Khitbah (Melamar/Meminang) (Bag. 6)

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

7⃣ Mencari Informasi Tentang Kepribadian

Ini bukan ghibah. Tidak masalah dilakukan untuk memperteguh dan memantapkan pernikahan. Sebab khitbah itu masih janji  (Al Wa’du) untuk menciptakan ikatan (Al ‘Aqdu), bukan ikatan itu sendiri. Sehingga kemungkinan untuk lanjut dan batal masih terbuka. Hal ini bukan termasuk ghibah yang diharamkan, tapi ini adalah upaya taqwim yang dibolehkan.

Hal ini pernah terjadi dan dialami seorang shahabiyah pada masa Nabi ﷺ, yaitu Fathmah binti Qais Radhiallahu ‘Anha. Beliau menceritakan kepada Nabi ﷺ, telah dilamar oleh dua laki-laki Muawiyah bin Abi Sufyan Radhiallahu ‘Anhuma dan Abu Jahm Radhiallahu ‘Anhu.

Maka, Nabi ﷺ memberikan keterangan:

أَمَّا أَبُو جَهْمٍ فَلَا يَضَعُ عَصَاهُ عَنْ عَاتِقِهِ وَأَمَّا مُعَاوِيَةُ فَصُعْلُوكٌ لَا مَالَ لَهُ انْكِحِي أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ فَكَرِهْتُهُ ثُمَّ قَالَ انْكِحِي أُسَامَةَ فَنَكَحْتُهُ فَجَعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا وَاغْتَبَطْتُ

“Ada pun Abu Jahm, dia tidak pernah meletakkan tongkatnya dari bahunya (maksudnya suka memukul), sedangkan Muawiyah orang susah tidak ada hartanya. Nikahlah kamu dengan Usamah bin Zaid.” Aku (Fathimah binti Qais) tidak menyukainya. Beliau bersabda: “Nikahlah kamu dengan Usamah.” Maka aku menikahinya, lalu Allah menjadikan banyak kebaikan padanya dan aku begitu bahagia. (HR. Muslim No. 1480)

8⃣  Jarak Antara Khitbah dan Pernikahan

Tidak ada keterangan secara spesifik, baik Al Quran dan As Sunnah, tentang ketentuan jarak antara khitbah dan pernikahan. Hal ini disesuaikan dengan kematangan, persiapan, masing-masing pihak, tanpa melupakan kepantasan yang berlaku di masyarakat (‘Urf). Kedua pihak bisa menyepakati sesuai kerelaan dan kesiapannya, bisa hitungan bulan, atau bahkan tahunan. Hanya saja mempercepat lebih baik, sebab penundaan sekian lama akan membuka peluang pintu maksiat. Biasanya mereka sudah saling mencintai, ada keinginan kuat untuk bertemu, dan rindu. Jika ini ditunda lama-lama, maka khawatir terjadi madharat.

Sebaiknya masa-masa jeda digunakan untuk memperbaiki diri, niat, skill rumah tangga, dan sebagainya, untuk kebaikan bersama. Tidak masalah membicarakan persiapan teknis pernikahan, yang penting tanpa khalwat.

9⃣ Lamaran Dibatalkan

Lamaran bisa saja dibatalkan baik sebelumnya sudah diterima atau masih pikir-pikir. Baik oleh laki-laki pelamar atau wanita yang dilamar. Bisa saja setelah berlangsung lamaran salah satu dari mereka berpikir ulang untuk membatalkan setelah mendapatkan berita buruk yang valid tentang calonnya. Hal ini seperti yang dilakukan oleh Fathimah binti Qais dalam point 7 di atas.

Ada pun jika pembatalannya tidak jelas alasannya, apalagi tiba-tiba dia tertarik dengan yang lebih kaya –misalnya- maka ini pembatalan yang tercela, walau dia punya hak untuk itu. Ini sama dengan membatalkan janji dengan alasan yang tidak benar, dan merupakan bentuk kemunafikan.

Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:

إن الخطبة مجرد وعد بالزواج، وليست عقدا ملزما، والعدول عن إنجازه حق من الحقوق التي يملكها كل من المتواعدين. ولم يجعل الشارع لا خلاف الوعد عقوبة مادية يجازي بمقتضاها المخلف،وإن عد ذلك خلقا ذميما، ووصفه بأنه من صفات المنافقين، إلا إذا كانت هناك ضرورة ملزمة تقتضي عدم الوفاء. ففي الصحيح عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه قال: (آية المنافق ثلاث: إذا حدث كذب، وإذا وعد أخلف، وإذا اؤتمن خان)

Sesungguhnya  khitbah itu baru semata-mata janji untuk pernikahan, dia bukan akad itu sendiri. Dan pembatalan adalah hak di antara orang-orang yang memiliki janji. Terhadap orang yang mengingkari janji, Islam tidak ada formulasi hukuman materil, sekalipun itu dianggap sebagai akhlak tercela dan mensifatkannya sebagai sifat orang-orang munafik, kecuali jika ada alasan yang benar yang membuat pantas tidak memenuhi janji.

Dalam hadits Shahih di sebutkan, dari Rasulullah ﷺ bahwa dia bersabda: “Ciri-ciri munafik ada tiga: jika bicara dia bohong, jika janji dia ingkari, dan jika diberi amanah dia khianat. (Fiqhus Sunnah, 2/31)

Bersambung …

🌸🍃🌾🌻🌴🌺☘🌷
✍ Farid Nu’man Hasan

Bahasan tentang khitbah:

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 1

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 2

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 3

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 4

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 5

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 6

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag Terakhir

Khitbah (Melamar/Meminang) (Bag. 5)

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

📌 Nazhar Itu Hanya Untuk Yang Serius Ingin Menikahinya

Hal ini perlu diperhatikan dan ditegaskan, khususnya untuk kaum laki-laki, agar tidak ada kesan mempermainkan wanita. Walau menolak dan melanjutkan proses adalah haknya, tetapi hendaknya memperhatikan perasaan wanita. Betapa banyak laki-laki yang sudah nazhar terhadap beberapa wanita, tapi tidak ada satu pun yang membuatnya tertarik, karena mungkin memasang standar rupa yang tinggi, lupa dengan wasiat Nabi ﷺ : fazhfar bidzaatid diin taribat yadaaka – pilihlah karena agama, niscaya kau akan beruntung.  (HR. Muttafaq ‘Alaih)

Bahkan para ulama dengan tegas menjadikan “keinginan serius” ini sebagai syarat kebolehan melihat wanita tersebut, bukan melihat untuk semata-mata menikmati kecantikannya, apalagi ajang seleksi.

Mereka mengatakan:

وَاشْتَرَطَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ ( الْمَالِكِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ ) لِمَشْرُوعِيَّةِ النَّظَرِ أَنْ يَكُونَ النَّاظِرُ إِلَى الْمَرْأَةِ مُرِيدًا نِكَاحَهَا ، وَأَنْ يَرْجُوَ الإِْجَابَةَ رَجَاءً ظَاهِرًا ، أَوْ يَعْلَمَ أَنَّهُ يُجَابُ إِلَى نِكَاحِهَا ، أَوْ يَغْلِبَ عَلَى ظَنِّهِ الإِْجَابَةُ .وَاكْتَفَى الْحَنَفِيَّةُ بِاشْتِرَاطِ إِرَادَةِ نِكَاحِهَا فَقَطْ

Mayoritas fuqaha mensyaratkan (baik Malikiyah, Syafi’iyah, Hanabilah) untuk disyariatkannya nazhar kepada wanita adalah bagi yang berkehendak memang untuk menikahinya, dan dia berharap adanya penerimaan secara jelas atas lamarannya, atau dikabulkan menikahinya, atau ada dugaan kuat dia akan diterima. Sedangkan Hanafiyah hanya mensyaratkan “kehendak menikahi” saja.” (Raddul Muhtar, 4/237. Mawahib Al Jalil, 3/405. Raudhatuth Thalibin, 7/20, Nihayatul Muhtaj, 6/183. Kasyaaf Al Qina’, 5/10)

📌 Nazhar Tidak Apa-Apa Berkali-Kali

Tidak apa-apa berkali-kali menatap jika kebutuhannya untuk mendapatkan gambaran jelas tentang penampilan calon istrinya.

