Lock Down di Masa Silam, Masjid pun Ditutup Karena Wabah

💢💢💢💢💢💢

Imam adz Dzahabi Rahimahullah berkata:

وفي سنةِ ثمانٍ وأربعين وأربعمائةٍ كَانَ القَحْطُ عَظِيْماً بِمِصْرَ وَبَالأَنْدَلُس، وَمَا عُهِدَ قَحْطٌ وَلاَ وَبَاءٌ مِثْله بقُرْطُبَة، حَتَّى بَقِيَت المَسَاجِدُ مغلقَة بِلاَ مُصَلٍّ، وَسُمِّيَ عَام الْجُوع الكَبِيْر

Di tahun 448H terjadi kekeringan parah di Mesir dan Andalusia, dan di Qordoba tidak terjadi kekeringan dan wabah seperti itu, sampai-sampai MASJID2 DITUTUP TIDAK ADA ORANG SHALAT. Dinamakan tahun super kelaparan.

(Siyar A’lam an Nubala, 18/311)

Imam Ibnu Sa’ad Rahimahullah berkata tentang Masruq bin Ajda, pentolan tabi’in, di Saat terjadi wabah Tha’un:

كان يمكث في بيته أيام الطَّاعُونِ ويَقُولُ: أَيَّامُ تَشَاغُلٍ فَأُحِبُّ أَنْ أَخْلُوَ لِلْعِبَادَةِ فَكَانَ يَتَنَحَّى فَيَخْلُو لِلْعِبَادَةِ ,
قَالَت زوجته:
فَرُبَّمَا جَلَسْتُ خَلْفَهُ أَبْكِي مِمَّا أَرَاهُ يَصْنَعُ بِنَفْسِهِ وَكَانَ يُصَلِّي حَتَّى تَوَرَّمَ قَدَمَاهُ”.

Dahulu dia senantiasa berdiam diri di rumahnya saat wabah tha’un menyerang.

Ia berkata : “Ini adalah hari-hari hari sibuk dengan ibadah. Maka aku suka jika aku totalitas untuk ibadah.” Maka, dia pun bermunajat dan menyendiri di rumahnya.

Berkata Istrinya : “Maka aku duduk di belakangnya, aku menangis melihat apa yang ia perbuat atas dirinya. Ia shalat sampai kedua kakinya membengkak”.

(Thabaqat Ibn Sa’d, 6/81)

Imam Al Muqrizi bercerita tentang Tha’un th 749H:

و تعطل الأذان من عدة مواضع وبقي في الموضع المشهور بأذان واحد… و غلقت أكثر المساجد و الزوايا )

Adzan ditiadakan dari sejumlah daerah, untuk daerah yang masyhur diadakan adzan satu saja.. Ada pun masjid2 ditutup begitu pula tempat-tempat ibadah.

(as Suluk Lima’rifati Duwal al Muluk, 4/88)

Jadi, yang kemarin menanyakan kok masjid di tutup? Maka, sejak masa silam sudah terjadi jika Memang situasi harus seperti itu.

Jika masjid ditinggalkan maka apalagi mal, diskotik, cafe,.. Itu kerangka berpikirnya, yaitu qiyas aulawi. Alangkah baiknya jangan justru nyinyir terhadap fatwa ulama “masjid ditinggalkan, kok yang lain dibiarkan..”..

Seharusnya kita bisa berpikir sendiri, jika kondisi sedemikian genting sampai masjid saja dijauhi maka apalagi tempat keramaian lainnya..

Alhamdulilah.. Di Indonesia belum sampai seperti di Saudi, Qatar, Kuwait.. Yg sampai memfatwakan tutup masjid. Sedangkan MUI tidak sampai memfatwakan seperti itu..

Wallahu A’lam

🌷🌻🌿🍀🍃🌳🌸

Ikatlah Untamu, lalu tawakkal!

💢💢💢💢💢💢💢💢

Dari Amru bin Umayyah Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata:

قَالَ رَجُلٌ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أُرْسِلُ نَاقَتِي، وَأَتَوَكَّلُ؟، قَالَ: «اِعْقِلْهَا، وَتَوَكَّلْ»

Ada seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam:

“Apakah Unta betinaku ini aku lepas dan aku bertawakkal?”

Beliau bersabda: “Ikatlah, lalu tawakkal-lah!”

