Benarkah Anjuran Membuat Istri Junub di Hari Jumat??

Mungkin pernah mendapat BC seperti ini:

BUAT ISTRIMU MANDI JUNUB DI HARI JUM’AT & RAIH KEUTAMAAN BERSEGERA MENUJU SHOLAT JUM’AT

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

➡ Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ غَسَّلَ وَاغْتَسَلَ وَغَدَا وَابْتَكَرَ فَدَنَا وَأَنْصَتَ وَلَمْ يَلْغُ كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ كَأَجْرِ سَنَةٍ صِيَامِهَا وَقِيَامِهَا

“Barangsiapa yang membuat istrinya mandi junub dan ia pun mandi, lalu ia berangkat ke masjid dan bersegera, kemudian ia mendekat kepada imam dan diam mendengarkan khutbah serta tidak berbuat sia-sia, maka setiap langkahnya seperti pahala puasa dan sholat setahun.” [HR. Ahmad dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu’anhuma, Shahihut Targhib: 693]

✅ Ringkasan Amalan-amalan di Hari Jum’at:

1. Mandi dan ‘membuat’ istri mandi.

2. Bersiwak.

3. Berhias dengan pakaian yang paling bagus (khusus laki-laki).

Dst …..

Peringatan …. !!

Makna “Ghassala” yang oleh penulisnya diartikan membuat junub istri perlu dikritisi, namun konten lainnya bagus, Insya Allah.

As Sindi menjelaskan arti dari “ghassala” adalah ghuslul a’dha lil wudhuu … yaitu memandikan anggota badan untuk wudhu, lalu dilanjutkan dgn ihgtasala yang artinya mandi junub .. karena tatacara mandi junub adalah wudhu dulu, baru mandi. (Lihat Tahqiq Musnad Ahmad, 11/545). Jadi, bukan membuat junub Istri.

Makna ghassala adalah menjima’ istri dulu, memang ada dari sebagian ulama. Tapi, itu lemah, kalau dikaitkan hadits-hadits lain yang setema.

Lalu, apakah ini juga berarti jima’ di malam jumat? .. tidak ada nash sharih, wadhih, dan shahih menunjukkan itu .., melainkan memang tatacara mandi Jumat itu ya seperti mandi junub, bukan karena sebelumnya habis jima’, ini yang diterangkan para pensyarah.

Baca Juga: Tata Cara Mandi Janabah/Mandi Besar/Mandi Wajib

Imam Abdullah bin Al Mubarak mengatakan maksud ghassala wa ightasala dalam hadits tersebut adalah ghasala ra’sahu waghtasal adalah orang yang memandikan kepalanya dan mandi junub. (Lihat Sunan At Tirmidzi, 1/625)

Kata Imam An Nawawi: wal arjah ‘indal muhaqqiqin at takhfif wal mukhtar an ma”nahu ghasala ra’sahu, artinya
Pendapat yang benar menurut para peneliti adalah tanpa tasydid dan itulah pendapat yang dipilih, bahwa maknanya adalah memandikan kepalanya. (Lihat Hasyiyah As Suyuthi ‘ala Sunan An Nasai, 3/95)

Lalu An Nawawi menjelaskan dengan hadits-hadits lain yang setema. ….

Sayangnya, penulis tersebut lebih memilih makna yang lemah khususnya dalam memaknai ghassala adalah membuat junub Istri, tapi selebihnya bagus.

Wallahu A’lam

🍃🌴🌻☘🌺🌾🌷🌸

✏ Farid Nu’man Hasan

Sunnah Saat Bangun Tidur

💦💥💦💥💦💥

Semoga besok kita bisa mengamalkannya saat bangun tidur …

1⃣ Dianjurkan membersihkan hidung sesudah bangun tidur

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِذَا اسْتَيْقَظَ أُرَاهُ أَحَدُكُمْ مِنْ مَنَامِهِ فَتَوَضَّأَ فَلْيَسْتَنْثِرْ ثَلاَثًا، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَبِيتُ عَلَى خَيْشُومِهِ

