Belum Terlambat Membersamai Al Quran di Ramadhan Ini

💢💢💢💢💢💢💢

Imam az Zuhri Rahimahullah berkata:

إِنَّمَا هُوَ تِلَاوَةُ الْقُرْآنِ وَإِطْعَامُ الطَّعَامِ

Ini adalah bulan untuk tilawah Al Quran dan memberikan makan.

(Lathaif al Ma’arif, hal. 222)

Ali bin Zaid ash Shaidani menceritakan:

ختم أَبُو حنيفة القرآن فِي شهر رمضان ستين ختمة, ختمة بالليل وختمة بالنهار

Abu Hanifah mengkhatamkan Al Quran di bulan Ramadhan sebanyak enam puluh kali. Sekali di malam hari, dan sekali di siang hari.

(Imam Abu al Qasim al Qazwaini, At Tadwin al Akhbar Qazwain, jilid. 2, hal. 332)

Imam an Nawawi Rahimahullah menyebutkan:

وَقَالَ الْحُمَيْدِيُّ كَانَ الشَّافِعِيُّ يَخْتِمُ فِي كُلِّ شَهْرٍ سِتِّينَ خَتْمَةً

Al Humaidi mengatakan bahwa dahulu Imam asy Syafi’i mengkhatamkan Al Quran setiap bulan sebanyak enam puluh kali. (Imam an Nawawi, Al Majmu’ Syarh al Muhadzdzab, jilid. 1, hal. 12)

اللهم اجعلنا من أهل القرآن….

Wallahul Muwaffiq Ila Aqwamith Thariq

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Hukum Ziarah Jelang Ramadhan & Syawal dan Membaca Al Qur’an di Kuburan

💦💥💦💥💦💥

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum Ustadz.

Dalam suasana menyambut Ramadhan ada kebiasaan sementara ummat Islam yang melakukan ziarah kubur.

Pertanyaan
1. Apa hukum terkait hal tersebut ? Pertanyaan ini terkait dengan pandangan bahwa mengkhususkan perbuatan tertentu yang tidak dicontohkan nabi Muhammad SAW dikategorikan sebagai bid’ah.

2. Apa hukum membaca Al-Qur’an di kubur ? Sementara pendapat menjadikan hadits berikut sebagai dalil pelarangan membaca Al-Qur’an.

“Jangan kalian jadikan rumah kalian seperti kuburan, sesungguhnya setan benar-benar lari dari rumah yang dibacakan di dalamnya surah Al-Baqarah” (HR. Muslim)

Terima kasih sebelumnya.

Salam

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Berziarah kubur adalah sunnah, bahkan ada yg mengatakan wajib.

Syaikh Abul ‘Ala Al Mubarkafuri Rahimahullah menjelaskan:

( فزوروها ) الأمر للرخصة أو للاستحباب وعليه الجمهور بل ادعى بعضهم الاجماع بل حكى بن عبد البر عن بعضهم وجوبها

(maka berziarahlah) perintah ini menunjukkan keringanan atau menunjukkan kesunahannya, dan inilah pendapat mayoritas ulama, bahkan sebagian mereka ada yang mengklaim adanya ijma’, bahkan Ibnu Abdil Bar dan selainnya menceritakan tentang wajibnya berziarah kubur. (Tuhfah Al Ahwadzi, 4/135)

Perintah ziarah kubur adalah mutlak, sehingga kapan pun seorang muslim mau ziarah sesuai waktu, kesempatan, yg dia miliki, baik itu senin, selasa dll.. Atau di Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawwal, Dzulhijjah, dll…, baik awal bulan, tengah, atau akhirnya..

Jika seseorang melakukannya menjelang Ramadhan, atau awal Syawwal, karena memang itulah dia sempatnya.. Atau karena kebiasaan semata, dia tidak pernah menganggap itu sunnah, maka tidak apa-apa..

Namun jika pengkhususan waktu tersebut dianggap bagian dari ajaran syariat, atau diangggap sunnah nabi, maka ini tidak boleh dengan anggapan seperti itu.. Sebab tidak ada dalam sunnah..

Untuk pertanyaan ke 2…

Ini juga SUNNAH menurut mayoritas ulama, dan sebagian memakruhkan seperti sebagian Hanafiyah dan Malikiyah.

