Amplop Kondangan Sama Dengan Hutang?

💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz… Saya mau bertanya, tentang amplop undangan yang diberi nama seolah-olah itu hutang yang harus dikembalikan yang sama jumlahnya pada saat kita yang memberi amplop mengadakan hajatan!

📬 JAWABAN

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Bismillahirrahmanirrahim…

Tidak demikian, hutang piutang itu jika sama-sama diketahui oleh kedua pihak dan diakadkan untuk hutang piutang.

Hutang atau pinjaman adalah:

دَفْعُ مالٍ إرفاقاً لمن ينتفع به ويردّ بدله‏

Menyerahkan harta secara rela/mufakat kepada orang yang akan memanfaatkannya dan dia akan mengembalikan penggantinya.

Rukunnya ada tiga, menurut mayoritas ulama yakni:

الصيغة: وهي الإيجاب والقبول

العاقدان: وهما المقرض والمقترض

المعقود عليه، وهو المال المقرض

1. Kalimat ijab qabul
2. Ada dua orang yang berakad, yaitu yang memberikan hutang dan peneriman hutang
3. Ada barang atau harta yang dihutangkan.

Kemudian syarat hutang piutang adalah :

أن يكون معلوم القدر والوصف عند القرض – كيلاً أو وزنًا أو عددًا – ليتمكن من رد بدله

Hendaknya diketahui kadar dan sifatnya ketika dipinjamkan, baik berat, timbangan, dan jumlah, untuk bisa dikembalikan secara baik.

Dari rukun dan syaratnya saja sudah tidak terpenuhi.

Pemberian angpau yang diamplop atau kado (yang tertutup) sudah tidak sesuai syarat hutang piutang yang harus jelas takaran, jumlahnya, sejak awal.

Jadi angpau itu adalah hadiah, bukan hutang. Itu tradisi yang baik (al ‘Urf ash Shahih) yang tidak bertentangan dengan agama. Sebagai bentuk ekspresi ikut berbahagianya tamu sebagaimana tuan rumah.

Demikian. Wallahu A’lam

🌿🌺🌷🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Hukum Muslim Memakai Kalung Salib

💢💢💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum ustad mau nanya..apakah boleh seorang muslim memakai kalung salib?
Syukron ustad (+62 816-1506-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Salib adalah simbol khas non muslim, yaitu Nasrani. Simbol penuhanan kepada Nabi Isa ‘Alaihissalam, padahal dia bagi kita bukan Tuhan tapi hamba dan RasulNya, dan juga simbol kedustaan sebab Nabi Isa’ Alaihissalam tidaklah mati dan tidak pula disalib.

Memakai simbol khas agama lain apa pun bentuk dan jenisnya adalah terlarang. Khusus Nasrani, sampai Abdullah bin Umar Radhiallahu ‘Anhuma, mengatakan bahwa Nasrani adalah musyrik:

وَلَا أَعْلَمُ مِنَ الْإِشْرَاكِ شَيْئًا أَكْبَرَ مِنْ أَنْ تَقُولَ الْمَرْأَةُ رَبُّهَا عِيسَى

Aku tidak ketahui suatu kesyirikan yang lebih besar dibanding seorang wanita yang berkata Tuhannya adalah Isa. (HR. Bukhari no. 5258)

Memakai simbol khas keagamaan mereka terlarang jelas sebagaimana hadits dari Aisyah Radhiallahu ‘Anha katanya:

إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَكُنْ يَتْرُكُ فِي بَيْتِهِ شَيْئًا فِيهِ تَصَالِيبُ إِلا نَقَضَهُ

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak pernah meninggalkan/membiarkan apa pun di rumahnya sesuatu yang berbentuk Salib pastilah dia mematahkannya. (HR. Bukhari no. 5952)

Dalam hadits lainnya:

لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا لَا تَشَبَّهُوا بِالْيَهُودِ وَلَا بِالنَّصَارَى فَإِنَّ تَسْلِيمَ الْيَهُودِ الْإِشَارَةُ بِالْأَصَابِعِ وَتَسْلِيمَ النَّصَارَى الْإِشَارَةُ بِالْأَكُفِّ

Bukan golongan kami orang yang menyerupai selain kami, janganlah kalian menyerupai orang Yahudi dan Nasrani, sesungguhnya orang Yahudi memberikan salam berupa isyarat dengan jari tangan, sedangkan salamnya orang orang Nashrani adalah memberikan isyarat dengan telapak tangan.”