📚 HR. Ibnu Hibban no. 731

– Hadits ini sanadnya JAYYID (bagus), sebagaimana dikatakan oleh Imam adz Dzahabi. (Talkhis al Mustadrak, 3/623), dan Imam al Iraqi (Takhrijul Ihya’, 5/2316) sedangkan Imam az Zarkasyi mengatakan SHAHIH. (Faidhul Qadir, 2/7)

Penjelasan:

📌 Hadits ini menjelaskan rasionalitas dalam Islam, agar seorang hamba berusaha, ikhtiar, meraih atau mencari sebab, baru kemudian tawakkal (menyerahkan urusan kepada Allah Ta’ala).

📌 Berusaha dan ikhtiar manusia tidaklah menafikan tawakkal, justru itu memperkuatnya.

Imam al Munawi Rahimahullah mengatakan:

وذلك لأن عقلها لا ينافي التوكل الذي هو الاعتماد على الله …

Hal itu disebabkan, mengikat Unta tersebut tidaklah menafikan tawakkal yang merupakan upaya bersandar kepada Allah…

Lalu katanya:

وفيه بيان فضل الاحتياط والأخذ بالحزم

Dalam hadits ini terdapat penjelasan tentang keutamaan sikap hati-hati dan sigap. (Faidhul Qadir, 2/7)

📌 Oleh karena itu Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Salam, juga memakai baju besi dan membuat strategi saat perang, memerintahkan bekerja untuk mencari nafkah, memerintahkan menjauhi wabah penyakit, memerintahkan berobat saat sakit, dan lainnya, tidak hanya menyuruh doa, tawakkal, atau menanti keajaiban.

📌 Maka tidak dibenarkan masuk ke kandang singa yang buas tanpa pengaman atau pawang, atau nyeberang secara sembarang di jalan raya, duduk di rel kereta di jam sibuk kereta, lompat dari lantai 10 gedung, melawan arus sungai yang membahayakan, atau sengaja mendatangi daerah yg sedang wabah, … dll, dengan alasan mati itu di tangan Allah, mati sudah ada jadwalnya. Kalimat ini benar tapi tidak pada tempatnya.

📌 Ini namanya bunuh diri atau sengaja mengantarkan diri pada kebinasaan dan itu sangat terlarang dalam Al Qur’an. (QS. Al Baqarah: 195. An Nisa: 29)

📌 Tidak dibenarkan menyepelekan keadaan. Padahal seandainya Unta itu hilang, Unta itu tidak akan pergi jauh dan mudah dicari. Sebab, saat itu negeri muslim masih hanyalah kota kecil. Tapi, Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Salam tetap memerintahkan mengikatnya.

📌 Hadits ini sejalan dengan ayat:

فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

Apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.

(QS. Ali ‘Imran, Ayat 159)

Imam Ibnu Katsir menjelaskan:

أي إذا شاورتهم في الأمر وعزمت عليه فتوكل على الله فيه إن الله يحب المتوكلين

Yaitu jika engkau sudah musyawarah dengan mereka dalam sebuah urusan dan telah bertekad atas urusan itu, maka bertawakal lah kepada Allah karena Allah cinta orang-orang yang bertawakal.

(Tafsir Ibnu Katsir, 2/132)

– Umat Islam sama seperti manusia lainnya, mesti berjalan bersama sunnatullah kehidupan di bumi. Selain menjalankan as sabab asy syar’i (sebab yang syar’i), dia juga tidak mengabaikan as sabab al kauni (sebab yang rasional yang mesti dilakukan dalam kehidupan dunia).

Wallahul Muwafiq Ilaa Aqwaamith Thariq

🌷🌸🍃🌿🌻🍀🍄🌵

✍ Farid Nu’man Hasan

Tuduhan Kaum Neo Jabbariyah Dalam Menghadapi Wabah Corona

💢💢💢💢💢💢💢💢

📌 Jabbariyah atau jabriyah sebuah sekte sesat yang berideologi fatalis, yaitu semua hal yang terjadi pada diri manusia tidak ada sebab sama sekali dari manusia. Semuanya dari Allah, manusia itu majbur (dipaksa) bagai wayang yg tidak berkutik. Sehingga manusia cukup pasrah saja, nrimo, dan tawakkal.

