Mencegah Lebih Baik Daripada Mengobati, Itu Islami Banget!!

💢💢💢💢💢💢💢

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ

Janganlah kamu menjerumuskan dirimu sendiri dalam jurang kebinasaan. (QS. Al Baqarah: 195)

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

لَا يُورِدَنَّ مُمْرِضٌ عَلَى مُصِحٍّ

Jangan campur antara Unta yang sakit dengan Unta yang sehat. (HR. Bukhari no. 5771)

Imam al Qarafi Rahimahullah mengatakan:

قد يكون الخوف من غير الله عز و جل ليس محرما كالخوف من الأسود و الحيات والعقارب و الظلمة, و قد يجب الخوف من غير الله عز و جل كما أمرنا الفرار من أرض الوباء بمعنى أنا نهينا عن دخولها, و الخوف منها على أجسامنا من الأمراض والأسقام و في الحديث : فر من المجذوم كما فرارك من الأسد, فصون النفوس والأجساد والمنافع والأعضاء والأموال والأعراض عن الأسباب المفسدة واجب كما علمت

Takut kepada selain Allah Ta’ala bisa menjadi hal yang tidak diharamkan, seperti takut kepada singa, ular, kalajengking, dan kegelapan. Takut kepada selain Allah Ta’ala malah wajib sebagaimana kita diperintahkan untuk menjauh dari daerah wabah, dalam artian kita dilarang untuk memasukinya. Khawatir jika hal itu menimpa tubuh kita berupa penyakit dan rasa sakit. Di hadits disebutkan: “Larilah dari penyakit lepra seperti kamu lari dari singa”. Maka, melindungi jiwa, badan, maslahat, anggota badan, dan menghindar dari sebab-sebab kerusakan adalah WAJIB sebagaimana yang telah Anda ketahui.

(Imam al Qarafi, Al Furuq, 4/401)

Syaikh Hamzah Muhammad Qasim berkata:

والعبد مأمور باتقاء أسباب الشر إذا كان في عافية، فكما أنه يؤمر أن لا يلقي نفسه في الماء، أو في النار مما جرت العادة أنه يهلك أو يضر، فكذلك اجتناب مقاربة المريض، والقدوم على بلد الطاعون فإن هذه كلها أسباب للمرض والتلف

Seorang hamba diperintahkan untuk menghindar dari sebab bahaya jika dia dalam keadaan sehat, maka sebagaimana dia diperintahkan untuk tidak memasuki air atau api yang dapat membawanya pada celaka dan binasa, begitupula dia mesti menghindari berdekatan dengan orang sakit, dan tdk mendatangi negeri tha’un, krn semua ini menjadi sebab penyakit dan kehancuran.

(Manaar al Qari Syarh Mukhtashar Shahih al Bukhari, 5/222)

Wa Shallallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam

🌷🌿🌻🍃🌸🍀🌳

✍ Farid Nu’man Hasan

Pupuk Kimiawi

💢💢💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Pertanyaan :pak bagaimana hukum pupuk kimia?apakah haram? Misal pupuk urea.

Arif, Magelang,

+62 822-2386-xxxx

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim..

Selama pupuk berasal dari zat yang halal dan suci, tidak membahayakan manusia, maka pupuk tersebut halal. Tidak ada masalah.

Allah Ta’ala berfirman:

هُوَ ٱلَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي ٱلۡأَرۡضِ جَمِيعٗا ثُمَّ ٱسۡتَوَىٰٓ إِلَى ٱلسَّمَآءِ فَسَوَّىٰهُنَّ سَبۡعَ سَمَٰوَٰتٖۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٞ

Dialah (Allah) yang menciptakan semua apa yang ada di bumi untukmu.