Dasarnya hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ إِذَا مَاتَ أَحَدُكُمْ فَلاَ تَحْبِسُوْهُ وَأَسْرِعُوْا بِهِ إِلَى قَبْرِهِ وَلْيُقْرَأْ عِنْدَ رَأْسِهِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَعِنْدَ رِجْلَيْهِ بِخَاتِمَةِ سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ فِي قَبْرِهِ

Diriwayatkan dari Ibnu Umar, Beliau berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’Alaihi wa sallam bersabda, “Jika diantara kalian ada yang meninggal, maka janganlah diakhirkan, segeralah dimakamkan. Dan bacakanlah di samping kuburnya, Surat Al-Fatihah di dekat kepala dan ayat terakhir Surat Al Baqarah di dekat kakinya”.

(HR. At Thabarani dalam Al Mu’jam Al Kabir No. 13613, Al Baihaqi dalam Syu’ab Al Iman No. 9294)

Al Hafidz Ibnu Hajar Al ‘Asqalani, imam pakar hadits dizamannya menyatakan bahwa status hadits di atas adalah HASAN. (Fathul Bari, 3/184). Penghasanan ini juga diikuti oleh: Imam Badruddin Al ‘Ainiy. (‘Umdatul Qari, 12/382). Imam Ash Shan’ani (Subulussalam, 2/106). Syaikh Az Zurqani (Syarh Az Zurqaniy, 2/127)

Hadits ini hasan, dan itu sah dijadikan hujjah. Begitu jelas pula hadits ini menunjukkan perintah membaca Al Fatihah dan akhir Al Baqarah untuk jenazah yang sudah dikubur.

Sementara Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid, mengisyaratkan kedhaifannya karena ada perawi bernama Yahya bin Abdillah Al Baabilutty, dia dhaif. (Majma ‘Az Zawaid, 3/44). Juga didhaifkan oleh Syaikh Al Albani dalam beberapa kitabnya.

Imam Yahya bin Ma’in – salah satu imam hadits yang begitu ketat- ditanya tentang hukum membaca Al Quran di sisi kubur, Beliau menjawab:

ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻣﺒﺸﺮ ﺑﻦ ﺇﺳﻤﺎﻋﻴﻞ اﻟﺤﻠﺒﻲ ﻋﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﺮﺣﻤﻦ ﺑﻦ اﻟﻌﻼء ﺑﻦ اﻟﻠﺠﻼﺝ ﻋﻦ ﺃﺑﻴﻪ ﺃﻧﻪ ﻗﺎﻝ ﻟﺒﻨﻴﻪ ﺇﺫا ﺃﺩﺧﻠﺖ اﻟﻘﺒﺮ ﻓﻀﻌﻮﻧﻲ ﻓﻲ اﻟﻠﺤﺪ ﻭﻗﻮﻟﻮا ﺑﺴﻢ اﻟﻠﻪ ﻭﻋﻠﻰ ﺳﻨﺔ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﻭﺳﻨﻮا ﻋﻠﻰ اﻟﺘﺮاﺏ ﺳﻨﺎ ﻭاﻗﺮﺅﻭا ﻋﻨﺪ ﺭﺃﺳﻲ ﺃﻭﻝ اﻟﺒﻘﺮﺓ ﻭﺧﺎﺗﻤﺘﻬﺎ ﻓﺈﻧﻲ ﺭﺃﻳﺖ ﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﻳﺴﺘﺤﺐ ﺫاﻙ

Berkata kepadaku Mubasysyir bin Ismail al Halabi, dari Abdurrahman bin al ‘Ala dari ayahnya, bahwa dia berkata kepada anaknya:

“Jika engkau memasukkan aku ke kubur, letakkanlah aku di Lahad, bacalah “Bismillah wa’ ala Sunnati Rasulillah,” dan dan bacakanlah dibagian kepalaku awal surat Al Baqarah dan penutupnya, SEBAB AKU MELIHAT IBNU UMAR menyukai (menyunnahkan) hal itu.

(Tarikh Ibnu Ma’in, 4 /502)

Imam Amir Asy Sya’bi Rahimahullah menceritakan tentang para sahabat Anshar:

كانت الأنصار إذا مات لهم الميت اختلفوا إلى قبره يقرءون عنده القرآن

Orang-orang Anshar (para sahabat) jika ada yang wafat si antara mereka, mereka berkumpul di kubur mayit tersebut, dan mereka membaca Al Quran di sisinya.

