Jam Belajar di Kelas Bentur Dengan Waktu Shalat

💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum, tadz,.. Apakah termasuk lalai kalau shalat sering tidak di awal waktu krn pas azan masih ada kuliah. Jadi selesainya jam 12.30 kadang lebih, zuhur udah lewat.. Shalat zuhur gak pernah di awal waktu…

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim …

Alangkah baiknya pihak sekolah/kampus dapat menyesuaikan waktu belajarnya dengan waktu-waktu shalat, sehingga siswa/mahasiswa dapat shalat di awal waktu, sehingga baik siswa dan pengajar sama-sama mendapatkan amal yang terbaik. Terutama jika sekolah/kampus yang dimaksud adalah sekolah/kampus Islam.

Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, pernah bertanya kepada Rasulullah tentang amal apa yang paling disukai Allah Ta’ala? Rasulullah menyebut tiga perbuatan, dan yang pertama adalah:

الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا

Shalat pada waktunya

Ada pun yang kedua; berbakti kepada kedua orang tua, sedangkan ketiga; jihad fisabilillah. (HR. Bukhari no. 527)

Sebagian ulama mengartikan “shalat pada waktunya” adalah shalat di awal waktunya. Seperti Imam Ibnu Baththal Rahimahullah:

وفيه: أن البدار إلى الصلاة فى أول أوقاتها، أفضل من التراخى فيها؛ لأنه إنما شرط فيها أن تكون أحب الأعمال إلى الله

Dalam hadits ini menunjukkan bersegera melakukan shalat di awal waktunya adalah lebih utama dibanding menundanya, sebab itu menjadi syarat untuk menjadi amal yang paling disukai Allah Ta’ala. (Syarh Shahih Al Bukhari, 2/157)

Namun demikian, dalam penjelasan ini hanya membicarakan tentang mana yang lebih utama, bukan membicarakan salah dan benar. Artinya, seandainya tidak di awal waktu bukanlah kesalahan, bukan pula pembatal shalat, dia tetap shalat pada waktunya hanya saja tidak di awal. Maka, jika pelajar/mahasiswa tersebut tidak shalat di awal waktu, maka mereka tetap sah, tetap mendapatkan pahala dan keutamaan shalat, hanya saja mereka kehilangan keutamaan shalat di awal waktu menurut sebagian ulama.

Namun tidak sedikit ulama yang punya pandangan lain, Imam Ibnu Hajar Rahimahullah mengutip dari Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id Rahimahullah bahwa hadits di atas tidak membicarakan awal atau akhir waktu, tapi merupakan warning agar jangan sampai shalat di luar waktunya sehingga membuatnya qadha. Al Hafizh Ibnu Hajar berkata:

قُلْتُ وَفِي أَخْذِ ذَلِك من اللَّفْظ الْمَذْكُور نظر قَالَ بن دَقِيقِ الْعِيدِ لَيْسَ فِي هَذَا اللَّفْظِ مَا يَقْتَضِي أَوَّلًا وَلَا آخِرًا وَكَأَنَّ الْمَقْصُودَ بِهِ الِاحْتِرَازُ عَمَّا إِذَا وَقَعَتْ قَضَاءً وَتُعُقِّبَ بِأَنَّ إِخْرَاجَهَا عَنْ وَقْتِهَا مُحَرَّمٌ

Aku berkata: memahami lafaz tersebut seperti itu adalah hal yang mesti dipertimbangkan. Ibnu Daqiq Al ‘Id mengatakan lafaz tersebut tidak berkonsekuensi tentang awal dan akhir waktu, sebab maksud darinya adalah agar menghindar jangan sampai melakukan qadha yang diakibatkan karena shalat di luar waktunya yang merupakan perbuatan haram. (Fathul Bari, 2/9)

Dalam Al Mausu’ah disebutkan:

اتفق الفقهاء على تحريم تأخير الصلاة حتى يخرج وقتها بلا عذر شرعي

Para fuqaha sepakat haramnya menunda shalat sampai habis waktunya tanpa uzur syar’iy. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 10/8)

Maka, yang dilarang adalah menunda shalat sampai habis waktunya secara sengaja, akhirnya dia shalat di luar waktunya, misal sengaja shalat zuhur di waktu ashar tanpa alasan syar’i. Walau shalatnya sah, namun dia melakukan keharaman, merekalah salah satu yang dimaksud dalam surat Al Ma’uun (ayat. 4-5): “Celakalah orang yang shalat, yaitu orang-orang yang saahuun (lalai dalam shalatnya).”

Imam Ibnu Jarir Rahimahullah mengatakan:

عني بذلك أنهم يؤخرونها عن وقتها، فلا يصلونها إلا بعد خروج وقتها

Maknanya, bahwa mereka mengakhirkan shalat dari waktunya, mereka tidaklah shalat kecuali setelah keluar dari waktunya. (Tafsir Ath Thabariy, 10/8786)

Ada pun jika shalatnya masih di waktunya; baik di awal, tengah, atau akhir, maka itu tetap disebut shalat pada waktunya, dia tidak dikatakan saahuun sebagaimana ayat di atas.

Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:

إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا

Sungguh, shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (QS. An-Nisa’, Ayat 103)

Sehingga selama shalat dilakukan di interval waktu shalat tersebut, belum masuk waktu shalat berikutnya, maka sah dan boleh.

Dalam hadits:

إن للصلاة أولا وآخرا، وإن أول وقت الظهر حين تزول الشمس، وإن آخر وقتها حين يدخل وقت العصر..

Shalat itu ada awal waktunya dan akhirnya, awal waktu zhuhur adalah saat tergelincir matahari, waktu akhirnya adalah saat masuk waktu ashar .. (HR. Ahmad no. 7172, dishahihkan oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth. Ta’liq Musnad Ahmad, no. 7172)

Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan:

يجوز تأخير الصلاة إلى آخر وقتها بلا خلاف، فقد دل الكتاب، والسنة، وأقوال أهل العلم على جواز تأخير الصلاة إلى آخر وقتها، ولا أعلم أحداً قال بتحريم ذلك

Dibolehkan menunda shalat sampai akhir waktunya tanpa adanya perselisihan, hal itu berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah. Perkataan para ulama juga membolehkan menunda sampai akhir waktunya, tidak ada seorang ulama yang mengatakan haram hal itu. (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 3/58)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullah mengatakan:

وقد بين النبي صلى الله عليه وسلم مواقيتها من كذا إلى كذا فمن أداها فيما بين أول الوقت وآخره فقد صلاها في الزمن الموقوت لها

Nabi Shalallahu’Alaihi wa Sallam telah menjelaskan bahwa waktu shalat itu sejak waktu ini ke ini, maka barang siapa yang menjalankan di antara awal waktu dan akhirnya, maka dia telah menunaikan di waktu yang telah ditentukan.
(Majmu’ Al Fatawa wa Rasail, Jilid. 12, Bab Shalat)

Kesimpulan, sebaiknya usahakan dengan sungguh-sungguh shalat di awal waktu, tapi jika memang sangat sulit, maka tidak apa-apa baginya jika memang akhirnya shalat di tengah, atau akhir waktunya. Sebab itu masih rentang “waktu shalat”. Namun, haram baginya menunda shalat secara sadar dan sengaja tanpa ‘udzur sampai habis waktunya.

Demikian. Wallahu A’lam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Apakah Corona adalah Tha’un?

💢💢💢💢💢💢💢

(pertanyaan dari beberapa orang)

Bismillahirrahmanirrahim..

Masih “debatable” apakah corona adalah tha’un atau bukan, sedangkan yg dibahas dalam hadits disebutkan mendapat pahala mati syahid adalah Tha’un.