Berikut penjelasan para ulama:

لِلْخَاطِبِ أَنْ يُكَرِّرَ النَّظَرَ إِلَى الْمَخْطُوبَةِ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُ هَيْئَتُهَا فَلاَ يَنْدَمُ عَلَى نِكَاحِهَا وَيَتَقَيَّدُ فِي ذَلِكَ بِقَدْرِ الْحَاجَةِ

Bagi pelamar boleh melihat berulang-ulang kepada wanita yang dilamar sampai jelas baginya penampilannya dan dia tidak menyesal menikahinya. Hal itu bleh dilakukan terikat oleh kadar kebutuhannya. (Al Mausu’ah, 19/201)

5⃣ Sunah Menyembunyikan Khitbah

Dalam fiqih Malikiyah, disunnahkan menyembunyikan khitbah, jangan gembar gembor apalagi jika baru ta’aruf. Hikmahnya adalah jika mengalami hal yang terburuk, yaitu gagal, maka keduanya tidak malu karena memang tidak ada yang tahu. Cukup yang tahu adalah keluarga mereka saja, atau orang dekat yang bisa dipercaya.

Dalam Al Mausu’ah tertulis:

ذَهَبَ الْمَالِكِيَّةُ إِلَى أَنَّهُ يُنْدَبُ إِخْفَاءُ الْخِطْبَةِ خِلاَفًا لِعَقْدِ النِّكَاحِ فَيُنْدَبُ – عِنْدَهُمْ وَعِنْدَ بَقِيَّةِ الْفُقَهَاءِ – إِعْلاَنُهُ لِقَوْل النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَعْلِنُوا هَذَا النِّكَاحَ

Malikiyah berpendapat bahwa disunahkan menyembunyikan khitbah, ini berbeda dengan akad nikah yang justru disunahkan –menurut mereka dan fuqaha lainnya- untuk menyebarkan beritanya, sebab Nabi ﷺ bersabda: “Beritakanlah pernikahan ini.” (Al Mausu’ah, 19/195)

6⃣ Khutbah Sebelum Khitbah

Disunahkan saat melakukan lamaran untuk memulainya dengan sedikit khutbah ajakan untuk taqwa dan menyampaikan niat kedatangan. Ini bisa dilakukan pelamar atau wakilnya.

Disebutkan dalam Al Mausu’ah:

يُنْدَبُ لِلْخَاطِبِ أَوْ نَائِبِهِ تَقْدِيمُ خُطْبَةٍ قَبْل الْخِطْبَةِ لِخَبَرِ : كُل أَمْرٍ ذِي بَالٍ لاَ يُبْدَأُ فِيهِ بِحَمْدِ اللَّهِ فَهُوَ أَقْطَعُ (1) أَيْ عَنِ الْبَرَكَةِ ، فَيَبْدَأُ بِالْحَمْدِ وَالثَّنَاءِ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى ، ثُمَّ بِالصَّلاَةِ عَلَى رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ يُوصِي بِالتَّقْوَى ، ثُمَّ يَقُول : جِئْتُكُمْ خَاطِبًا كَرِيمَتَكُمْ ، وَإِنْ كَانَ وَكِيلاً قَال : جَاءَكُمْ مُوَكِّلِي خَاطِبًا كَرِيمَتَكُمْ أَوْ فَتَاتَكُمْ ، وَيَخْطُبُ الْوَلِيُّ أَوْ نَائِبُهُ كَذَلِكَ ثُمَّ يَقُول : لَسْتُ بِمَرْغُوبٍ عَنْكَ أَوْ نَحْوَهُ

Dianjurkan bagi seorang pelamar atau wakilnya membukanya dengan khutbah sebelum khitbah, sesuai hadits:

“Apa saja yang tidak dimulai padanya dengan pujian kepada Allah maka dia terputus.” Yaitu terputus dari keberkahan.