(Imam Abu Bakar Al Khalal, Al Qira’ah ‘Indal Qubur, no. 7)

Imam Asy Syafi’i Rahimahullah pun menganjurkannya, tercatat dalam kitab Riyadhushshalihin-nya Imam an Nawawi Rahimahullah:

قال الشَّافِعِيُّ رَحِمهُ اللَّه: ويُسْتَحَبُّ أن يُقرَأَ عِنْدَهُ شيءٌ مِنَ القُرآنِ، وَإن خَتَمُوا القُرآن عِنْدهُ كانَ حَسن

Berkata Imam Asy Syafi’i Rahimahullah: Hal yang disukai membaca Al Quran di sisi kubur dan jika sampai khatam maka itu bagus. (Hal. 295, Muasasah Ar Risalah)

Sebagian orang ada yang mengingkari kebenaran riwayat dari Imam asy Syafi’i di atas, dgn alasan Imam asy Syafi’i mengatakan tidak sampainya pahala bacaan Al Quran buat mayit. Namun, sumber yang begitu banyak dan dikutip para ulama dari zaman ke zaman di berbagai madzhab memunjukkan hal itu benar dari Imam asy Syafi’i. Atau, bisa jadi ini adalah dua perkara yang berbeda: antara menghadiahi pahala baca Al Quran , dan membaca Al Quran di kubur.

Imam Abu Bakar Al Khalal berkata:

أخبرني روح بن الفرج ، قال : سمعت الحسن بن الصباح الزعفراني ، يقول : « سألت الشافعي عن القراءة عند القبر فقال : لا بأس به »

Mengabarkan kepadaku Ruh bin Al Faraj, katanya: Aku mendengar Al Hasan bin Ash Shabaah Az Za’farani berkata: *”Aku bertanya kepada Asy Syafi’i tentang membaca Al Quran di sisi kubur, Beliau menjawab: Tidak apa-apa.”

(Lihat riwayat No. 6)

Tentang anjuran membaca Al Quran dikubur telah DISEPAKATI kesunnahannya oleh madzhab Syafi’i. Berikut ini keterangannya:

ثُمَّ قَالَ السُّيُوطِيُّ: وَأَمَّا الْقِرَاءَةُ عَلَى الْقَبْرِ فَجَازَ بِمَشْرُوعِيَّتِهَا أَصْحَابُنَا وَغَيْرُهُمْ. قَالَ النَّوَوِيُّ فِي شَرْحِ الْمُهَذَّبِ: اسْتُحِبَّ لِزَائِرِ الْقُبُورِ أَنْ يَقْرَأَ مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ، وَيَدْعُوَ لَهُمْ عَقِبَهَا، نَصَّ عَلَيْهِ الشَّافِعِيُّ، وَاتَّفَقَ عَلَيْهِ الْأَصْحَابُ، وَزَادَ فِي مَوْضِعٍ آخَرَ: وَإِنْ خَتَمُوا الْقُرْآنَ عَلَى الْقَبْرِ كَانَ أَفْضَلَ

Lalu Imam As Suyuthi berkata: “Ada pun membaca Al Quran di kubur, hal itu dibolehkan. Sahabat-sahabat kami (Syafi’iyah) dan lainnya, menyatakan hal itu DISYARIATKAN.” Imam an Nawawi berkata: “Disukai (disunnahkan) bagi peziarah kubur membaca yang paling mudah dari Al Quran, lalu mendoakan mereka setelah itu, hal itu dikatakan oleh Imam asy Syafi’i, dan para sahabatnya (Syafi’iyah) telah SEPAKAT ATAS HAL ITU.” Beliau menambahkan di tempat lain: “Jika mereka sampai khatam baca Al Quran di kubur, maka itu lebih utama.”

(Mirqah Al Mafatih, 3/1229)

Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah, Dari Salamah bin Syabib, dia berkata:

أتيت أحمد بن حنبل فقلت له : إني رأيت عفان يقرأ عند قبر في المصحف ، فقال لي أحمد بن حنبل : ختم له بخير

Aku datangi Ahmad bin Hambal, aku berkata kepadanya: “Aku melihat ‘Affan membaca Al Quran di kubur dengan mushaf.” Ahmad bin Hambal berkata kepadaku: “Baca sampai Khatam lebih baik baginya.”

(Al Qira’ah’ Indal Qubur, no. 4)

Imam Ibnu ‘Allan Rahimahullah menjelaskan makna “Bacalah kepada orang yg menjelang wafat di antara kamu dengan surat Yasin”:

حمله على ذلك وعلى حقيقته فتقرأ عليه بعد موته في بيته ومدفنه…. فاستحبو التلقين بعد الموت وبعد الدفن، وقد ألف فيه الحافظ السخاوي مؤلفاً نفيساً

Makna hal itu adalah secara hakiki, dibacakan kepada mayit itu setelah kematiannya baik di rumahnya dan tempat dikuburkannya…. Mereka (para ulama) mengatakan, adalah hal yang disukai melakukan talqin setelah wafat dan setelah penguburan. Al Hafizh As Sakhawi telah menyusun buku yang begitu berharga dalam masalah ini.

