Jual Babi Hutan atau Benda Haram Ke Non Muslim, Bolehkah?

▪▫▪▫▪▫

📨 PERTANYAAN:

Bismillah. Ada titipan pertanyaan, ada teman (muslim) yg tinggal di rumah kebunnya di atas gunung pinggiran hutan, kadang ada ular, babi hutan yg mengganggu tanaman nya. Trus ular dan babi di bunuh, lalu ada orang non muslim yg mau membeli babi hutan dan ular (di ambil kulitnya) tapi teman itu tdk mau, maunya sih di kubur saja, tapi si non muslim tadi maksa, akhirnya di jual juga.
Pertanyaan nya,
Bolehkah uang hasil
1. penjualan tadi di pake untuk beli makanan?
2. Apakah uangnya halal, sedangkan dari hasil penjualan ular dan babi hutan (yg menjadi hama di kebunnya)
Syukron (+62 853-3486-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillah wal hamdulillah ..

Tidak boleh jual beli benda haram, baik kepada muslim dan non muslim, berdasarkan hadits:

وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ شَيْئًا حَرَّمَ عَلَيْهِمْ ثَمَنَهُ

Sesungguhnya, jika Allah haramkan sesuatu kepada suatu kaum maka Allah haramkan pula jual belinya.

(HR. Ahmad no. 2961. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: shahih)

Hadits lain, Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘Anhu berkata:

إن الله ورسوله حرم بيع الخمر والميتة والخنزير والأصنام

Sesungguhnya Allah dan RasulNya mengharamkan jual beli khamr, bangkai, babi, dan berhala.

(HR. Muttafaq ‘alaih)

Syaikh Abdullah Al Faqih mengatakan:

فإنه يحرم على المسلم بيع الخنزير لمسلم وغير مسلم لقول النبي صلى الله عليه وسلم: إن الله إذا حرم شيئاً حرم ثمنه

Sesungguhnya diharamkan bagi seorang muslim menjual babi bagi muslim atau selain muslim, berdasarkan hadits Nabi Shalallahu’Alaihi wa Sallam: Sesungguhnya, jika Allah haramkan sesuatu maka Allah haramkan pula jual belinya.

(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 70076)

Dan keharamannya ini telah ijma’, .. Berkata Imam An Nawawi Rahimahullah:

وأما الميتة والخمر والخنزير : فأجمع المسلمون على تحريم بيع كل واحد منها

Ada pun bangkai, khamr, babi, maka semua umat Islam telah sepakat haramnya menjual beli semua itu.

(Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 8/11)

Jadi, tidak usah dijual .. diberikan saja ke non muslim. Karena mereka tidak mengenal haramnya babi.

Demikian. Wallahu a’lam

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

Berdiri I’tidal, Luruskan Tangan Atau Sedekap?

▪▫▪▫▪▫

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum ustadz izin bertanya. Ada yg bangun dari ruku langsung bersedekap lagi. Apakak ini ada dasar nya tadz.?(+62 877-8474-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh …

1. Dalam madzhab Hanafi, diluruskan, tidak bersedekap lagi. (Al Fatawa Al Hindiyah, 1/173)

2. Dalam madzhab Maliki, kebalikannya, disemua posisi berdiri TIDAK ADA sedekap, tangan lurusin aja. Ini dalam shalat wajib. Dalam shalat Sunnah barulah sedekap.

Ibnul Qasim meriwayatkan perkataan Imam Malik:

لا أعرف ذلك في الفريضة. وكان يكرهه، ولكن في النوافل إذا طال القيام فلا بأس بذلك يعين به نفسه

“Aku tidak ketahui hal itu (sedekap) dalam shalat wajib”, dia (Malik) memakruhkan sedekap. Tapi untuk shalat sunah yang lama berdirinya tidak apa-apa sedekap untuk membantu diri org tsb.

(Al Mudawanah, 1/169-170)

Jadi, kalau ada orang shalat tangannya diluruskan tanpa sedekap, belum tentu Syiah lho .. bisa jadi dia Sunniy yang Malikiy.