Maka, memulai dengan pujian kepada Allah (Alhamdulillah) dan sanjungan  kepada Allah ﷻ , lalu bershalawat kepada Rasulullah ﷺ, lalu menyampaikan wasiat taqwa, kemudian berkata: “Aku datang kepada kalian untuk melamar anak gadis kalian”, atau jika yang berkata wakilnya: “Dia datang kepada kalian dengan mendelegasikan kepada saya untuk melamar puteri kalian.” Lalu walinya atau wakilnya berkhutbah begitu juga, kemudian berkata: “(Semoga) Aku bukanlah termasuk orang yang kau benci,” atau kalimat semisal ini. (Al Mausu’ah, 19/203)

Hadits “Apa saja yang tidak dimulai padanya dengan pujian kepada Allah maka dia terputus.”, diriwayatkan oleh Abu Daud No. 4840, Ibnu Majah No. 1894, An Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra No. 10255, Ibnu Hibban No. 1, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf No. 27219, Alauddin Al Muttaqi dalam Kanzul ‘Ummal No. 2510, 6464. Imam An Nawawi mengatakan: hasan. (Riyadhushshalihin, Bab Al Amru bish Shalah). Imam Syamsul Azhim Abadi juga mengatakan hasan. (‘Aunul Ma’bud, 13/130). Sementara Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam tahqiqnya terhadap Shahih Ibni Hibban mengatakan: dhaif. (Shahih Ibni Hibban No. 1). Begitu pula Syaikh Al Albani mendhaifkan dalam berbagai kitabnya.

Bersambung …

🌸🌾🌻🍃🌴🌺☘🌷

Farid Nu’man Hasan

Bahasan tentang khitbah:

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 1

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 2

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 3

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 4

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 5

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 6

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag Terakhir

Khitbah (Melamar/Meminang) (Bag. 4)

Boleh Melihat Tanpa Izin Wanitanya Atau Walinya

Dalam hadits-hadits yang memerintahkan melihat wanita yang akan dinikahi, Nabi ﷺ tidak menyebutkan adanya izin. Jika memang ada izin pasti Nabi ﷺ tidak akan lupa menyebutkannya. Oleh karena itu, mayoritas ulama (Hanafiyh, Syafi’iyah, Hanabilah) menyatakan bolehnya melihat baik dengan izin atau tanpa izin pihak wanita atau izin walinya, kecuali Malikiyah yang mengharamkan melihat tanpa izin.

Syaikh Wahbah Az Zuhailiy Rahimahullah menjelaskan:

فاذا اراد يتزوج امرأة و رغب فى زواوجها فلا شك فى جواز النظر اليها و يسن النظر اليها قبل الخطبة و ان لم تأذن هي و لا وليها اكتفاء باذن الشرع و لئلا تتزين فيفوت غرضه ولكن الاولى ان يكون باذنها خروجا من خلاف الإمام مالك فإنه يقول بحرمة النظر بغير إذنها فإن لم تعجبه سكت ولا يقول : لا أريدها لانهإيذاء

“Jika seorang laki-laki hendak menikahi wanita yang dia inginkan, maka tidak ragu lagi kebolehan melihatnya. Disunnahkan melihat wanita itu sebelum khitbah (lamaran), walau pun wanita itu tidak mengizinkan atau walinya juga tidak mengizinkan, maka cukuplah syariat yang telah mengizinkannya, agar wanita itu tidak berhias yang bisa menghilangkan tujuan dari melihatnya.” Tetapi yang lebih utama adalah melihat atas izin wanita tersebut dalam rangka keluar dari khilafiyah/perselisihan pendapat, sebab Imam Malik berpendapat haram melihatnya tanpa izinnya. Lalu, jika dia tidak tertarik hendaknya diam saja, dan jangan mengatakan: “Saya tidak mau”, sebab itu menyakitkan (Syaikh Wahbah Az Zuhailiy, Al Fiqh Asy Syafi’iyyah Al Muyassar, 2/36)

Maksud kalimat “agar wanita itu tidak berhias yang bisa menghilangkan tujuan dari melihatnya” adalah biasanya jika ada pemberitahuan atau izin, maka si wanita akan berias atau dandan dulu, sehingga tampak terlihat lebih cantik dan fresh, untuk menambah daya tarik bagi si laki-laki. Hal ini membuat ketertarikan atas kecantikan yang tidak alami, dan bukan itu tujuannya. Tujuannya adalah ketertarikan sesuatu yang tidak dibuat-buat. Betapa banyak wanita cantik karena polesan make up semata, begitu luntur atau tidak memakai make up, wajahnya pucat. Suami terkaget melihatnya seperti orang asing yang ada di rumahnya.