(QS. Al-Baqarah, Ayat 29)

Ibnu Kaisan Rahimahullah berkata, seperti yang dikutip oleh Imam asy Syaukani Rahimahullah:

أن الأصل في الأشياء المخلوقة الإباحة حتى يقوم دليل يدل على النقل عن هذا الأصل

Sesungguhnya hukum asal dari segala ciptaan adalah mubah, sampai tegaknya dalil yang menunjukkan berubahnya hukum asal ini. (Imam Asy Syaukani, Fathul Qadir, 1/64. Mawqi’ Ruh Al Islam)

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌺🌷🌻🌸🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Waktu Menunaikan Zakat Fitrah (Fitri) Menurut Empat Madzhab

💢💢💢💢💢💢💢💢

Berikut ini penjelasan Syaikh Abdurrahman al Juzairi Rahimahullah:

1⃣. Madzhab Hanafi, membolehkan mengawali bayar zakat fitrah, bahkan di waktu kapan pun.

ووقت وجوبها من طلوع فجر عيد الفطر، ويصح أداؤها مقدماً ومؤخراً، لأن وقت أدائها العمر فلو أخرجها في أي وقت شاء كان مؤدياً لا قاضيا، كما في سائر الواجبات الموسعة، إلا أنها تستحب قبل الخروج إلى المصلى، لقوله صلى الله عليه وسلم: “أغنوهم عن السؤال في هذا اليوم”

Waktu wajib mengeluarkan zakat fitri (fitrah) adalah sejak terbitnya fajar hari ‘Idul Firi, dan SAH membayarkannya diawal dan diakhir waktu, karena waktu menunaikannya itu ada jangka waktunya, seandainya dikeluarkan di waktu kapan pun sesuai kehendaknya maka dia telah menunaikannya pada waktunya bukan qadha, sebagaimana ibadah-ibadah lain yang waktunya lapang. Hanya saja memang disukai (sunnah) dikeluarkan sebelum keluar menuju lapangan (shalat Id), berdasarkan hadits: “Penuhilah kebutuhan mereka, jangan sampai mengemis di hari ini (Hari raya).”

2️⃣ Malikiyah, tidak sah zakat fitrah dikeluarkan lebih dari dua hari sebelum hari raya

يندب إخراجها بعد فجر يوم العيد، وقبل الذهاب لصلاة العيد، ويجوز إخراجها قبل يوم العيد بيوم أو يومين، ولا يجوز أكثر من يومين على المعتمد

Dianjurkan mengeluarkannya setelah subuh di hari Id, sebelum pergi shalat Id, dibolehkan mengeluarkannya sebelum hari raya baik sehari atau dua hari, dan tidak boleh lebih dari dua hari menurut pendapat yang resmi (dalam madzhab Malik).

3️⃣ Madzhab Syafi’i, membolehkan membayarnya di awal Ramadhan

ووقت وجوبها آخر جزء من رمضان، وأول جزء من شوال، ويسن إخراجها أول يوم من أيام عيد الفطر بعد صلاة الفجر، وقيل صلاة العيد، ويكره إخراجها بعد صلاة العيد إلى الغروب إلا لعذر، كانتظار فقير قريب، ونحوه، ويحرم إخراجها بعد غروب اليوم الأول إلا لعذر
ووقت وجوبها آخر جزء من رمضان، وأول جزء من شوال، ويسن إخراجها أول يوم من أيام عيد الفطر بعد صلاة الفجر، وقيل صلاة العيد، ويكره إخراجها بعد صلاة العيد إلى الغروب إلا لعذر، كانتظار فقير قريب، ونحوه، ويحرم إخراجها بعد غروب اليوم الأول إلا لعذ ركغياب المستحقين لها وليس من العذر في هذه الحالة انتظار نحو قريب، ويجوز إخراجهما من أول شهر رمضان في أول يوم شاء

Waktu wajibnya adalah bagian dari Ramadhan dan awal dari Syawwal. Disunnahkan mengeluarkannya di hari awal Id setelah shalat subuh -ada yang mengatakan shalat Id-, dan dimakruhkan mengeluarkannya setelah shalat id sampai terbenam matahari kecuali karena udzur seperti menunggu adanya orang faqir, dan semisalnya, dan diharamkan mengeluarkannya setelah tenggelamnya matahari hari pertama (Syawwal), kecuali ada udzur seperti ketiadaan mustahiq, dan bukan termasuk udzur menunggu mustahiq yang jaraknya dekat, dan boleh mengeluarkannya sejak awal bulan Ramadhan di hari apa pun dia mau.