Dalam hadits Shahih Bukhari dan Muslim disebutkan Tha’un tidak akan masuk Madinah.

Sebagaimana hadits berikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى أَنْقَابِ الْمَدِينَةِ مَلَائِكَةٌ لَا يَدْخُلُهَا الطَّاعُونُ وَلَا الدَّجَّالُ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Pada pintu gerbang kota Madinah ada para malaikat (yang menjaganya) sehingga THA’UN dan Al Masihud-Dajjal tidak akan dapat memasukinya”.

(HR. Bukhari no. 1880 dan Muslim no. 1379)

Imam an Nawawi Rahimahullah mengatakan:

عن أبي الحسن المدائني أن مكة والمدينة لم يقع بهما طاعون قط

Dari Abul Hasan al Madaini bahwa Mekkah dan Madinah, tidak pernah terjadi Tha’un sama sekali.

(Al Adzkar, Hal. 139)

Faktanya hari ini, haramain (Mekkah dan Madinah) sudah kena Corona. Artinya, ini menunjukkan dia bukan Tha’un yang dimaksud. Kalau pun dikatakan tha’un, hanya dari sisi sebaran mewabahnya yg mirip Tha’un atau majaz saja.

Dua ciri utama tha’un adalah: meluas wabahnya, dan cepat wafat bagi penderitanya, bisa kenanya pagi, sore mati.

Sdgkan corona, yg wafat tdk sampai 10% di dunia dari semua pengidapnya. Di sini letak perbedaan mencolok antara corona dan Tha’un.

Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah mengatakan:

والوباء: عموم الأمراض. فسميت طاعوناً لشبهها بالهلاك بذلك، وإلا فكل طاعون وباء، وليس كل وباء طاعوناً

Wabah itu penyakit yang umum, dia dinamakan Tha’un karena ada kemiripan dalam hal mematikannya. Kalau tidak, maka setiap Tha’un adalah wabah, dan tidaklah setiap wabah adalah Tha’un.

(Fathul Bari, 10/180)

Beliau juga berkata:

وَقَدْ صَرَّحَ الْحَدِيثُ الْأَوَّلُ بِأَنَّ الطَّاعُونَ لَا يَدْخُلُهَا فَدَلَّ عَلَى أَنَّ الْوَبَاءَ غَيْرُ الطَّاعُونِ وَأَنَّ مَنْ أَطْلَقَ عَلَى كُلِّ وَبَاءٍ طَاعُونًا فَبِطَرِيقِ الْمَجَازِ

Di hadits pertama menjelaskan bahwa Tha’un tidak akan masuk ke Madinah, ini menunjukkan bahwa WABAH bukanlah THA’UN, ada pun pihak yang mengatakan semua wabah adalah Tha’un itu maksudnya Majaz saja.

(Ibid, 10/181)

Di masa Khalifah Umar Radhiallahu ‘Anhu, kota Madinah juga pernah kena Wabah yang mematikan, sebagaimana hadits Shahih Bukhari:

عَنْ أَبِي الْأَسْوَدِ قَالَ أَتَيْتُ الْمَدِينَةَ وَقَدْ وَقَعَ بِهَا مَرَضٌ وَهُمْ يَمُوتُونَ مَوْتًا ذَرِيعًا فَجَلَسْتُ إِلَى عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
فَمَرَّتْ جَنَازَةٌ فَأُثْنِيَ خَيْرًا…

Dari Abu Al Aswad berkata: “Aku mengunjungi Madinah saat banyak orang sakit yang membawa kepada kematian begitu cepat, kemudian aku duduk di sisi ‘Umar radhiyallahu ‘anhu saat lewat jenazah lalu jenazah itu dipuji dengan kebaikan maka..

(HR. Bukhari no. 2643)

Fakta sejarah ini menunjukkan bahwa kota Mekkah dan Madinah terjaga dari Tha’un, tapi tidak terjaga dari wabah lainnya yang lebih umum. Sejarah menunjukkan bahwa wabah pernah terjadi.

Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah berkata:

هُنَاكَ الرَّدَّ عَلَى مَنْ زَعَمَ أَنَّ الطَّاعُونَ وَالْوَبَاءَ مُتَرَادِفَانِ بِمَا ثَبَتَ هُنَاكَ أَنَّ الطَّاعُونَ لَا يَدْخُلُ الْمَدِينَةَ وَأَنَّ الْوَبَاءَ وَقَعَ بِالْمَدِينَةِ كَمَا فِي قِصَّةِ الْعُرَنِيِّينَ وَكَمَا فِي حَدِيثِ أَبِي الْأَسْوَدِ أَنَّهُ كَانَ عِنْدَ عُمَرَ فَوَقَعَ بِالْمَدِينَةِ بِالنَّاسِ مَوْتٌ ذَرِيعٌ وَغَيْرُ ذَلِكَ

Ada bantahan bagi yang menyangka Tha’un dan wabah adalah dua hal yang sama, yaitu hadits Shahih bahwa Tha’un tidak akan masuk ke Madinah sedangkan Wabah pernah terjadi di Madinah sebagaimana kisah kaum ‘Uraniyyin dan hadits Abul Aswad, saat terjadi di masa Umar wabah yang begitu cepat mematikan manusia, dan lainnya.

(Fathul Bari, 11/180)

Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid Hafizhahullah mengatakan:

وبهذا يعلم أن مرض “كورونا” ليس هو الطاعون الوارد في السنة ، والموعود أهله بأجر الشهادة

Dari sini kita tahu,

bahwa penyakit karena wabah CORONA bukanlah tha’un yg dimaksud dalam sunnah, yg dijanjikan pahala syahid.

(Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 333763)

Sementara ulama lain mengatakan Corona adalah Tha’un, dan wafat karenanya adalah Syahid.

Dalam Fatwa Darul Ifta, penanggung jawabnya yaitu Syaikh Ali Fakhr mengatakan:

إن وباء الكورونا وغيره من الأوبئة هو ما يعرف في كتب الفقه الإسلامي بالطاعون، مؤكدًا أن المسلم إذا مات بفيروس كورونا فهو شهيد آخرة، فيكون له أجر شهيد في الآخرة، لكنه في الدنيا يطبق عليه ما يطبق على الميت العادي، من غسل وكفن ودفن وصلاة عليه

Wabah Corona dan wabah lainnya adalah jenis yang diisitilahkan oleh kitab fiqih dengan sebutan Tha’un’. Seorg muslim jika wafat karenanya maka dia dapat pahala syahid akhirat, tapi di dunia mayitnya diurus seperti mayit secara umumnya. Yaitu dimandikan, kafankan, shalatkan, dan dikuburkan. (selesai)

Fatwa seperti Syaikh Ali Fakhr ini, disepakati oleh ulama lain seperti Syaikh Sa’ad Syatsri, Syaikh Ayman Abu Umar, dan Syaikh Salim Abdul Jalil.

Lalu bagaimana sikap kita?

Sikap yang terbaik adalah kita husnuzh zhan kepada korban yang telah wafat, dan husnuz zhan kepada Allah, bahwa Dia memberikan rahmatNya bahwa dokter, petugas, perawat, yang wafat karena Corona mendapatkan pahala syahid. Kalau pun bukan Coronanya, tapi karena mereka telah berjibaku, berjihad, dan bersabar, menyelamatkan nyawa orang lain dan dirinya. Apa pun nama penyakitnya, bencananya, ketika dia sabar menghadapinya sampai wafat. Jelas itu sebuah kemuliaan.

Demikian. Wallahu a’lam

🌳🌿🍀🌷🌸🌻🍃

✍ Farid Nu’man Hasan

Serba Serbi Patungan Qurban

Apa dan bagaimana ketentuan patungan qurban? Simak pada artikel di bawah ini!