(HR. At Tirmidzi no. 2695. Syaikh Abdul Qadir Al Arna’uth, bahwa hadits ini memiliki syawahid yang membuatnya menjadi kuat. (Raudhatul Muhadditsin No. 4757)

Dalam hadits lain:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk kaum tersebut.(HR. Abu Daud no. 4031)

Imam Al ‘Ajluni mengatakan, sanad hadits ini shahih menurut Imam Al ‘Iraqi dan Imam Ibnu Hibban, karena memiliki penguat yang disebutkan oleh Imam As Sakhawi di atas. (Imam Al ‘Ajluni, Kasyful Khafa, 2/240). Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan sanadnya hasan. (Imam Abu Thayyib Syamsul ‘Azhim, Aunul Ma’bud, 11/52)

Ketika menjelaskan hadits-hadits di atas, Imam Abu Thayyib mengutip dari Imam Al Munawi dan Imam Al ‘Alqami tentang hal-hal yang termasuk penyerupaan dengan orang kafir:

“Yakni berhias seperti perhiasan zhahir mereka, berjalan seperti mereka, berpakaian seperti mereka, dan perbuatan lainnya.” (Imam Abu Thayyib Syamsul ‘Azhim, ‘Aunul Ma’bud, 11/51)

Imam Abu Thayyib Rahimahullah juga mengatakan:

Lebih dari satu ulama berhujjah dengan hadits ini bahwa dibencinya segala hal terkait dengan kostum yang dipakai oleh selain kaum muslimin. (Ibid, 11/52)

Bahkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah melarang memakai baju yang dicelup ‘Ushfur, itu pakaian khas orang kafir saat itu, padahal tidak ada gambar salibnya. Maka, apalagi jika ada Salibnya?

عن عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ : رَأَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيَّ ثَوْبَيْنِ مُعَصْفَرَيْنِ فَقَالَ ” إِنَّ هَذِهِ مِنْ ثِيَابِ الْكُفَّارِ فَلا تَلْبَسْهَا “

Dari Abdullah bin Amr bin al ‘Ash, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melihatku memakai dua pakaian yang tercelup’ Ushfur (warna merah), Beliau bersabda: “Ini pakaiannya orang-orang kafir, janganlah kau memakainya.” (HR. Muslim no. 2077)

Syaikh Ahmad Syakir Rahimahullah mengatakan:

هذا الحديث يدل بالنص الصريح على حرمة التشبه بالكفار في الملبس ، وفي الحياة والمظهر ، ولم يختلف أهل العلم منذ الصدر الأول في هذا

Ini hadits menunjukkan keterangan yang jelas haramnya meniru orang kafir dalam masalah pakaian dalam kehidupan, penampilan, dan para ulama tidak ada perbedaan pendapat dalam hal ini sejak awal Islam.

(Lihat Ta’liq-nya Syaikh Ahmad Syakir terhadap Musnad Ahmad, 10/19)

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌺🌷🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Memfoto Makanan Lalu Diupload ke Medsos

💢💢💢💢💢💢💢💢

Bismillahirrahmanirrahim..

Masalah ini termasuk yg sering ditanyakan di era medsos. Tadinya, kami tidak anggap ini pertanyaan penting. Ternyata sering ditanyakan di bbrp grup WA dan japri, membuat kami berpikir ternyata ini penting bagi mereka. Uniknya, semua yg bertanya adalah kaum hawa. Mungkin mereka lebih peka (peka atau baper?) dibanding kaum Adam. Bagi laki-laki bisa jadi berpikir, “Hadeuh.. yg begitu kok dipermasalahkan!”

Masalah ini sebenarnya sederhana saja, yaitu apa motivasi seseorang saat memfotonya lalu mengupload di medsosnya? Jika motivasinya, atau niat dan maksudnya baik, maka tentu ini dihukumi sebagai hal baik. Seperti untuk informasi saudara dan kawan, mengajar cara memasak dan menghidangkan makanan, dst.

Jika motivasinya buruk, maka itu pun dinilai buruk dan terlarang. Seperti untuk menyombongkan diri, sengaja memancing dengki orang lain, menunjukkan strata sosial melalui kemewahan makanannya, dst.

Kaidahnya adalah:

الأمور بمقاصدها

Perkara itu dinilai tergantung maksudnya

Kaidah ini berasal dari hadits terkenal:

انما الاعمال بالنيات وانما لكل امرئ ما نوى

Amal itu hanyalah karena niatnya, dan setiap manusia mendapatkan balasan sesuai apa yang diniatkannya. (HR. Muttafaq ‘Alaih)

Imam al Ghazali Rahimahullah menjelaskan pengaruh niat thdp nilai amal seseorg, Beliau berkata:

وَإِنَّمَا نَظَرَ إِلَى الْقُلُوبِ لأَِنَّهَا مَظِنَّةُ النِّيَّةِ ، وَهَذَا هُوَ سِرُّ اهْتِمَامِ الشَّارِعِ بِالنِّيَّةِ فَأَنَاطَ قَبُول الْعَمَل وَرَدَّهُ وَتَرْتِيبَ الثَّوَابِ وَالْعِقَابِ بِالنِّيَّةِ

Sesungguhnya Dia (Allah) melihat kepada hati lantaran hati adalah tempatnya niat, inilah rahasia perhatian Allah terhadap niat. Maka, diterima dan ditolaknya amal tergantung niatnya, dan pemberian pahala dan siksa juga karena niat. (Ihya Ulumuddin, 4/351)

Jadi, niat merekalah yang menjadi penentu atas apa yang mereka lakukan. Allah Ta’ala yang paling tahu apa yang mereka niatkan. Di sisi lain, mereka juga mesti melihat manfaat dan madharatnya.

