Hukum Menjual Barang Titipan

Pertanyaan

Assalamualaikum..maf ust izin bertanya . bagaiman hukum praktek jual beli seperti ini . si A membeli bahan bagunan di toko bangunan, dengan akad barang tersebut disimpan / dititipakan di toko dengan jangka waktu yg lama bisa 1 thn bahkan lebih ..setelah itu kalau mau membagun rumah baru si A mengambil bahan2 tersebut dengan harga yg dulu ketika awal beli.. mohon penjelasannya .maf.

Jawaban

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh. Apakah transaksinya sudah selesai? Sudah dibayar, dan uangnya sudah diterima penjualnya? Jika ya, lalu pemilik tokonya ridha dititipi selama itu, tdk apa-apa. Yang jelas status barang itu sudah milik pembelinya, pemilik toko material tersebut hanya diamanahi untuk menyimpannya.. Tidak masalah.. Wallahu A’lam

Pertanyaan

taransaksinya suda selesai..tetapi barangnya dijual lagi sama pemilik toko..contohnya seperti semen. karena dipakai masih lama biar tidk rusak. pemilik toko menjual kembali

Jawaban

Tidak boleh menjual barang titipan yang bukan miliknya, kecuali atas izin pemiliknya.

Dari Hakim bin Hizam, bahwa Nabi ﷺ bersabda:

لا تَبِعْ ما لَيسَ عندَك َ

”Janganlah kamu menjual barang yang bukan milikmu.”

(HR. Ahmad no. 15311, Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: shahih. Lihat Ta’liq Musnad Ahmad no. 15311)

Hadis di atas secara tegas melarang kita menjual barang yang tidak kita miliki.

Imam Al Baghawi Rahimahullah mengatakan:

وَفِي مَعْنَاهُ بَيْعُ مَالِ غَيْرِهِ بِغَيْرِ إِذْنِهِ لَا يَصِحُّ لأَنَّهُ غَرَرٌ، لأَنَّهُ لَا يَدْرِي هَلْ يُجِيزُهُ مَالِكُهُ أَوْ لَا يُجِيزُهُ، وَبِهِ قَالَ الشَّافِعِيُّ

“Maknanya adalah menjual harta orang lain tanpa izinnya adalah tidak sah, sebab itu gharar. Karena dia tidak tahu apakah diizinkan pemiliknya atau tidak. Ini pendapat Imam Asy Syafi’i.”

(Imam Al Baghawi, Syarhus Sunnah, 8/141)

Wallahu A’lam

Farid Nu’man

Hukum Tabungan/Cicilan Emas

Pertanyaan

Assalamu’alaikum Ustadz,
Izin bertanya. Apakah Riba hukum nya apabila melakukan transaksi menabung/nyicil Emas di salah satu Bank Syari’ah terbesar di Indonesia. Terimakasih

Jawaban

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah

Masalah cicilan membeli emas ada 2 pendapat ulama,

1. Melarang, sebab nabi memerintahkan jual beli emas secara yadan biyadin (kontan), kalau tidak kontan, maka jatuhnya riba, sebab harga emas yg berkembang. Ini pendapat mayoritas ulama.

Dalilnya:

لَا تَبِيعُوا الذَّهَبَ بِالذَّهَبِ وَلَا تَبِيعُوا الْوَرِقَ بِالْوَرِقِ إِلَّا مِثْلًا بِمِثْلٍ وَلَا تُشِفُّوا بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ وَلَا تَبِيعُوا شَيْئًا غَائِبًا مِنْهُ بِنَاجِزٍ إِلَّا يَدًا بِيَدٍ

“Janganlah kalian jual beli emas dengan emas atau perak dengan perak kecuali jika sama berat, dan janganlah kalian melebihkan antara satu dengan yang lain. Dan jangan pula salah seorang dari kalian melakukan transaksi sedangkan yang lain tidak ada di tempat, kecuali jika dengan tunai.”