Jika kalian bangun tidur, berwudhulah, dan hendaknya melakukan istintsar sebanyak tiga kali, sesungguhnya syetan bermalam di batang hidungnya. (HR. Bukhari No. 3295)

Imam Badruddin Al ‘Aini Rahimahullah menjelaskan arti istintsar:

  وَهُوَ نثر مَا فِي الْأنف بِنَفس قَالَه الْجَوْهَرِي، وَقيل: أَن يستنشق المَاء ثمَّ يسْتَخْرج مَا فِيهِ من أَذَى أَو مخاط

Yaitu menghamburkan apa-apa yang ada di dalam hidung dengan hembusan nafas, itulah yang dikatakan Al Jauhari. Dikatakan: menghirup air lalu mengeluarkan lagi apa-apa yang di dalamnya baik berupa kotoran dan ingus. (Imam Al ‘Aini, ‘Umdatul Qari, 15/172)

Imam Asy Syaukani (Nailul Authar, 1/177)  menjelaskan bahwa istintsar (menghamburkan air dari hidung) lebih umum dibanding istinsyaq (menghirup air ke hidung).  Imam Ibnul ‘Arabi dan Imam Ibnu Qutaibah mengatakan istintsar adalah istinsyaq.  Sama saja maknanya. Tapi mayoritas ahli fiqih, ahli bahasa, dan ahli hadits, mengatakan bahwa istintsar itu berbeda dengan istinsyaq.Istintsar dilakukan setelah istinsyaq. Imam Asy Syaukani mengutip dari Imam An Nawawi katanya:

قَالَ جُمْهُورُ أَهْلِ اللُّغَةِ وَالْفُقَهَاءُ وَالْمُحَدِّثُونَ: الِاسْتِنْثَارُ هُوَ إخْرَاجُ الْمَاءِ مِنْ الْأَنْفِ بَعْدَ الِاسْتِنْشَاقِ

Mayoritas ahli bahasa, ahli fiqih, dan ahli hadits mengatakan bahwa istintsar adalah mengeluarkan air dari hidung setelah istinsyaq. (Ibid)

Para ulama berbeda pendapat apakah hal ini wajib atau sunah saja. Menurut Imam Ash Shan’ani secara tekstual hadits ini menunjukkan wajib secara mutlak, karena berasal dari perintah. Baik bangun tidur malam hari atau siang hari. Segolongan ulama dan  Imam Ahmad bin Hambal menyatakan wajibnya hal ini, sementara mayoritas ulama mengatakan ini adalah anjuran (sunah) saja. (Lihat Subulus Salam, 1/64)

2⃣ Mencuci tangan setelah bangun tidur

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

وَإِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَلْيَغْسِلْ يَدَهُ قَبْلَ أَنْ يُدْخِلَهَا فِي وَضُوئِهِ، فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لاَ يَدْرِي أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ

Jika kalian bangun tidur maka hendaknya mencuci tangannya sebelum memasukannya ke tempat air wudhunya, karena kalian tidak tahu di mana semalam tangan kalian bersemayam. (HR. Bukhari No. 162, Muslim No. 278)

Ini adalah sunah yang banyak dilalaikan kaum muslimin. Mereka langsung memasukan tangannya ke bejana air wudhu tanpa mencuci tangannya dulu. Perintah ini terkait dengan kemungkinan adanya kotoran atau najis yang bisa saja ada ditangan ketika tidur, baik karena mereka menyentuh atau menggaruk kemaluannya atau duburnya, tanpa mereka sadari saat tidur, sehingga dikhawatiri najis itu bercampur ke dalam air yang ada dalam bejana. Anjuran ini tidaklah teranulir walau kita berwudhu melalui air pancuran atau kran.

Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah menjelaskan:

ثُمَّ الْأَمْرُ عِنْدَ الْجُمْهُورِ عَلَى النَّدْبِ وَحَمَلَهُ أَحْمَدُ عَلَى الْوُجُوبِ فِي نَوْمِ اللَّيْلِ دُونَ النَّهَارِ وَعَنْهُ فِي رِوَايَةِ اسْتِحْبَابِهِ فِي نَوْمِ النَّهَارِ وَاتَّفَقُوا عَلَى أَنَّهُ لَوْ غَمَسَ يَدَهُ لَمْ يَضُرَّ الْمَاءَ وَقَالَ إِسْحَاقُ وَدَاوُدُ وَالطَّبَرِيُّ يَنْجُسُ وَاسْتَدَلَّ لَهُمْ بِمَا وَرَدَ مِنَ الْأَمْرِ بِإِرَاقَتِهِ لَكِنَّهُ حَدِيثٌ ضَعِيفٌ

Kemudian, perintah ini menurut mayoritas ulama menunjukkan sunah, sedangkan Imam Ahmad memaknainya sebagai wajib pada tidur malam bukan pada tidur siang, dari Imam Ahmad juga dalam riwayat yang lain menyunnahkan pada tidur siang. Mereka sepakat seandainya mencelupkan tangan ke air, maka air tersebut tidaklah mengapa. Sedangkan Ishaq, Daud, dan Ath Thabari mengatakan airnya menjadi najis. Dalil mereka adalah riwayat yang menyebutkan perintah untuk menumpahkan air tersebut, tetapi hadits tersebut dhaif. (Fathul Bari, 1/264)

Imam Muslim menganggap bahwa langsung mencelupkan tangan ke bejana setelah bangun tidur, tanpa mencucinya dahulu, itu adalah makruh. Hal ini terlihat dari kitab Beliau, ketika membuat judul Bab:

بَابُ كَرَاهَةِ غَمْسِ الْمُتَوَضِّئِ وَغَيْرِهِ يَدَهُ الْمَشْكُوكَ فِي نَجَاسَتِهَا فِي الْإِنَاءِ قَبْلَ غَسْلِهَا ثَلَاثًا

Bab dimakruhkannya mencelupkan tangan ke bejana bagi orang yang berwudhu atau lainnya, karena dikhwatiri terdapat najis padanya, sebelum dia mencucinya dulu sebanyak tiga kali. (Shahih Muslim, 1/233)

Wallahul Haadi Ilaa Sawaa As Sabiil ..

🌿🌻🍃🌴🍀🌹🌷🌾🌺

✏ Farid Nu’man Hasan

Manfaat Diam

💢💢💢💢💢💢💢

Al Qadhi Abu Ya’la Al Farra Rahimahullah berkata:

وأما الصمت فإنه:
– يلقح العقل.
– ويعلم الورع.
– ويجلب التقوى

Ada pun diam dapat menjadi:

🌸 Suntikan bagi akal
🌸 Mengetahui sifat wara’
🌸 Membawa pada taqwa

📚 Kitab At Tawakal, Hal. 64

▪▪▪▫▫▫

✍ Farid Nu’man Hasan

Di antara Sifat-Sifat Mujahid

💦💥💦💥💦💥

Asy Syaikh Mushthafa Masyhur Rahimahullah berkata:

“Mujahid teladan tidak boleh memuji diri sendiri ketika datang kemenangan. Ia juga tidak boleh berputus asa saat mengalami kekalahan dari musuh pada sebuah perjuangan. Pertempuran (ma’rakah) antara haq dan batil itu besar dan berulang-ulang. Tidak akan selesai dengan kemenangan dan kekalahan yang diikuti saja. Oleh karena itu harus bersabar dan mushabarah (terus menerus dalam kesabaran) serta tetap dalam kondisi murabathah (waspada). Ia harus senantiasa berada dalam kekuatan ‘azzam (tekad), menyatukan potensi, jihad, kelelahan, pengorbanan nyawa dan harta, serta siap dengan segala pengeluaran yang mahal mau pun yang murah.”

🌼🌴🌼🌴🌼

📚 Al Qudwah ‘Alath Thariqid Da’wah. Al Ittihad Al Islami Lith Thulab, Munchenl.1986

🌿🌾🌺🌻🍄🌴🍀🍃🌷

✏ Farid Nu’man Hasan

 

scroll to top