Sedangkan dari sisi orang-orang yang melihat hal itu hendaknya berbaik sangka kepadanya, bahwa apa yang dilakukannya berasal dari niat, maksud, tujuan, dan motivasi yang baik. Hal ini sesuai arahan Al Quran:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱجۡتَنِبُواْ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعۡضَ ٱلظَّنِّ إِثۡمٞۖ

Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa.

(QS. Al-Hujurat, Ayat 12)

Imam Al ‘Aini menyebutkan:

إِحْسَان الظَّن بِاللَّه عز وَجل وبالمسلمين وَاجِب

Berbaik sangka kepada Allah dan kaum muslimin adalah wajib. (‘Umdatul Qaari, 20/133)

Demikian. Wallahu a’lam

Wa Shallallahu’ ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘alihi wa Shahbihi wa Sallam

🌷🍀🌿🌸🌻🍃🌳🍁

✍ Farid Nu’man Hasan

Cara Duduk Makmum Masbuq Saat Tasyahud Akhir

💢💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum wrwb. Sy berjamaah sholat magrib dgn suami.. Pada rakaat pertama sy batal, Berarti sy tertinggal satu rakaat. Bgmn posisi duduk sy oada rakaat ke dua.. Pada saat imam sdh rakaat terakhir.. Apakah seperti imam .. Ataukah Seperti tahiyarul awal… Demikian tks. Jazakumullah. Dyah Martini, Solo, +62 813-9306-xxxx (Ibadah)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃
Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim..

Cara duduk tasyahud akhir seorang makmum yang masbuq, diperselisihkan para ulama apakah tawaruk (seperti imam), ataukah iftirasy seperti tasyahud awal sebab si makmum hakikatnya baru tasyahud awal.

Pendapat pertama adalah tetap tawaruk ikuti imam. Seperti yang dikatakan oleh Syaikh Abdul Muhsin al ‘Abbad al Badr:

المسبوق إذا جاء والإمام في التشهد الأخير يجلس كجلوس الإمام وكجلوس المصلين الذين لم يسبقوا، فيجلس متوركاً كما جاءت في ذلك السنة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم، فالإمام يتورك ومن وراءه يتورك والمسبوق يتورك، ولا يعتبر نفسه أنه في التشهد الأول

Seorang masbuq jika dia bergabung dan imam dalam posisi tasyahud akhir maka hendaknya dia duduk seperti duduknya imam dan duduknya makmum lain yang tidak masbuq, maka hendaknya dia duduk tawaruk sebagaimana hal itu diambil dari Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Maka, imam tawaruk, makmum tawaruk, dan orang masbuq juga tawaruk. Dia tidak dianggap dirinya di tasyahud awal. (selesai)

Dalilnya adalah keumuman hadits:

إنما جعل الإمام ليؤتم به؛ فلا تختلفوا عليه

Sesungguhnya dijadikannya seseorang sebagai imam untuk diikuti, maka janganlah kalian menyelisihinya. (HR. Muslim)

Pendapat kedua adalah makmum yang masbuq hendaknya duduk iftirasy, sebab prinsip tata cara duduk dalam shalat itu tasyahud awal adalah iftirasy, sedangkan si masbuq secara ril masih tasyahud awal.

Imam al Bujairimi menjelaskan:

وجملة جلسات الافتراش ستة وهي: الجلوس بين السجدتين، وجلوس التشهد الأول، وجلوس الاستراحة، وجلوس المسبوق، وجلوس الساهي، وجلوس المصلي قاعدا للقراءة

Secara umum duduk iftirasy itu ada enam keadaan:

1. Saat duduk di natara6dua sujud

2. Duduk tasyahud awal

3. Duduk istirahat

4. Duduknya masbuq

5. Duduk ketika sujud sahwi

6. Duduk orang yang shalatnya duduk saat membaca surat

(Hasyiyah al Bujairimi ‘alal Khathib, 2/74)

Ada pun Malikiyah, bagi mereka duduk tasyahud shalat tidak ada iftirasy sama sekali, semua shalat baik yang dua kali tasyahud atau sekali, duduknya adalah tawaruk baik makmum atau imam. (Syaikh Wahbah az Zuhaili, Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, 2/853)

Maka, masalah ini diperselisihkan para ulama. Mana yang kita pakai tetaplah itu dalam rekomendasi para ulama dengan dalil-dalil yg mereka miliki. Silahkan pilih mana yang paling mudah bagi kondisi fisik kita, semuanya sah.

Demikian. Wallahu a’lam

🌷🍀🌿🌸🌻🍃🌳🍁

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top