1. Patungan Qurban Sapi

Boleh dan sah menurut mayoritas ulama, kecuali menurut Malikiyah.

Imam Malik Rahimahullah berkata –seperti yang dikutip oleh Imam Ibnu Abdil Bar: Tidak diperbolehkan membeli hewan qurban di antara mereka secara patungan lalu mereka menyembelihnya. (At Tamhid, 12/139)

Dalam Fatawa asy Syabakah al Islamiyah no. 29438 tertulis: Ada pun patungan dalam pendanaan -jika Unta atau Sapi- maka hal itu sah menurut mayoritas ulama secara umum, ada pun Malikiyah mengatakan tidak boleh, dan madzhab mayoritas adalah lebih kuat. (Selesai)

Pendapat jumhur lebih kuat, berdasarkan hadits:

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رضي الله عنهما قَالَ : نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْحُدَيْبِيَةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ ، وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ

Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu Anhuma dia berkata: “Kami menyembelih bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada tahun Hudaibiyah yaitu seekor unta untuk 7 orang dan seekor sapi untuk 7 orang.” (HR. Muslim no. 1318)

Baca juga: Qurban Apa yang Paling Utama

2. Apakah harus tujuh orang?

Tidak harus, tujuh orang itu maksimal. Sendiri juga sah, atau dua, tiga, sampai tujuh orang.

Imam Asy Syafi’i Rahimahullah mengatakan:

وإذا كانوا أقل من سبعة أجزأت عنهم ، وهم متطوعون بالفضل

Jika mereka kurang dari 7 orang maka itu SAH bagi mereka, mereka telah mendapatkan keutamaan tathawwu’ (sunnah). (Al Umm, 2/244)

3. Kalau lebih tujuh orang bagaimana?

Tidak sah patungan qurban sapi lebih dari tujuh orang, se-RT atau sekampung.

Dalam Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah:

فلا حرج في أن يشترك شخصان أو ثلاثة.. أو أكثر في الأضحية ببقرة أو بدنة ما لم يتجاوزوا سبعة. كما يجوز أن يضحي شخص واحد ببقرة أو بدنة

Tidak apa-apa patungan dua orang atau tiga .. Atau lebih dalam qurban Sapi atau Unta selama tidak melebih tujuh orang. Sebagaimana bolehnya seseorang berqurban dengan seekor Sapi atau Unta.

(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 189873)

4. Katanya, patungan Unta boleh 10 orang?

Pendapat itu ada, yaitu Ishaq bin Rahawaih Rahimahullah, berdasarkan hadits shahih namun dalilnya telah mansukh (terhapus secara hukum). Sehingga menurut mayoritas ulama tetap maksimal tujuh orang baik sapi atau unta.

Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma mengatakan:

كنا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي السَّفَرِ فَحَضَرَ اْلأَضْحَى فَاشْتَرَكْنَا فِي الْبَقَرَةِ سَبْعَةً وَفِي الْبَعِيْرِ عَشَرَةً

Kami bersama Rasulullah ﷺ dalam sebuah safar dan masuk hari Idul Adha maka kami berqurban sapi untuk 7 orang dan Unta untuk 10 orang.

(HR. At Tirmidzi no. 1501, shahih)

Tentang 1 Unta untuk 10 orang, berkata Ath Thibiy: “Hadits ini diamalkan oleh Ishaq bin Rahawaih, ada pun selainnya mengatakan hadits ini telah mansukh (dihapus hukumnya).” (Syarhul Misykah, 4/1306)

Imam Ali Al Qari mengutip dari Al Muzhhir, dia berkata:

“Hadits ini diamalkan oleh Ishaq bin Rahawaih, ada pun selainnya mengatakan hadits ini telah mansukh oleh hadits yang berbunyi: Sapi untuk 7 orang, Unta untuk 7 orang.” (Mirqah Al Mafatih, 3/1086)

5. Patungan Kambing gimana?

Menurut Ijma’ – dan ijma’ adalah salah satu sumber hukum Islam – tidak sah patungan kambing untuk qurban.