📌 Lawan Jabbariyah adalah qadariyah, aliran sesat yang meyakini semua yang terjadi adalah semata-mata sebab manusia. Tidak ada peran dan sebab Allah, kecuali hanya saat menciptakan makhluk saja. Kedua kelompok ini sama-sama menyimpang.

📌 Hari ini, nampak gerakkan Jabbariyah ini muncul dalam bentuk protes-protes terhadap fatwa ulama yang membolehkan tidak shalat Junat dan jamaah.

📌 Disangkanya, itu fatwa untuk menjauhkan umat dari masjid dan mengkosongkannya. Sambil mengajarkan: “Seharusnya mal, diskotik, pasar, juga anjurkan dikosongkan”.

📌 Mereka lupa… tanpa ada kasus Corona pun para ulama sudah berkali-kali mengajarkan jauhi tempat-tempat maksiat, atau tempat-tempat yang sia sia.

📌 Dikira para ulama adalah orang-orang bodoh yang tidak paham apa itu iman, takut (khauf), harap (raja’), dan fungsi masjid sebagai tempat sentral pembinaan dan perjuangan umat

📌 Faktanya para penuduh ini adalah orang-orang yang tidak paham fiqih, tidak paham maqashid syariah, tapi semangatnya luar biasa.

📌 Segenap ulama dunia di Hai’ah Kibaril Ulama, Al Azhar, Qatar, Kuwait, UEA, juga di MUI, sudah mengeluarkan fatwa bahkan himbauan sementara waktu untuk menjauhi kerumunan termasuk di majsid saat shalat Jumat atau berjamaah. Semua ini dalam rangka MENYELAMATKAN NYAWA SEORANG MUSLIM, yang oleh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam lebih utama dibanding robohnya Ka’bah!

📌 Tentunya fatwa-fatwa tersebut tidak bisa diterapkan secara sembarang disemua daerah. Masing masing ada tingkat kedaruratan yang berbeda. Sehingga sangat mungkin fatwa tersebut belum pas dilaksanakan di beberapa tempat di Indonesia.

📌 Tapi sangat tidak dibenarkan, dan konyol, jika menganggap fatwa dan sikap tersebut dianggap lemah iman. Atau ajakan untuk lemah iman dan meninggalkan masjid. Inilah letak kesalahan Fiqih Prioritas kaum Neo Jabbariyah era Corona.

📌 Imam al Mardawi Rahimahullah berkata:

وَيُعْذَرُ فِي تَرْكِ الْجُمُعَةِ وَالْجَمَاعَةِ الْمَرِيضُ بِلَا نِزَاعٍ، وَيُعْذَرُ أَيْضًا فِي تَرْكِهِمَا لِخَوْفِ حُدُوثِ الْمَرَضِ

Diberikan udzur untuk meninggalkan shalat Jumat dan shalat Jamaah bagi orang yang sakit ini tidak ada perselisihan pendapat. Juga diberikan udzur meninggalkan shalat Jumat dan jamaah, karena TAKUT DITIMPA PENYAKIT.

(Al Inshaf, 2/300)

📌 Rasa takut dan khawatir, itu sudah cukup udzur. Ada pun nantinya kena atau tidak, itulah domainnya Tawakkal kepada Allah.

📌 Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizhahullah mengatakan:

ومن تخلف عن الصلاة في المسجد خوفا من الإصابة بالمرض، فإنه لا حرج عليه أيضا، وقد ذكر الفقهاء أن من الأعذار المبيحة للتخلف عن الجمعة والجماعة الخوف من حدوث المرض

Di antara manusia ada yang tidak berjamaah ke masjid karena khawatir tertular penyakit, maka ini TIDAK APA-APA. Para ahli fiqih telah menyebutkan di antara udzur yang membuat bolehnya tidak shalat Jumat dan jamaah adalah khawatir tertimpa penyakit.

(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 414331)

📌 Upaya-upaya rasional ini, bukan berarti mereka kurang iman, kurang tawakkal, tapi memang begitulah anjuran syariat. Sedangkan doa, menghindari maksiat, tawakkal, dan ibadah lainnya harus terus digalakkan.

