat larangan meludah ke depan dan kanan, dan ini berlaku umum baik shalat di masjid atau di luar masjid.

وعليه، فلا حرج في البصاق في الوعاء المذكور إذا لم يكن إلى جهة اليمين أو القبلة

Atas dasar itu, maka tidak apa-apa meludah pada wadah jika wadah tersebut tidak di sisi kanan atau kiblat.

(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 57489)

Lebih aman adalah pakai sapu tangan atau tisu, mengingat masjid zaman sekarang adalah karpet, tegel, atau sajadah, maka tidak baik juga jika itu diludahi.

Demikian. Wallahu A’lam

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

Tiga Hal yang Termasuk Kesabaran

▪▫▪▫▪▫▪▫▪▫

Imam Sufyan Ats Tsauriy Rahimahullah berkata:

ثلاثة من الصبر: لا تحدث بمصيبتك، ولا بوجعك، ولا تُزَكِّ نفسك.

Tiga hal yang termasuk kesabaran:

1. Jangan bicarakan musibah yang menimpamu

2. Jangan pula bicarakan rasa sakitmu

3. Jangan memuji diri sendiri

📚 Imam Abu Nu’aim, Hilayatul Auliyaa, no. 9397

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

Keuntungan Bagi yang Sering ke Masjid

💢💢💢💢💢💢💢💢

Memakmurkan masjid -baik shalat, menuntut ilmu, i’tikaf, kebaikan lainnya- itu nikmat dan menguntungkan. Kalau tidak yakin, berikut ini beberapa buktinya.

1⃣ Allah Ta’ala menyebut orang yang memakmurkan masjid adalah MU’MIN (Orang beriman)

Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّمَا يَعۡمُرُ مَسَٰجِدَ ٱللَّهِ مَنۡ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَلَمۡ يَخۡشَ إِلَّا ٱللَّهَۖ فَعَسَىٰٓ أُوْلَٰٓئِكَ أَن يَكُونُواْ مِنَ ٱلۡمُهۡتَدِينَ

Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta (tetap) melaksanakan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada apa pun) kecuali kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk.

(QS. At-Taubah, Ayat 18)

Ada pun dalam hadits, Dari Abu Sa’id Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إذا رأيتم الرجل يتعاهد المسجد فاشهدوا له بالإيمان فإن الله تعالى يقول ( إنما يعمر مساجد الله من آمن بالله واليوم الآخر وأقام الصلاة وآتى الزكاة ) الآية

Apabila kamu sekalian melihat seseorang yang biasa ke masjid maka saksikanlah bahwa ia benar-benar beriman. Allah ‘azza wajalla berfirman : “Innamaa ya’muru masaajidallaahi man aamana billaahi wal yaumil aakhir wa aqaamash shalah wa aataz zakaah” (Sesungguhnya yang memakmurkan masjid-masjid Allah adalah orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menegakkan shalat dan menunaikan zakat).

(HR. At Tirmidzi No. 2617, Ibnu Majah No. 802, Ahmad No. 11725)

Hadits ini dihasankan oleh Imam At Tirmidzi, Imam An Nawawi, Syaikh Muhammad Ibrahim, Syaikh Ibnu Jibrin, dan lainnya.

Tapi SHAHIH, menurut Imam Al Hakim (Al Mustadrak No. 3280),juga Imam Adz Dzahabi Talkhishnya. Imam Ibnu Hibban, Imam Ibnu Khuzaimah juga memasukkanya dalam kitab Shahih mereka. (Ibnu Hibban No. 1721, Ibnu Khuzaimah No. 1502). Dishahihkan oleh Imam Al Munawi. (At Taysir, 1/198), juga Imam As Sakhawi (Maqashid Al Hasanah Hal. 87), Imam Al ‘Ajluni (Kasyful Khafa, 1/90), dan Syaikh Ahmad Mushthafa Al A’zhami dalam Tahqiq Ibni Khuzaimah. (Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyah No. 54303), Tapi Syaikh Al Albani mendhaifkannya, tapi menurutnya secara makna shahih. (Tahqiq Riyadhishshalihin, 1067)

2⃣ Di akhirat Allah Ta’ala akan memberikan perlindungan

Di akhirat, hari yang tidak ada perlindungan dan naungan, kecuali perlindungan dan naungan Allah, ada tujuh golongan manusia yang akan dijaga. Salah satunya adalah orang yang hatinya terpaut dgn masjid.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ

Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya;

1. pemimpin yang adil,
2. seorang pemuda yang menyibukkan dirinya dengan ‘ibadah kepada Rabbnya,
3. seorang laki-laki yang hatinya terpaut dengan masjid,
4. dua orang laki-laki yang saling mencintai karena Allah;
5. mereka tidak bertemu kecuali karena Allah dan berpisah karena Allah,
6. seorang laki-laki yang diajak berbuat maksiat oleh seorang wanita kaya lagi cantik lalu dia berkata, ‘Aku takut kepada Allah’,
7. dan seorang yang bersedekah dengan menyembunyikannya hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya, serta seorang laki-laki yang berdzikir kepada Allah dengan mengasingkan diri hingga kedua matanya basah karena menangis.”

(HR. Bukhari no. 660)

3⃣ Langkah ke masjid dihitung pahala, sekaligus penghapus dosa

Maka, positif thingking jika rumah kita agak jauh dari masjid; yaitu semakin banyak langkah.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ حِينَ يَخْرُجُ الرَّجُلُ مِنْ بَيْتِهِ إِلَى مَسْجِدِهِ فَرِجْلٌ تُكْتَبُ حَسَنَةً وَرِجْلٌ تَمْحُو سَيِّئَةً

Dari Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ketika seseorang keluar dari rumahnya menuju masjid, maka tiap langkah satu kakinya dicatat satu kebaikan dan dari kakinya yang satu lagi sebagai penghapus satu kejelekan.”

(HR. An Nasa’ i no. 705, Shahih)

Wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa’ ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam

🌷☘🌺🌴🍃🌸🌾🌻

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top