Imam an Nawawi Rahimahullah berkata:

وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الشَّاة لا يَجُوز الاشْتِرَاك فِيهَا . وَفِي هَذِهِ الأَحَادِيث أَنَّ الْبَدَنَة تُجْزِئ عَنْ سَبْعَة , وَالْبَقَرَة عَنْ سَبْعَة

Para ulama telah IJMA’ bahwa untuk kambing tidak boleh patungan. Dan pada hadits-hadits ini menunjukkan bahwa untuk Unta sah untuk 7 orang dan Sapi untuk 7 orang.

(Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 9/67)

6. Trus, patungan kambing anak-anak sekolah gimana dong?

Patungan qurban untuk kambing di sekolah, sebenarnya ini bagus sebagai sarana pendidikan dan membiasakan sedekah. Dan ini dinilai sebagai infaq atau sedekah biasa.

Tapi bisa saja apa mereka kumpulkan dijadikan qurban, agar momen qurban ini tidak sia-sia, caranya kambing itu dihadiahkan atau dihibahkan kepada salah satu guru, atau penjaga sekolah, atau siswa, sehingga kambing itu menjadi milik salah satu dari mereka.

Lalu boleh orang tsb qurban atas nama dirinya atau keluarganya. Sebab kambing itu telah menjadi miliknya, maka dia sudah bebas memanfaatkannya, dan jika dia berqurban dengan kambing itu maka memang hal yang sudah selayaknya. Ada pun anak-anak tadi, semoga mereka tetap dapat nilai ibadah qurban krn mereka menjadi sebab seseorang bisa berqurban.

7. Boleh gak seorang yang patungan qurban sapi, dia niatkan pahalanya juga buat keluarganya?

Ya, dengan jalan qiyas, sebagian ulama menyatakan hal itu boleh. Semoga keluarganya juga mendapatkan pahalanya.

قد صح عن النبي عليه الصلاة والسلام أن أمر بالاشتراك في البدنة والبقرة عن سبعة، فإذا أجزأت عن سبعة من الناس، في الضحايا والهدايا، فهكذا يجوز للرجل أن يجعل السبع الذي يذبحه عن نفسه، يكون عنه وعن أهل بيته؛ لأن الرجل وأهل بيته كالشيء الواحد، فلا أرى بأساً في ذلك، حتى يكون السبع عنه وعن أهل بيته، ولا حرج في ذلك

Telah Shahih dari Rasulullah ﷺ tentang patungan unta dan sapi untuk 7 org. Jika hal itu sah buat 7 org, baik dalam qurban dan al hadyu (qurban haji), maka demikian juga sah jika seseorang dari tujuh orang itu menyembelih untuk dirinya, juga untuk keluarganya, karena seseorang dan keluarganya satu kesatuan, itu tidak masalah. Dia jadikan itu untuk dirinya dan keluarganya, tidak masalah hal itu.

(Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, Fatawa Nuur ‘alad Darb)

8. Kalo patungan apakah dananya harus sama besar?

Tidak ada ketentuan baku dalam masalah itu. Yang penting mereka yang terlibat dalam patungan tersebut sama-sama tahu dan ridha. Jika si A, 3 juta, si B 4 juta, si C 2,5 juta.. Dst, sampai genap seharga sapinya, dan mereka ridha, tidak masalah.

Demikian. Wallahu a’lam

Wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa’ ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam


✍ Farid Nu’man Hasan

Kata Ulama Tentang Kitab Fiqhus Sunnah

Kitab ini di susun sekitar 1930an, oleh ulama Mesir, ulama Al Azhar Al ‘Allamah Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah

Munculnya kitab ini adalah atas saran Imam Hasan Al Banna Rahimahullah untuk membuat buku pedoman fiqih bagi para pemuda Ikhwanul Muslimin. Oleh karena itu di jilid pertama buku ini diberikan kata pengantar Imam Al Banna.