📌 Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan jangan campur Unta yang sakit dengan Unta yang sehat. (HR. Muttafaq ‘Alaih)

📌 Larilah kamu dari orang yang kena Kusta seperti kamu lari menghindari singa. (HR. Muslim)

📌 Umar bin Khathab Radhiallahu ‘Anhu menghindari kota yang sedang wabah, menuju kota lain. Ini shahih Bukhari, dan masyhur kisahnya.

Dan lainnya. Semua ini menunjukkan upaya-upaya menghindari penyakit berbahaya itu adlh hal yang syar’i, dan masuk akal.

📌 Oleh karena itu Imam Zakariya al Anshari Rahimahullah berkata:

وَقَدْ نَقَلَ الْقَاضِي عِيَاضٌ عَن الْعُلَمَاءِ أَنَّ الْمَجْذُومَ وَالْأَبْرَصَ يُمْنَعَانِ مِنْ الْمَسْجِدِ وَمِنْ صَلَاةِ الْجُمُعَةِ، وَمِنْ اخْتِلَاطِهِمَا بِالنَّاسِ

Al Qadhi ‘Iyadh mengutip dari para ulama, bahwa orang yang kena penyakit lepra dan kusta terlarang masuk ke masjid, dan terlarang shalat Jumat, dan berkumpul bersama manusia.

(Asnal Mathalib, 1/215)

📌 Saya ringkas dari Imam al Buhuti Rahimahullah:

ويعذر بترك جمعة وجماعة مريض…

Diberikan udzur meninggalkan shalat Jumat dan jamaah karena sakit..

ويعذر بتركهما خائف من ضياع ماله أو فواته….

Diberikan udzur meninggalkan keduanya karena takut kehilangan harta..

أو خاف على أهله، أو ولده، (أو) كان يخاف (على نفسه من ضرر) كسبع, أو من سلطان يأخذ

Atau khawatir terhadap keamanan istrinya, anaknya, atau bahaya yang menimpa dirinya, seperti hewan buas atau penguasa yang merampas hartanya

(Raudhul Murbi’, Hal. 139-140)

📌 Mari beragama dengan ilmu, dan bimbingan Fiqih para ulama. Bahwa keselamatan itu ada pada sebab-sebab Syar’iyyah seperti iman, doa, shalat, shaum, dzikir, dan tawakkal kita. Juga sebab-sebab Kauniyah, seperti penanggulangan yang sudah disampaikan WHO, para dokter, termasuk fatwa-fatwa ulama tersebut.

Demikian. Wallahul Musta’an!!

🌺🌿🌷🌻🌸🍃🌴🌵

✍ Farid Nu’man Hasan

Tanya Jawab Ringkas Fiqih Seputar Corona

💢💢💢💢💢💢

(Dikumpulkan dari beberapa grup tanya jawab)

1. Apakah kondisi saat ini sudah layak Qunut Nazilah

Jawab:

Menurut Syafi’iyyah dan sebagian Malikiyah, Qunut nazilah itu dilaksanakan jika kaum muslimin mendapatkan musibah berupa; wabah penyakit, kekeringan, hujan besar yang membawa malapetaka, kondisi ketakutan oleh musuh, dan tertawannya. para ulama. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 66/34)

Ini juga pendapat Hanafiyah, sedangkan bagi Hambaliyah, Musibah yang layak dilakukan Qunut Nazilah adalah hanya krn bencana terbunuhnya kaum muslimin. Sebab inilah yang ada contohnya dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Bagi mereka tidak disyariatkan adanya qunut nazilah karena wabah tha’un. (Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 3038)

Dengan kata lain, mayoritas ulama mengatakan disyariatkannya qunut nazilah di saat musibah wabah penyakit atas kaum muslimin.

Wallahu A’lam

2. Qunut nazilah apakah di semua shalat?

Jawab:

Ya, begitulah sunnahnya, sebagaimana hadits Abu Daud dari Ibnu Abbas dgn sanad hasan, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam qunut nazilah di subuh, zuhur, ashar, maghrib, dan isya, di rakaat terakhir, selama satu bulan. Disebabkan terbunuhnya 70 sahabatnya yang ahli Al Quran. Inilah pendapat Syafi’iyyah, juga Hambaliyah, hanya saja Hambaliyah mengatakan tidak boleh qunut nazilah pada Shalat Jumat.

Hanafiyah mengatakan hanya pada shalat-shalat jahriyah.

Malikiyah mengatakan hanya pada shalat subuh, selainnya tidak disyariatkan qunut nazilah, tapi jika dilakukan juga shalatnya tetap sah.