(HR. Muslim no. 1584)

Syaikh Abdullah Al Faqih mengatakan:

 فدل الحديث على أنه إن كان البيع ذهباً بذهب فيشترط فيه شرطان التماثل والتقابض

Hadits ini menunjukkan bahwa jika membeli emas dengan emas ada dua syarat: setara nilainya dan taqabudh (serah terima langsung). (Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 100033)

Beliau jg berkata:

ولا بد في بيع الذهب بالنقد من التقابض، أما البيع بالأقساط فغير جائز،

Dan diharuskan dalam jual beli emas dengan uang secara taqabudh, ada pun dengan cara kredit TIDAK BOLEH. (Ibid)

2. Membolehkan, sebab emas saat ini sama dengan sil’ah (barang biasa), yang bisa dijual belikan sebagaimana barang lain. Ada pun yadan biyadin karena zaman dulu emas merupakan alat tukar transaksi, berbeda dengan saat ini emas tak ubahnya seperti rumah, kendaraan, dan semisalnya. Ini pendapat Syaikh Ali Jum’ah, dan Fatwa Dewan Syariah Nasional.

Wallahu a’lam

Farid Nu’man Hasan

 

Bahaya Mempersekusi Ulama

Imam Ibnu ‘Asakir memberikan nasihat buat kita, khususnya orang yang merendahkan ulama:

يا أخي وفقنا الله وإياك لمرضاته وجعلنا ممن يغشاه ويتقيه حق تقاته أن لحوم العلماء مسمومة وعادة الله في هتك أستارمنتقصيهم معلومة وأن من أطلق لسانه في العلماء بالثلب ابتلاه الله تعالى قبل موته بموت القلب فليحذر الذين يخالفون عن أمره أن تصيبهم فتنة أو يصيبهم عذاب أليم

Wahai saudaraku –semoga Allah memberikan taufiq kepada saya dan anda untuk mendapatkan ridhaNya dan menjadikan kita termasuk orang yang bertaqwa kepadaNYa dengan sebenar-benarnya- dan Ketahuilah, bahwa daging–daging ulama itu beracun, dan sudah diketahui akan kebiasaan Allah dalam membongkar tirai orang-orang yang meremehkan mereka, dan sesungguhnya barang siapa yang melepaskan mulutnya untuk mencela ulama maka Allah akan memberikan musibah baginya dengan kematian hati sebelum ia mati: maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya (Rasul) takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.

(Imam An Nawawi, At Tibyan, Hal. 30. Mawqi’ Al Warraq)

Dari ucapan Imam Ibnu ‘Asakir Rahimahullah ini kita dapati beberapa pelajaran:

1. Orang yang menghina, merendahkan, melecehkan, dan mempersekusi ulama, maka Allah akan mengazabnya.

2. Di antaranya adalah matinya hati sebelum dia mati badannya

3. Allah juga akan bongkar tirai yang menutupi keburukan mereka

Nah, ulama yang bagaimana yang dimaksud? Yaitu ulama akhirat. Ulama yang telah mengenyampingkan dunia, dia menjual dirinya untuk agama Allah, dengan dakwah, istiqamah, dan jihad. Menerangi umat dari kegelapan dan mengeluarkan mereka dari tipuan dunia. Dunia bukan obsesinya, tetapi akhirat itu yg lebih baik dan abadi (wal akhiratu khairuw wa abqa).

Ada pun ulama suu’, bukanlah yang dimaksud, yaitu ulama yang menjadi hamba dunia. Dunia adalah impian dan obsesinya, menyalahgunakan ilmunya sampai menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal. Allah Ta’ala mengabadikan tentang ulama suu’ di zaman Bani Israil, yaitu Bal’am Ba’ura, sebagaimana ayat berikut:

وَلَوۡ شِئۡنَا لَرَفَعۡنَٰهُ بِهَا وَلَٰكِنَّهُۥٓ أَخۡلَدَ إِلَى ٱلۡأَرۡضِ وَٱتَّبَعَ هَوَىٰهُۚ فَمَثَلُهُۥ كَمَثَلِ ٱلۡكَلۡبِ إِن تَحۡمِلۡ عَلَيۡهِ يَلۡهَثۡ أَوۡ تَتۡرُكۡهُ يَلۡهَثۚ ذَّٰلِكَ مَثَلُ ٱلۡقَوۡمِ ٱلَّذِينَ كَذَّبُواْ بِـَٔايَٰتِنَاۚ فَٱقۡصُصِ ٱلۡقَصَصَ لَعَلَّهُمۡ يَتَفَكَّرُونَ

Dan sekiranya Kami menghendaki niscaya Kami tinggikan (derajat)nya dengan (ayat-ayat) itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan mengikuti keinginannya (yang rendah), maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya dijulurkan lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia menjulurkan lidahnya (juga). Demikianlah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berpikir.