Buku ini mendapat sambutan yang luar biasa di dunia Islam. Sampai di cetak puluhan kali di puluhan negara Islam. Boleh dikatakan tidak ada perpustakaan Islam dan kampus Islam melainkan pasti ada buku Fiqhus Sunnah.

Sehingga Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mendapatkan penghargaan King Faishal Award pada tahun 1993 dari kerajaan Arab Saudi. (Saat itu yang mendapat penghargaan juga Syaikh Yusuf Al Qaradhawi dan Syaikh Ibn Al ‘Utsaimin)

Metode buku ini adalah menampilkan dalil-dalil Al Quran, As Sunnah, Ijma’, dan juga pandangan para sahabat, tabi’in, dan imam madzhab. Namun, umumnya Syaikh Sayyid Sabiq tidak melakukan tarjih. Buku ini disajikan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh orang awam, krn memang tujuannya sebagai panduan yang bisa langsung dipraktekkan.

Dalam muqadimahnya, Beliau sendiri menceritakan kitabnya:

فهذا كتاب يتناول مسائل من الفقه الإسلامي مقرونة بأدلتها من صريح الكتاب وصحيح السنة ، ومما أجمعت عليه الأمة .
وقد عُرضت في يسر وسهولة ، وبسط واستيعاب لكثير مما يحتاج إليه المسلم ، مع تجنب ذكر الخلاف إلا إذا وجد ما يسوغ ذكره فنشير إليه .
وهو بهذا يعطي صورة صحيحة للفقه الإسلامي الذي بعث الله به محمدًا صلى الله عليه وسلم ، ويفتح للناس باب الفهم عن الله ورسوله ، ويجمعهم على الكتاب والسنة ، ويقضي على الخلاف وبدعة التعصب للمذاهب

Ini adalah kitab yang membahas berbagai permasalahan hukum Islam dibarengi dengan dalil yang jelas dari Al Qur’an dan yanh shahih dari As Sunnah, dan dari apa yang telah disepakati umat Islam.

Buku ini disajikan dengan cara yang ringan, mudah, dan sederhana agar bisa mengakomodasi banyak kebutuhan Muslim, sambil menghindari menyebutkan perdebatan fiqih kecuali ada alasan yg dibenarkan untuk disebutkan dan dipaparkan.

Dengan ini dapat memberikan gambaran yang benar tentang hukum Islam yang dengannya Allah mengutus Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, dan dapat membuka pintu bagi orang-orang untuk memahami tentang (agama) Allah dan Rasul-Nya, menyatukan mereka di atas Al Quran dan Sunnah, dan menghilangkan perselisihan, bid’ah, dan fanatik madzhab.

Dari perkataan Beliau, bisa kita tangkap kondisi masa itu dan apa target Beliau dalam menyusun Fiqhus Sunnah, yaitu agar mudah dipahami dan diamalkan, serta tidak mempertajam perselisihan madzhab yang sudah begitu keras di masa itu.

Syaikh Al Albani Rahimahullah meneliti hadits-hadits yg ada di Fiqhus Sunnah, dalam mukadimahnya dia berkata:

فإن كتاب فقه السنة للشيخ سيد سابق من أحسن الكتب التي وقفت عليها مما ألف في موضوعه في حسن تبويب ، وسلاسة أسلوب ، مع البعد عن العبارات المعقدة التي قلما يخلو منها كتاب من كتب الفقه ، الأمر الذي رغب الشباب المسلم في الإقبال عليه والتفقه في دين الله به ، وفتح أمامهم آفاق البحث في السنة المطهرة

Kitab Fiqhus Sunnah karya Syaikh Sayyid Sabiq termasuk kitab terbaik yang pernah saya jumpai, yang tema-temanya ditulis dalam kategorisasi yang bagus, dan metode yang mengalir. Sambil menghindari keruwetan istilah yang hampir selalu ada pada kitab-kitab fiqih yang merupakan hal yang tidak disukai oleh para pemuda muslim dalam mempelajari agama Allah, dan telah membuka bagi mereka cakrawala tentang kajian terhadap sunnah yang suci.