Demikian. Wallahu A’lam

3. Qunut Nazilah katanya hak Ulil Amri disebuah negeri, jika tidak ada anjuran dari Ulil Amri maka tidak boleh.

Jawab:

Itu adalah pendapat Hambaliyah, yaitu qunut nazilah mesti atas instruksi Imamul A’zham (khalifah). Bukan inisiatif masing-masing pihak, ulama, atau pribadi. Artinya jika pemimpin tidak ada instruksi atau tidak ada izin, maka tidak boleh. Hal ini juga difatwakan oleh ulama Hambaliyah zaman ini yaitu Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin. (Liqo Bab al Maftuh, 17/226)

Tapi umumnya ulama mengatakan boleh tanpa harus instruksi atau izin pemimpin. Sebab tidak ada dalilnya pengkhususan bahwa ini spesial perintah atau harus seizin pemimpin. Bahkan dalam Shahihain, Abu Hurairah pernah berqunut diwaktu zuhur, Isya, dan subuh. Dan Abu Hurairah bukanlah seorang Khalifah. Berdoa adalah ibadah, dan tidak dibenarkan memberikan syarat pada ibadah tanpa dasar. Apalagi berdoa untuk melawan kezaliman, tidak dibenarkan pemerintah melarang doa orang yang yang sedang dizalimi.

Wallahu A’lam

4. Tidak shalat berjamaah dan Jumat ke masjid karena takut penyakit yg sedang mewabah

Jawab:

Jika memang keadaannya sudah seperti itu. Maka rasa takut thdp tertularnya penyakit adalah salah satu uzur boleh tidak shalat berjamaah, juga shalat jumat. (Lihat Imam Al Buhuti, dalam Raudhul Murbi’, Hal. 139-140. Juga Imam Al Mardawi, dalam Al Inshaf, 2/300)

Sementara, Imam Abu Bakar Syatha mengatakan uzur yg membuat boleh tidak datang shalat Jumat itu sama seperti uzurnya shalat Jamaah. (I’anatuth Thalibin, 2/52)

Ini bukan karena meremehkan shalat berjamaah tapi ini menyelamatkan nyawa seorang muslim. Bahkan dalam rangka itu, Imam Zakariya al Anshari mengatakan bahwa para fuqaha melarang orang yang kena kusta dan lepra untuk berjamaah di masjid dan berkumpul dgn manusia. (Asnal Mathalib, 1/215)

Bagi yang justru heran dengan pendapat ini, berarti mereka tidak paham tabi’at agama ini dalam melindungi umatnya.

Tapi, bagi daerah yang situasinya masih bs dikendalikan, tentu belum tepat memfatwakan tinggalkan shalat Jumat dan berjamaah sementara waktu. Lebih tepat adalah tetap berjamaah dan shalat Jumat, tetap waspada, hati-hati, dan tawakkal kepada Allah Ta’ala.

Demikian. Wallahu a’lam

5. Ada video dari luar negeri, shalat berjamaah mereka sangat renggang shafnya, sampai berjauhan satu meter lebih antara mereka. Apakah ini dibenarkan?

Jawab:

Imam Badruddin al Aini dalam ‘Umdatul Qari, (8/455), menyatakan bahwa merapatkan shaf menurut mayoritas ulama adalah sunnah, kecuali Hambaliyah yg mengatakan wajib, juga Imam Bukhari.

Sementara Imam an Nawawi mengatakan ijma’, bahwa merapatkan shaf itu sunnah. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 2/384)

Sehingga jika barisan renggang, shalatnya tetap sah, tapi mrka meninggalkan sunnah. Sehingga hilang kesempurnaan shalat. Ini jika dalam keadaan normal.

Tapi, jika dalam keadaan seperti saat ini, dimana berdekatan dapat menjadi sebab tertular penyakit, dan saat ini corona terbukti sangat cepat penularannya, maka merenggang adalah hal yg tidak apa-apa.

Sebagaimana kaidah:

الضرر يزال

Bahaya itu mesti dihilangkan

Bahkan apa yang mereka lakukan masih lebih baik dibanding mengosongkan masjid dari shalat berjamaah.

Demikian. Wallahu A’lam

🌿🍀🌳🌸🌷🍁🌻🍃

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top