4️⃣ Madzhab Hambali, mengatakan tidak boleh mengawali zayar zakat fitrah lebih dari dua hari sebelum hari Id

والأفضل إخراجها في يوم العيد قبل الصلاة، ويكره إخراجها بعدها، ويحرم تأخيرها عن يوم العيد إذا كان قادراً على الإخراج فيه، ويجب قضاؤها، وتجزئ قبل العيد بيومين؛ ولا تجزئ قبلهما

Lebih utama mengeluarkan zakat fitrah itu di hari raya sebelum shalat Id, dimakruhkan mengeluarkannya setelah shalat Id, dan diharamkan mengeluarkannya di akhir hari Id, jika dia mampu mengeluarkannya di hari itu, maka dia wajib qadha. Sah dilakukan dua hari sebelum Id, dan tidak sah dikeluarkan sebelum dua hari dari hari raya.

📚 Al Fiqhu ‘alal Madzaahib al Arba’ ah, 1/569-570

Kesimpulan:

– Empat madzhab sepakat, bahwa setelah subuh sampai menjelang shalat Id adalah waktu paling utama.

– Mereka sepakat sehari atau dua hari sebelum shalat Id adalah sah, sebagian mengatakan boleh, sebagian mangatakan sunnah.

– Mereka tidak sepakat tentang lebih dari dua hari sebelum hari Id, termasuk di awal Ramadhan, ada yang mengatakan tidak sah (Maliki dan Hambali), dan ada yang mengatakan sah (Hanafi dan Syafi’i).

✅ Jika kita mengeluarkannya di waktu-waktu yang disepakati empat madzhab maka itu lebih utama dan hati-hati. Tapi, jika kondisinya tidak memungkinkan, atau sulit dan sempit, maka tidak mengapa membayarkannya sesuai madzhab yang berlaku di negerinya.

Imam Abu Bakar Al Khathib Al Baghdadi berkata:

عن أبي عبيدة
قَالَ: قَالَ عَلِيّ: اقضوا ما كنتم تقضون فإني أكره الاختلاف حتى يكون للناس جماعة، أو أموت كما مات أصحابي

Dari Abu Ubaidah, dia berkata: Berkata Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu:

Putuskanlah (hukum) dengan keputusan yang biasa kalian putuskan (di negeri kalian). Sungguh, saya tidak suka dengan perselisihan sampai saya mendapati manusia memiliki jamaahnya sendiri-sendiri, atau saya mati sebagaimana matinya para sahabatku.

(Tarikh Baghdad, 8/42)

Demikian. Wallahu a’lam

Wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa’ ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam

🌿🌸🍀🌳🌻🌷🍃

✍ Farid Nu’man Hasan

Shalat Tanpa Bersuci (Berwudhu, Tayamum) Karena ‘Udzur

💢💢💢💢💢💢💢💢

Bismillahirrahmanirrahim…

Telah sama-sama diketahui bersuci adalah miftahush shalah – kunci/pembuka shalat. Tanpanya shalat tidak sah.

Ada pun shalat tanpa bersuci, jika keadaannya memang super sulit untuk bersuci, baik ketiadaan air atau debu, atau memang kondisi yang membuatnya tidak mampu, maka shalat tetap SAH. Itu sesuai sunnah dan ruh Islam, yang membawa kemudahan. Baik dalil-dalil umum dan dalil-dalil khusus.

Dalil-dalil umum:

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

Allah menghendaki kemudahan bagimu, Dia tidak menghendaki kesulitan bagimu.

(QS. Al Baqarah: 185)

Ayat lain:

لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

Allah tidak akan membebani seseorang kecuali sesuai kemampuannya

(QS. Al Baqarah: 286)

Juga hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam:

يسروا ولا تعسورا

Permudahlah dan jangan persulit (HR. Bukhari no. 69)

Hadits lain:

فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ

Jika kalian aku perintahkan sesuatu maka jalankanlah sesuai kemampuan kalian.