3. Madzhab Syafi’iy, kata Imam Ibnu Hajar Al Haitami, pendapat resmi madzhab Syafi’i adalah tangan diluruskan saat i’tidal. (Al Fatawa Al Fiqhiyah Al Kubra, 1/150)

4. Madzhab Hambaliy, bagi mereka boleh memilih; sedekap OK, lurusin juga OK. Alasannya karena memang tidak ada keterangan yang spesifik dan lugas tentang ini.

Imam Ahmad berkata:

إذا رفع رأسه من الركوع إن شاء أرسل يديه وإن شاء وضع يمينه على شماله

Jika seseorang bangun dari ruku’, jika dia mau meluruskan kedua tangannya silahkan, jika dia mau meletakkan tangan kanan di atas tangan kirinya juga silahkan. (Al Inshaf, 2/64)

Imam Ibnu Muflih berkata:

المنصوص عن أحمد: إن شاء أرسلهما، وإن شاء وضع يمينه على شماله

Perkataan yg ada dari Imam Ahmad: “Jika dia mau silahkan diluruskan, jika dia mau silahkan meletakkan tangan kanan di atas kirinya.”

(Al Mubdi’, 1/451)

Demikianlah pendapat empat madzhab.

Ada pun pendapat Syaikh Abdul Aziz bin Baaz (mantan Mufti Arab Saudi) adalah meletakkan sedekap saat i’tidal, sesuai dengan madzhabnya yaitu Hambaliy. Sementara Syaikh Al Albani membid’ahkannya.

Demikian. Wallahu a’lam

📙📘📗📕📒📔📓

🖋 Farid Nu’man Hasan

Mengedarkan Kotak Amal Saat Khutbah Jumat Berlangsung

💥💦💥💦💥💦💥💦💥

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum ustadz.
bagaimana hukumnya memutar kotak amal pada saat Khotbah Jum’at?(+62 813-5901-xxxx)

📬 JAWABAN

▫▪▫▪▫▪▫

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ..

Bismillah wal hamdulillah

Hal itu terlarang, sebab Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا

Barang siapa yang mengusap krikil (saat mendengar khutbah) maka dia telah lagha (lalai). (HR. Muslim no. 857)

Dalam hadist ini, Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan peringatan kepada org yg mengusap krikil saat mendengar khutbah Jum’at. Maka, apalagi mereka yg menggeser kotak Jumat, atau mengeluarkan isi dompetnya?

Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:

” قوله صلى الله عليه وسلم : ( ومن مس الحصا فقد لغا ) فيه النهي عن مس الحصا وغيره من أنواع العبث في حالة الخطبة ، وفيه إشارة إلى إقبال القلب والجوارح على الخطبة ، والمراد باللغو هنا الباطل المذموم المردود ” انتهى

Sabda Nabi: Barang siapa yang mengusap krikil maka dia telah lagha (lalai), di dalamnya terdapat larangan mengusap krikil dan selainnya, dan kesia-siaan lainnya di saat khutbah. Di dalamnya jg terdapat isyarat agar hati dan anggota badan menghadap secara penuh kepada khutbah, makna LALAI di sini adalah batil (sia-sia), tercela, dan tertolak.

(Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/147)

Syaikh Shalih Al Fauzan Hafizhahullah mengatakan:

” ولا يجوز له العبث حال الخطبة بيد أو رجل أو لحية أو ثوب أو غير ذلك ؛ لقوله صلى الله عليه وسلم‏ :‏ ‏( ‏من مس الحصا فقد لغا ‏)‏

Tidak boleh melakukan hal sia-sia baik dgn tangan, kaki, jenggot, pakaian, atau lainnya, di saat khutbah. Sebab, Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: Barang siapa yang mengusap krikil maka dia telah lagha (lalai).