Wanita Berhias Agar Dilamar atau Saat Dilamar

Sebagian ulama mengatakan, justru berhias bagi gadis yang akan dilamar adalah sunah, seperti yang dikatakan Hanafiyah. Berikut ini keterangannya:

ذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ إِلَى أَنَّ تَحْلِيَةَ الْبَنَاتِ بِالْحُلِيِّ وَالْحُلَل لِيَرْغَبَ فِيهِنَّ الرِّجَال سُنَّةٌ

Hanafiyah berpendapat bahwa para gadis yang berhias dengan berbagai perhiasan agar kaum laki-laki tertarik kepada mereka adalah sunnah. (Al Mausu’ah, 19/199)

Malikiyah berpendapat berhias itu hanya bagi janda yang akan dilamar. Ibnul Qaththan berkata:

وَلَهَا ( أَيْ لِلْمَرْأَةِ الْخَالِيَةِ مِنَ الأَْزْوَاجِ ) أَنْ تَتَزَيَّنَ لِلنَّاظِرِينَ ( أَيْ لِلْخُطَّابِ )

Bagi dia (yaitu wanita yang sudah cerai dari para suami) hendaknya berhias bagi orang-orang yang melihatnya (yaitu bagi para pelamar). (Mawahib Al Jalil, 3/405)

Berhias bagi wanita merupakan sindiran bagi kaum laki-laki untuk tertarik melamarnya. Hal ini seperti yang dikatakan seorang sahabat Nabi ﷺ, yakni Jabir Radhiallahu ‘Anhu secara marfu’:

يا معشر النساء اختضبن فإن المرأة تختضب لزوجها, وإن الأيم تختضب تعرض للرزق من الله عز وجل

Wahai kaum wanita, ber-riaslah, sesungguhnya seorang istri itu ber-rias untuk suaminya, sedangkan para wanita yang masih sendirian ber-rias untuk memancing rizki dari Allah ﷻ. (Imam Ibnu Muflih, Al Furu’, 5/532) [1]

Apa maksud ta’arradhu lirrizqi minallah – untuk memancing rizki dari Allah ﷻ ?

أَيْ لِتُخْطَبَ وَتَتَزَوَّج

Yaitu agar laki-laki melamarnya dan menikahinya. (Al Mausu’ah, 2/282)

‘Atha Al Khurasani berkata:

جاءت امرأة إلى النبي صلى الله عليه و سلم تبايعه فقال ما لك لا تختضبين ألك زوج قالت نعم قال فاختضبي فإن المرأة تختضب لأمرين إن كان لها زوج فلتختضب لزوجها وإن لم يكن لها زوج فلتختضب لخطبتها

Datang seorang wanita kepada Nabi ﷺ untuk membai’atnya. Beliau bertanya kepada wanita itu: “Kenapa kamu tidak mewarnai (tanganmu, pen) apakah kamu punya suami?” Wanita itu menjawab: “Ya” Nabi ﷺ bersabda: “Celuplah tanganmu (maksudnya hiasilah), sesungguhnya wanita menghias karena dua faktor, bagi yang sudah bersuami hendaknya dia mencelup tangannya untuk suaminya, bagi yang belum punya suami dia mencelup untuk laki-laki melamarnya .” (HR. Abdurrazzaq, Al Mushannaf No. 7931)

Ikhtidhaba – yakhtadhibu asal katanya adalah khadhaba yang artinya mencelup, mewarnai, yaitu mencelup dengan bentuk hiasan di jari dan tangan dengan henna. Ini sunah bagi wanita.