(Dalilul Falihin Syarh Riyadh ash Shalihin, 6/392)

Demikian. Wallahu a’lam

📓📕📗📘📙📔📒

✏ Farid Nu’man Hasan

Shubuh Kesiangan, Langsung Sholat Atau Menunggu Dhuha?

💦💥💦💥💦💥

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum warohmatulloh wabarokatuh. Tanha ustadz Apabila org terlambat bangun subuh dan ketika telah bangun serta berwudhuk, ditemukan matahari sedang terbit, apkah org tersebut langsung sholat shubuh atau d tunggu sampai matahari terbit sempurna atau sudah masuk waktu dhuha.

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh Bismillahirrahmanirrahim…

Hendaknya dia bersegera shalat subuh, saat dia menyadarinya atau mengingatnya, dan jangan ditunda. Itu waktu terlarang shalat khusus untuk shalat sunnah mutlak, bukan larangan qadha shalat wajib.

Dari Qatadah Radhiallahu ‘Anhu , katanya:

سِرْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ لَوْ عَرَّسْتَ بِنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَخَافُ أَنْ تَنَامُوا عَنْ الصَّلَاةِ قَالَ بِلَالٌ أَنَا أُوقِظُكُمْ فَاضْطَجَعُوا وَأَسْنَدَ بِلَالٌ ظَهْرَهُ إِلَى رَاحِلَتِهِ فَغَلَبَتْهُ عَيْنَاهُ فَنَامَ فَاسْتَيْقَظَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ طَلَعَ حَاجِبُ الشَّمْسِ فَقَالَ يَا بِلَالُ أَيْنَ مَا قُلْتَ قَالَ مَا أُلْقِيَتْ عَلَيَّ نَوْمَةٌ مِثْلُهَا قَطُّ قَالَ إِنَّ اللَّهَ قَبَضَ أَرْوَاحَكُمْ حِينَ شَاءَ وَرَدَّهَا عَلَيْكُمْ حِينَ شَاءَ يَا بِلَالُ قُمْ فَأَذِّنْ بِالنَّاسِ بِالصَّلَاةِ فَتَوَضَّأَ فَلَمَّا ارْتَفَعَتْ الشَّمْسُ وَابْيَاضَّتْ قَامَ فَصَلَّى

“Kami pernah berjalan bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada suatu malam. Sebagian kaum lalu berkata, Wahai Rasulullah, barangkali anda mau istirahat sebentar bersama kami? Beliau menjawab: Aku khawatir kalian tertidur sehingga terlewatkan shalat. Bilal berkata, Aku akan membangunkan kalian. Maka merekapun berbaring, sedangkan Bilal bersandar pada hewan tunggannganya, tapi rasa kantuknya mengalahkannya dan akhirnya iapun tertidur. Ketika Nabi shallallahu alaihi wasallam terbangun ternyata matahari sudah terbit, maka beliau pun bersabda: Wahai Bilal, mana bukti yang kau ucapkan! Bilal menjawab: Aku belum pernah sekalipun merasakan kantuk seperti ini sebelumnya. Beliau lalu bersabda: Sesungguhnya Allah ‘Azza Wa Jalla memegang ruh-ruh kalian sesuai kehendak-Nya dan mengembalikannya kepada kalian sekehendak-Nya pula. Wahai Bilal, berdiri dan adzanlah (umumkan) kepada orang-orang untuk shalat! kemudian beliau berwudhu, ketika matahari meninggi dan tampak sinar putihnya, beliau pun berdiri melaksanakan shalat. (HR. Bukhari No. 595)

Dari Abu Qatadah Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

ذَكَرُوا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَوْمَهُمْ عَنْ الصَّلَاةِ فَقَالَ إِنَّهُ لَيْسَ فِي النَّوْمِ تَفْرِيطٌ إِنَّمَا التَّفْرِيطُ فِي الْيَقَظَةِ فَإِذَا نَسِيَ أَحَدُكُمْ صَلَاةً أَوْ نَامَ عَنْهَا فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا

Mereka menceritakan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa tidurnya mereka membuat lalai dari shalat. Maka Beliau bersabda: “Sesungguhnya bukan termasuk lalai karena tertidur, lalai itu adalah ketika terjaga. Maka, jika kalian LUPA atau TERTIDUR maka shalatlah ketika kalian ingat (sadar).” (HR. At Tirmidzi No. 177, katanya: hasan shahih)

Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ نَسِيَ صَلَاةً فَلْيُصَلِّ إِذَا ذَكَرَهَا لَا كَفَّارَةَ لَهَا إِلَّا ذَلِكَ{وَأَقِمْ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي}

Barang siapa yang lupa dari shalatnya maka hendaknya dia shalat ketika ingat, tidak ada tebusannya kecuali dengan itu (Allah berfirman: “dirikanlah shalat untuk mengingatKu”). (HR. Bukhari No. 597)

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah menerangkan:

اتفق العلماء على أن قضاء الصلاة واجب على الناسي والنائم

Para ulama sepakat tentang wajibnya mengqadha shalat bagi orang lupa atau tertidur. (Fiqhus Sunnah, 1/274, Lihat juga Bidayatul Mujtahid, 1/182) Demikian. Wallahu a’lam.

📓📕📗📘📙📔📒

✏ Farid Nu’man Hasan

Masbuq Apakah Wajib Takbiratul Ihram, atau Langsung Ikut Gerakan Imam?

💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum
Warrahmatullahi
Wabarakatuh

Mau tanya Ustadz

Bila kita menjadi makmum masbuq, bila imam sudah rukuk, apakah :
1) Mesti takbiratul ikhram terlebih dahulu, baru setelah itu langsung rukuk mengikuti imam ?
2) Apabila mesti takbiratul ikhram apakah mesti membaca takbir 2 kali sebelum rukuk mengikuti imam ?

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim…

Takbiratul Ihram (ucapan Allahu akbar di awal shalat) itu rukun shalat, dan pembukanya. Tidak sah shalat tanpa mengawalinya dengan Takbiratul Ihram. Ada pun yang SUNNAH adalah mengangkat tangannya saat Takbiratul Ihram.

Hal ini berdasarkan hadits:

مفتاح الصلاة الطهور، وتحريمها التكبير، وتحليلها التسليم

Kuncinya Shalat adalah bersuci, pengharamnya adalah takbir, dan penghalalannya adalah salam.

(HR. Abu Daud, Ahmad, Al Hakim, kata Al Hakim: sanadnya Shahih)

Maka, disaat seseorang masbuq, maka takbirlah lalu langsung ikuti gerakan/posisi imam. Jika imam sedang ruku maka lalukan takbiratul ihram saat berdiri tegak, lalu langsung ruku, tanpa takbir intiqal lagi.

Imam Abu Ishaq asy Syirazi Rahimahullah berkata:

وإن أدركه ساجداً كبر للإحرام ثم يسجد من غير تكبير، ومن أصحابنا من قال: يكبر كما يكبر للركوع، والمذهب الأول

Jika seseorang mendapatkan imam sdg sujud maka hendaknya dia bertakbir (ihram), lalu dia sujud tanpa takbir. Di antara sahabat kami (Syafi’iyah) ada juga yg mengatakan takbir dulu seperti takbir ruku, namun pendapat resmi madzhab adalah yang awal. (Al Muhadzdzab, 1/179)

Imam an Nawawi mengatakan:

قال أصحابنا: إذا أدركه ساجداً أو في التشهد كبر للإحرام قائماً ويجب أن يكمل حروف تكبيرة الإحرام قائماً كما سبق بيانه قريباً في صفة الصلاة فإذا كبر للإحرام لزمه أن ينتقل إلى الركن الذي فيه الإمام، وهل يكبر للانتقال؟ فيه الوجهان اللذان ذكرهما المصنف أصحهما باتفاق الأصحاب: لا يكبر، لما ذكره المصنف، ثم يكبر بعد ذلك إذا انتقل مع الإمام من السجود أو غيره موافقة للإمام

Para sahabat kami mengatakan: “Jika seseorang mendapatkan imam sedang sujud atau tasyahud, hendaknya dia takbiratul ihram secara berdiri dan wajib baginya menyempurnakan semua huruf takbiratul ihramnya di saat berdiri, sebagaimana penjelasan pada sifat shalat yg lalu. Jika sudah takbiratul ihram, maka wajib baginya mengikuti posisi imam, apakah pakai takbir intiqal (takbir antar gerakan)? Dalam hal ini ada dua pendapat seperti yg disebut oleh Al Mushannif, tapi yang SHAHIH dan disepakati madzhab Syafi’i adalah TIDAK BERTAKBIR. Bertakbir itu ada pada gerakan selanjutnya bersama imam, baik pada sujud, atau lainnya.

(Al Majmu’ Syarh al Muhadzdzab, 4/218)

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌺🌷🌻🌸🍃🌴🌵

🖋 Farid Nu’man Hasan

scroll to top