(HR. Muslim no. 1337)

Kaidah-kaidah fiqih:

اذا ضاق الأمر اتسعى

Jika sebuah urusan menjadi sempit lagi susah, maka dilapangkan dan mudah

المشقة تجلب التيسر

Keadaan sulit akan menarik kemudahan

Dalil khusus:

عَنْ عَائِشَةَ
أَنَّهَا اسْتَعَارَتْ مِنْ أَسْمَاءَ قِلَادَةً فَهَلَكَتْ فَأَرْسَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِهِ فِي طَلَبِهَا فَأَدْرَكَتْهُمْ الصَّلَاةُ فَصَلَّوْا بِغَيْرِ وُضُوءٍ فَلَمَّا أَتَوْا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَكَوْا ذَلِكَ إِلَيْهِ فَنَزَلَتْ آيَةُ التَّيَمُّمِ فَقَالَ أُسَيْدُ بْنُ حُضَيْرٍ جَزَاكِ اللَّهُ خَيْرًا فَوَاللَّهِ مَا نَزَلَ بِكِ أَمْرٌ قَطُّ إِلَّا جَعَلَ اللَّهُ لَكِ مِنْهُ مَخْرَجًا وَجَعَلَ لِلْمُسْلِمِينَ فِيهِ بَرَكَةً

Dari Aisyah bahwa dia meminjam kalung dari Asma’, lalu kalung itu hilang. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus beberapa orang sahabat untuk mencari kalung tersebut. Ketika waktu shalat tiba, mereka SHALAT TANPA WUDHU. Mereka mengadukan hal itu kepada Nabi shallalahu ‘alaihi wasallam ketika menemui beliau, lantas turunlah ayat tayammum. Usaid bin Hudhair berkata; ‘Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan (yang melimpah). Demi Allah, tidaklah suatu perkara turun padamu melainkan Allah menjadikan bagimu jalan keluar, dan menjadikan keberkahan bagi kaum mukminin.’

(HR. Bukhari no. 3773, dan Muslim no. 367)

Penjelasan ulama, bahwa ketiadaan, ketidak mampuan atau kesulitan, untuk bersuci tidaklah menghilangkan atau menggugurkan kewajiban shalat.

Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah mengatakan:

ففيه دليل على وجوب الصلاة لفاقد الطهوريْن ووجهه أنهم صلوا معتقدين وجوب ذلك ولو كانت الصلاة حينئذ ممنوعة لأنكر عليهم النبي صلى الله عليه وسلم وبهذا قال الشافعي وأحمد وجمهور المحدثين وأكثر أصحاب مالك

Ini menjadi dalil wajibnya shalat bagi orang yang tidak ada sesuatu untuk bersuci dan mereka shalat yakin shalat itu wajib. Seandainya hal ini terlarang pasti Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengingkari hal itu. Inilah pendapat asy Syafi’i, Ahmad, mayoritas ahli hadits, dan para sahabatnya Malik.

(Fathul Bari, 1/440)

Bersuci itu sama dengan syarat atau rukun shalat lainnya. Jika dalam keadaan tidak bisa diwujudkan maka shalat tetap sah. Orang yang tidak tahu arah kiblat, sampai selesai shalat dia tidak tahu arahnya, sehingga dia salah kiblatnya, shalatnya tetap sah. Sama seperti shalat wajib sambil berbaring, kalau dia benar-benar tidak mampu untuk berdiri bahkan duduk. Maka shalat tetap sah sambil berbaring.

Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah mengatakan:

ولأنه شرط من شرائط الصلاة فيسقط عند العجز عنه كسائر شروطها وأركانها ولأنه أدى فرضه على حسبه فلم يلزمه الإعادة كالعاجز عن السترة إذا صلى عريانا والعاجز عن الاستقبال إذا صلى إلى غيرها والعاجز عن القيام إذا صلى جالسا

Sebab, itu adalah salah satu syarat sahnya shalat sebagaimana syarat-syarat lainnya yang gugur disaat seseorang lemah mewujudkannya seperti syarat dan rukun yang lain. Dia jalankan kewajibannya dan tidak wajib mengulanginya seperti orang yang tidak memiliki sesuatu menutup aurat sehingga dia shalat tidak berbusana, atau tidak bisa menghadap kiblat, atau tidak bisa berdiri sehingga dia shalatnya duduk.

(Al Mughni, 1/157)

Demikian. Wallahu a’lam

Wa Shalallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa’ ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam

🌿🌺🌷🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top