Dalam Shahih Muslim (No. 1484, dengan penomoran Syaikh Fuad Abdul Baqi), diceritakan tentang Subai’ah Al Aslamiyah, seorang shahabiyah istri dari Sa’ad bin Khawalah, yang wafat saat Haji Wada’. Saat wafat suaminya dia sedang hamil, saat masuk masa nifas, dia berhias agar ada laki-laki yang melamarnya. Maka, Abu Sanabil bin Ba’kak Radhiallahu ‘Anhu, dari Bani Abdid Daar yang datang melamarnya. Menurut Abu Sanabil, Subai’ah belum boleh menikah dulu sampai lewat 4 bulan 10 hari. Subai’ah bertanya tentang hal itu kepada Nabi ﷺ apakah dia sudah halal untuk menikah, maka Nabi ﷺ menjawab bahwa dia sudah halal dan memerintahkannya untuk menikah. (Karena ‘Iddahnya wanita hamil adalah sampai dia melahirkan, bukan 4 bulan 10 hari)

Bersambung …

[1] Syaikh Abdul Muhsin At Turki mengatakan: “Kami belum temukan lafaz yang begini, dan diriwayatkan oleh Abdurrazzaq yang seperti ini dalam Al Mushannaf No. 7931.” (Al Furu’, Cat kaki. No. 5)

Farid Nu’man Hasan

Bahasan tentang khitbah:

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 1

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 2

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 3

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 4

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 5

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 6

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag Terakhir

Khitbah (Melamar/Meminang) (Bag. 3)

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

📌 Anjuran Nazhar Juga Berlaku Bagi Wanita Terhadap Laki-Laki Yang Akan Melamarnya

Syaikh Wahbah Az Zuhailiy Rahimahullah berkata:

و يسن للمرأة ايضا ان تنظر من الرجل غير عورته إذا ارادت تزويجه فانه يعجببها منه ما يعجبه منها

Wanita juga disunahkan melihat laki-laki yang akan menikahinya pada selain auratnya, sebab apa yang membuat laki-laki tertarik kepadanya maka hal itu pula yang membuat wanita tertarik kepada laki-laki.   (Syaikh Wahbah Az Zuhailiy, Al Fiqh Asy Syafi’iyah Al Muyassar, 2/38)

Dalam Al Mausu’ah juga tertulis:

حُكْمُ نَظَرِ الْمَرْأَةِ الْمَخْطُوبَةِ إِلَى خَاطِبِهَا كَحُكْمِ نَظَرِهِ إِلَيْهَا  لإِنَّهُ يُعْجِبُهَا مِنْهُ مَا يُعْجِبُهُ مِنْهَا

Hukum wanita melakukan nazhar  kepada laki-laki yang melamarnya adalah sama seperti hukum laki-laki pelamar melihat kepada wanita yang dilamarnya. Karena apa-apa yang membuat laki-laki tertarik kepadanya maka hal itu pula yang membuat wanita tertarik kepada laki-laki. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah, 19/198)

📌 Batasan Tubuh Yang Dilihat

Secara garis besar ada tiga pendapat dalam hal ini:

💦 Pertama. Hanya wajah dan kedua telapak tangan. Ini adalah pendapat mayoritas ulama.

Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan:

ثم انه انما يباح له النظر إلى وجهها وكفيها فقط لأنهما ليسا بعورة ولأنه يستدل بالوجه على الجمال أو ضده وبالكفين على خصوبة البدن أو عدمها هذا مذهبنا ومذهب الأكثرين

Kemudian, yang dibolehkan untuk dilihat hanyalah wajah dan kedua telapak tangannya, karena keduanya bukanlah aurat. Sebab, wajah merupakan petunjuk atas kecantikannya atau kebalikannya, sedangkan kedua tangan menunjukkan kesuburan badannya atau tidak. Inilah madzhab kami dan mayoritas ulama. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 9/210)

Ini pendapat Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan sebagian Hanabilah (Hambaliyah).

💦 Kedua. Boleh melihat wajah, telapak tangan sampai siku, leher, kaki dan betis.