(QS. Al-A’raf, Ayat 176)

Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

Salahkah Julukan Az Zahra pada nama Fathimah Az Zahra?

Pertanyaan

Apakah benar tidak boleh menyebut Az Zahra pada nama Fathimah, dan disinyalir itu berasal dari Syiah?

Jawaban:

Bismillahirrahmanirrahim..

Fathimah Radhiallahu ‘Anha, adalah putri kesayangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Penyandaran gelar Az Zahra pada namanya adalah hal yang diakui dalam sejarah dan ditulis dalam kitab-kitab mu’tabarah para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah, baik kalangan ahli haditsnya, fiqih, tafsir, dan sejarah. Maka, melarang menyebut Az Zahra dan menuduh sebutan Az Zahra sebagai pengaruh ajaran Syiah, adalah tidak benar dan ahistoris.

Az Zahra sendiri artinya putih berseri. Syaikh Bakr Abu Zaid Rahimahullah mengatakan:

فاطمة الزهراء: الزهراء: المرأة المشرقة الوجه ، البيضاء المستنيرة

Fathimah Az Zahra, Az Zahra artinya wanita yang wajahnya cerah, putih bersinar.

(Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 209478)

Para imam pun menyebutnya dengan Fathimah Az Zahra, di antaranya:

– Imam Ibnu Hibban, dalam Shahih-nya ada bab: Dzikru Fathimata Az Zahra ibnati Al Mushthafa Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Radhiallahu ‘Anha
(Tentang Fathimah Az Zahra Radhiallahu ‘Anha, putri Rasulullah Al Mushthafa Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam)

– Imam Al Baghawi, dalam Syarhus Sunnah menulis bab: Bab manaqibi Fathimata Az Zahra Radhiallahu ‘Anha (Bab tentang kebajikan Fathimah Az Zahra Radhiallahu ‘Anha)

– Imam An Nawawi, dalam Tahdzibul Asma wa Lughat menulis dalam pembahasan huruf FA: Fathimah Az Zahra bintu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. (Tahdzibul Asma wal Lughat, 2/352)

– Imam Ibnul Atsir, dalam Usudul Ghabah berkata tentang Fidhah an Nubiyah: “Fidhah an Nubiyah adalah budak wanita dari Fathimah Az Zahra binti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” (Usudul Ghabah, 7/230)

– Imam Adz Dzahabi, dalam As Siyar menceritakan Umar bin Khathab Radhiallahu ‘Anhu: “Umar menikahi Ummu Kultsum, putri Fathimah Az Zahra, dengan mahar 40.000 dirham.” (Siyar A’lamin Nubala, 2/433)

– Imam Al Qurthubi, dalam tafsirnya menulis tentang putra putri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Ada pun anak-anak perempuan di antara anak-anaknya adalah: Fathimah Az Zahra bintu Khadijah ..” (Tafsir Al Qurthubi, 14/241)

– Syaikh Muhammad Rasyid Ridha, dalam tafsirnya mengatakan: “Diriwayatkan bahwa Sayyidah Fathimah Az Zahra tidak pernah haid, oleh karena itulah dia juluki dengan Az Zahra.” (Tafsir Al Manar, 3/246)

Dan masih banyak lainnya, termasuk ulama kontemporer seperti Syaikh Muhammad al Amin Syanqiti dalam tafsir Adhwa’ul Bayan, Syaikh Al Albani dalam beberapa kitabnya, termasuk para ulama di Al Lajnah Ad Daimah kerajaan Arab Saudi, dan lainnya.

Demikian. Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top