(Al Mulakhash Al Fiqhiy, 1/176)

Syaikh Sulaiman Al Jamal Al Azhariy Rahimahullah berkata:

(قَوْلُهُ: وَيُكْرَهُ الْمَشْيُ بَيْنَ الصُّفُوفِ) لِلسُّؤَالِوَدَوْرَانِ الْإِبْرِيقِ وَالْقِرَبِ لِسَقْيِ الْمَاءِ وَتَفْرِقَةِ الْأَوْرَاقِ وَالتَّصَدُّقِ عَلَيْهِمْ؛ لِأَنَّهُ يُلْهِي النَّاسَ عَنْ الذِّكْرِ وَاسْتِمَاعِ الْخُطْبَةِ

Dimakruhkan melewati antara shaf untuk minta-minta, mengedarkan ketel dan teko untuk menuangi air, mencabuti daun, dan bersedekah atas mereka, sebab hal itu melalaikan mereka dari dzikir dan mendengarkan khutbah.

(Hasyiyah Al Jamal, 2/36)

Demikian. Wallahu a’lam

📙📘📗📕📒📔📓


🍃🌸 Ngantuk Dengerin Khutbah Jumat? Pindah Posisi! 🌸🍃

🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Dari Abdullah bin Umar Radhiallahu ‘Anhuma, dia berkata:

سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ
فَلْيَتَحَوَّلْ مِنْ مَجْلِسِهِ ذَلِكَ إِلَى غَيْرِه

Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

“Jika salah seorang diantara kamu ngantuk, dan dia sedang di masjid, maka beranjaklah dari tempat duduknya ke tempat lain.”

📚 HR. Abu Daud No. 1119, At Tirmidzi No. 526, Ahmad No. 4741, Ibnu Abi Syaibah No. 5253. Dishahihkan oleh Imam Ibnu Khuzaimah, Imam At Tirmidzi menyebut hasan shahih, dll.

🍃🌸🌾🌻🌴🌺🌷☘

🖋 Farid Nu’man Hasan

Makan atau Minum Bekas Non Muslim

💦💥💦💥💦💥💦

📨 PERTANYAAN:

Bolehkah minum bekas gelas atau wadah non muslim ?

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillah wal hamdulilah ..

Tidak ada yang najis, kecuali yang disebutkan oleh syariat. Oleh karenanya, jika tak ada keterangan yang menyebutkan bahwa tubuh kaum Ahli Kitab adalah najis, maka tubuh mereka adalah suci sebagaimana sucinya tubuh kaum muslimin. Bahkan, ini juga berlaku bagi kaum musyrikin. Telah menjadi ijma’ –sebagaimana dikatakan Imam An Nawawi, bahwa tubuh mereka adalah suci, yang najis adalah aqidah mereka yang musyrik, bukan tubuhnya.

Tentang ayat yang berbunyi: “Sesungguhnya orang-orang muysrik itu najis.” Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah:

بِأَنَّ الْمُرَادَ أَنَّهُمْ نَجَسٌ فِي الِاعْتِقَادِ وَالِاسْتِقْذَارِ وَحُجَّتهمْ أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى أَبَاحَ نِكَاح نِسَاء أَهْلِ الْكِتَابِ

“Sesungguhnya maksud bahwa mereka najis adalah najis pada aqidahnya dan kotor. Hujjah mereka (mayoritas ulama) adalah sesungguhnya Allah Ta’ala membolehkan menikahi wanita ahli kitab (Yahudi dan Nasrani). “ (Fathul Bari, 1/390)

Jadi, bagaimana mungkin syariat membolehkan menikahi wanita mereka, namun di sisi lain menajiskan tubuh mereka?

Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:

وَذَكَرَ الْبُخَارِيّ فِي صَحِيحه عَنْ اِبْن عَبَّاس تَعْلِيقًا : الْمُسْلِم لَا يَنْجُس حَيًّا وَلَا مَيِّتًا . هَذَا حُكْم الْمُسْلِم . وَأَمَّا الْكَافِر فَحُكْمه فِي الطَّهَارَة وَالنَّجَاسَة حُكْم الْمُسْلِم هَذَا مَذْهَبنَا وَمَذْهَب الْجَمَاهِير مِنْ السَّلَف وَالْخَلَف . وَأَمَّا قَوْل اللَّه عَزَّ وَجَلَّ : { إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَس } فَالْمُرَاد نَجَاسَة الِاعْتِقَاد وَالِاسْتِقْذَار ، وَلَيْسَ الْمُرَاد أَنَّ أَعْضَاءَهُمْ نَجِسَة كَنَجَاسَةِ الْبَوْل وَالْغَائِط وَنَحْوهمَا . فَإِذَا ثَبَتَتْ طَهَارَة الْآدَمِيّ مُسْلِمًا كَانَ أَوْ كَافِرًا ، فَعِرْقه وَلُعَابه وَدَمْعه طَاهِرَات سَوَاء كَانَ مُحْدِثًا أَوْ جُنُبًا أَوْ حَائِضًا أَوْ نُفَسَاء ، وَهَذَا كُلّه بِإِجْمَاعِ الْمُسْلِمِينَ كَمَا قَدَّمْته فِي بَاب الْحَيْض

“Imam Bukhari menyebutkan dalam Shahihnya, dari Ibnu Abbas secara mu’alaq (tidak disebut sanadnya): Seorang muslim tidaklah najis baik hidup dan matinya. Ini adalah hukum untuk seorang muslim. Ada pun orang kafir maka hukum dalam masalah suci dan najisnya adalah sama dengan hukum seorang muslim (yakni suci). Ini adalah madzhab kami dan mayoritas salaf dan khalaf. Ada pun ayat (Sesungguhnya orang musyrik itu najis) maka maksudnya adalah najisnya aqidah yang kotor, bukan maksudnya anggota badannya najis seperti najisnya kencing, kotorannya , dan semisalnya. Jika sudah pasti kesucian manusia baik dia muslim atau kafir, maka keringat, ludah, darah, semuanya suci, sama saja apakah dia sedang berhadats, atau junub, atau haid, atau nifas. Semua ini adalah ijma’ kaum muslimin sebagaimana yang telah lalu saya jelaskan dalam Bab Haid.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 2/87. Mawqi’ Ruh Al Islam) selesai

Untuk kaum musyrikin, sebenarnya tidak ada ijma’ dalam sucinya tubuh mereka sebagaimana klaim Imam An Nawawi. Sebab, Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma berpendapat bahwa sesuai zahir ayat: innamal musyrikun najasun – (sesungguhnya orang musyrik itu najis), maka tubuh orang musyrik itu najis sebagaimana najisnya babi dan anjing. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Al Hasan Al Bashri, katanya: “Barang siapa yang bersalaman dengan mereka maka hendaknya berwudhu.” (Lihat Tafsir Ayat Al Ahkam, 1/282)

Ini juga menjadi pendapat kaum zhahiriyah. Berkata Imam Ibnu Katsir Rahimahullah:

فالجمهور على أنه ليس بنجس البدن والذات؛ لأن الله تعالى أحل طعام أهل الكتاب، وذهب بعض الظاهرية إلى نجاسة أبدانهم

Maka, menurut jumhur bukanlah najis badan dan zatnya, karena Allah Ta’ala menghalalkan makanan Ahli Kitab, dan sebagian Zhahiriyah menajiskan badan mereka. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 4/131)

Namun yang shahih adalah pendapat jumhur bahwa mereka adalah suci, sebagaimana disebutkan dalam Tafsir Ayat Al Ahkam berikut ini:

الترجيح : الصحيح رأي الجمهور لأن المسلم له أن يتعامل معهم ، وقد كان عليه السلام يشرب من أواني المشركين ، ويصافح غير المسلمين والله أعلم

Tarjih: yang shahih adalah pendapat jumhur (mayoritas) karena seorang muslim berinteraksi dengan mereka, dahulu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam minum dari wadah kaum musyrikin, dan bersalaman dengan non muslim. Wallahu A’lam (Ibid)

Untuk wadah ( Al Aaniyah) milik mereka, berikut keterangannya:

ذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ وَالْمَالِكِيَّةُ ، وَهُوَ أَحَدُ قَوْلَيْنِ عِنْدَ الْحَنَابِلَةِ : إِلَى جَوَازِ اسْتِعْمَال آنِيَةِ أَهْل الْكِتَابِ إِلاَّ إِذَا تَيَقَّنَ عَدَمَ طَهَارَتِهَا . وَصَرَّحَ الْقَرَافِيُّ الْمَالِكِيُّ بِأَنَّ جَمِيعَ مَا يَصْنَعُهُ أَهْل الْكِتَابِ مِنَ الأَْطْعِمَةِ وَغَيْرِهَا مَحْمُولٌ عَلَى الطَّهَارَةِ . وَمَذْهَبُ الشَّافِعِيَّةِ ، وَالرِّوَايَةُ الأُْخْرَى عِنْدَ الْحَنَابِلَةِ : أَنَّهُ يُكْرَهُ اسْتِعْمَال أَوَانِي أَهْل الْكِتَابِ ، إِلاَّ أَنْ يَتَيَقَّنَ طَهَارَتَهَا فَلاَ كَرَاهَةَ

Kalangan Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat, dan ini salah satu pendapat Hanabilah: bahwa boleh saja menggunakan wadah-nya Ahli Kitab, kecuali jika diyakini sudah hilang kesuciannya. Al Qarrafi Al Maliki menjelaskan bahwa semua yang dibuat oleh Ahli Kitab baik berupa makanan dan selainnya, dimungkinkan kesuciannya. Sedangkan pendapat Syafi’iyah, dan riwayat lain dari Hanabilah: bahwa makruh menggunakan wadah Ahli Kitab, kecuali jika sudah diyakini kesuciannya, maka tidak makruh. (Al Mausu’ah, 7/143)

Maka, jika kita lihat keterangan ini, semua madzhab sepakat bahwa bolehnya menggunakan wadah mereka jika wadah itu suci. Jika hilang kesuciannya, maka tidak boleh menggunakannya. Ini pun, sebenarnya juga berlaku bagi wadah umat Islam, yakni harus suci. Tidak mungkin syariat membolehkan wadah yang najis, hanya karena dia adalah milik seorang muslim. Yang jelas, milik siapa pun wadah itu, jika sudah disucikan maka tidak apa-apa menggunakannya.

Namun demikian, bagi seorang muslim yang wara’ (hati-hati dengan yang haram) mereka akan mengutamakan wadah-wadah milik kaum muslimin. Sebab hampir bisa dipastikan kaum muslimin tidak akan memasukkan zat-zat najis ke dalam wadah mereka, seperti lemak babi, arak, dan semisalnya. Ada pun kaum Ahli Kitab dan musyrik, ada kemungkinan mereka pernah menggunakan zat-zat najis ke dalam wadah mereka, walaupun sekali dalam hidupnya.

Oleh karenanya, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam walaupun membolehkan makan menggunakan wadah Ahli Kitab jika suci, Beliau tetap lebih mendahulukan tidak menggunakannya selama masih ada alternatif wadah (baik piring, mangkok, nampan, ember, panci, wajan, bak) milik kaum muslimin.

Dari Abu Tsa’labah Al Khusyani Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

قُلْتُ يَا نَبِيَّ اللَّهِ إِنَّا بِأَرْضِ قَوْمٍ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ أَفَنَأْكُلُ فِي آنِيَتِهِمْ ….

Aku berkata: “Wahai Nabiyallah, sesungguhnya kami tinggal di negerinya kaum Ahli Kitab, apakah kami boleh makan di wadah mereka …. dst

Jawaban nabi adalah:

أَمَّا مَا ذَكَرْتَ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ فَإِنْ وَجَدْتُمْ غَيْرَهَا فَلَا تَأْكُلُوا فِيهَا وَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فَاغْسِلُوهَا وَكُلُوا فِيهَا

Ada pun apa yang kamu ceritakan tentang Ahli Kitab, maka jika kamu mendapatkan selain bejana mereka, maka kamu jangan memakan menggunakan wadah mereka. Jika kamu tidak mendapatkan wadah lain, maka cuci saja wadah mereka dan makanlah padanya .. (HR. Bukhari No. 5478)

Wallahu A’lam

🍃🌻☘🌷🌺🌸🌾

✏ Farid Nu’man Hasan

scroll to top