Ini adalah pendapat resmi dari kalangan Hanabilah, berikut ini keterangannya:

وَاخْتَلَفَ الْحَنَابِلَةُ فِيمَا يَنْظُرُ الْخَاطِبُ مِنَ الْمَخْطُوبَةِ ، فَفِي ” مَطَالِبِ أُولِي النُّهَى ” ” وَكَشَّافِ الْقِنَاعِ ” أَنَّهُ يَنْظُرُ إِلَى مَا يَظْهَرُ مِنْهَا غَالِبًا كَوَجْهٍ وَيَدٍ وَرَقَبَةٍ وَقَدَمٍ لا نَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا أَذِنَ فِي النَّظَرِ إِلَيْهَا مِنْ غَيْرِ عِلْمِهَا ، عُلِمَ أَنَّهُ أَذِنَ فِي النَّظَرِ إِلَى جَمِيعِ مَا يَظْهَرُ غَالِبًا ، إِذْ لاَ يُمْكِنُ إِفْرَادُ الْوَجْهِ بِالنَّظَرِ مَعَ مُشَارَكَةِ غَيْرِهِ فِي الظُّهُورِ ؛ ولا  نَّهُ يَظْهَرُ غَالِبًا فَأَشْبَهَ الْوَجْهَ

Golongan Hanabilah berbeda tentang bagian mana yang dilihat dari wanita yang dilamar. Dalam “Mathalib Ulin Nuha” dan Kasyaaf Al Qina’ disebutkan bahwa laki-laki boleh melihat apa-apa yang biasa nampak darinya, seperti wajah, tangan, leher, kaki, alasannya yaitu ketika Nabi ﷺ membolehkan melihatnya tanpa sepengetahuan wanita tersebut, maka itu bisa diketahui bahwa kebolehan melihat itu pada semua bagian yang biasa nampak, mengingat tidak mungkin hanya melihat wajah pada saat tubuh yang lain juga terlihat, karena apa-apa yang biasa nampak itu sebagaimana wajah yang juga biasa nampak. (Al Mausu’ah, 19/199)

Dalam keterangan lain:

قَال أَحْمَدُ فِي رِوَايَةِ حَنْبَلٍ : لاَ بَأْسَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَيْهَا وَإِلَى مَا يَدْعُوهُ إِلَى نِكَاحِهَا مِنْ يَدٍ أَوْ جِسْمٍ وَنَحْوِ ذَلِكَ ، قَال أَبُو بَكْرٍ : لاَ بَأْسَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَيْهَا حَاسِرَةً

Imam Ahmad berkata –dalam riwayat Hambal: “Tidak apa-apa melihatnya pada bagian yang membuatnya ingin menikahinya, baik tangan, badan, atau semisalnya. Abu Bakar berkata: “Tidak-apa melihat dengan cara menyingkapnya.” (Al Mausu’ah, Ibid)

💦 Ketiga. Boleh melihat seluruh tubuhnya (bugil)

Berkata Imam An Nawawi Rahimahullah:

وَقَالَ الْأَوْزَاعِيُّ : يَنْظُر إِلَى مَوَاضِع اللَّحْم ، وَقَالَ دَاوُدَ : يَنْظُر إِلَى جَمِيع بَدَنهَا

Berkata Al Auza’i: “Boleh melihat ke tempat-tempat adanya daging.” Daud berkata: “Boleh melihat ke semua badannya.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 9/210)

Namun, pendapat yang ketiga ini dikomentari Imam An Nawawi:

وَهَذَا خَطَأ ظَاهِر مُنَابِذ لِأُصُولِ السُّنَّة وَالْإِجْمَاع

Ini kesalahan yang jelas,  dan bertentangan dengan  dasar-dasar sunnah dan ijma’.  (Ibid)

Bersambung …

🍃🌸🌾🌻🌴🌺☘🌷

✍ Farid Nu’man Hasan

Bahasan tentang khitbah:

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 1

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 2

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 3

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 4

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 5

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag 6

Khitbah (Meminang/Melamar) Bag Terakhir

scroll to top