(Tamamul Minnah fi At Ta’liq ‘ala Fiqhis Sunnah, hal. 10)

Namun, ditengah pujiannya kepada kitab Fiqhus Sunnah, Beliau juga memberikan 14 catatan atas kitab tersebut.

Syaikh Abdul Aziz bin Baaz Rahimahullah berkata:

كتاب طيب ومفيد، فقه السنة كتاب طيب ومفيد وفيه علم كثير، فننصح باقتنائه ومراجعته والاستفادة منه، وما قد يقع فيه من زلة أو خطأ فهو مثل غيره من العلماء كل عالم له بعض الخطأ  وبعض النقد فإذا أشكل على طالب العلم أو على طالبة العلم بعض المسائل فعليه أن يسأل أهل العلم عما أشكل عليه، وأنا لم أقرأه ولكن قرأت بعضه فرأيت فيه خيراً كثيراً وفوائد

Kitab yang baik dan berfaidah, Fiqhus Sunnah adlah kitab yang baik dan berfaidah, di dalamnya terdapat ilmu yang banyak, saya nasihatkan agar memilikinya, mengkajinya, dan mengambil manfaat darinya. Jika ada kesalahan di dalamnya, maka hal itu juga terjadi pada banyak ulama di dunia yang sebagian melakukan kesalahan dan ada kritikan. Jika seorang penuntut ilmu mendapatkan adanya masalah pada buku tersebut maka hendaknya dia bertanya kepada ulama. Aku belum pernah baca buku itu (semuanya) tapi pernah baca sebagiannya dan didalammya terdapat banyak kebaikan dan faidah.

(Fatawa Nuur ‘Alad Darb)

Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid mengatakan:

كتاب فقه السنة للشيخ سيد سابق رحمه الله يعد من كتب الفقه المعاصرة الجيدة ، يمتاز بأنه متوسط الحجم ، فلا يتوسع في ذكر تفاصيل المسائل ، ولا يستطرد بذكر أقوال المذاهب وأدلتها ، وليس مختصرا ـ أيضا ـ اختصارا مخلا بالمقصود ، وحاجة المتعلم والمثقف
ثم إنه يمتاز أيضا بأن أسلوبه سهل ميسر ، وعباراته بعيدة عن التعقيد والاصطلاحات الفقهية التي لا يحسن فهمها إلا طلاب العلم ، وأنه يهدف إلى الابتعاد عن التعصب المذهبي والارتباط بالأدلة من الكتاب والسنة والإجماع

Kitab Fiqhus Sunnah karya Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah adalah kitab fiqih zaman modern yang bagus, dengan pembahasan yang sedang, sehingga tidak melebar dalam menyebutkan rincian permasalahan, dan tidak mengenyampingkan perkataan-perkataan mazhab dan dalil-dalilnya, dan juga tidak terlalu singkat sehingga kehilangan maksud pembahasan dan kebutuhan kaum terpelajar dan berwawasan.

Selain itu, kitab ini juga istimewa oleh karena cara penyampaiannya ringan dan mudah, dan ungkapannya jauh dari kebiasaan bahasa fiqih njelimet hanya dapat dipahami oleh kaum terpelajar, dan bertujuan untuk menjauhkan dari fanatisme madzhab, serta memperkuat hubungan dengan dalil Al-Qur’an, Sunnah dan ijma’.

(Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 180904)

Semoga Allah Ta’ala memberikan rahmat kepada Syaikh Sayyid Sabiq dengan kasih sayangnya yang luas dan indah.

Wallahu A’lam

 Farid Nu’man Hasan

scroll to top