Saat Berbuka, Makan Dulu atau Sholat Dulu?

▪▫▪▫▪▫▪

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum ustadz,mau nanya klo kita ad acara buka bersama mana yg diutamakan dulu makan makanan yg sdh tersaji atau sholat maghrib terlebih dahulu? (+62 895-3803-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ..

Makanan yang sudah tersaji, jika adanya baru air dan kurma, atau makanan kecil lainnya, makanlah itu dulu. Barulah shalat Maghrib setelahnya, lalu makan besar.

Bisa juga jika yg tersedia adalah makan besarnya, maka makan dulu barulah kemudian shalat. Masing-masing orang ada budaya yang berbeda.

Hal ini berdasarkan hadits berikut:

Dari ‘Aisyah Radhiallah ‘Anha bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَا صَلَاةَ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ وَلَا هُوَ يُدَافِعُهُ الْأَخْبَثَانِ

“Tidak ada shalat ketika makanan sudah terhidangkan, dan menahan dua hal yang paling busuk (menahan buang air besar dan kencing).” (HR. Muslim No. 559)

Hadits ini diperkuat oleh hadits berikut:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا وُضِعَ عَشَاءُ أَحَدِكُمْ وَأُقِيمَتْ الصَّلَاةُ فَابْدَءُوا بِالْعَشَاءِ وَلَا يَعْجَلْ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْهُ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يُوضَعُ لَهُ الطَّعَامُ وَتُقَامُ الصَّلَاةُ فَلَا يَأْتِيهَا حَتَّى يَفْرُغَ وَإِنَّهُ لَيَسْمَعُ قِرَاءَةَ الْإِمَامِ

Dari Ibnu Umar dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Jika telah dihidangkan makan malam, dan waktu shalat telah datang, maka mulailah makan malam dan jangan tergesa-gesa sampai selesai.”  Ibnu Umar pernah dihidangkan makan dan shalat tengah didirikan, namun dia tidak mengerjakannya sampai dia menyelesaikan makannya, dan dia benar-benar mendengar bacaan  Imam.” (HR. Bukhari No. 640,641,642, Muslim No. 557, 558,559, 560)

Imam An Nawawi  Rahimahullah berkata:

فِي هَذِهِ الْأَحَادِيث كَرَاهَة الصَّلَاة بِحَضْرَةِ الطَّعَام الَّذِي يُرِيد أَكْله ، لِمَا فِيهِ مِنْ اِشْتِغَال الْقَلْب بِهِ ، وَذَهَاب كَمَالِ الْخُشُوع ، وَكَرَاهَتهَا مَعَ مُدَافَعَة الْأَخْبَثِينَ وَهُمَا : الْبَوْل وَالْغَائِط ، وَيَلْحَق بِهَذَا مَا كَانَ فِي مَعْنَاهُ يَشْغَل الْقَلْب وَيُذْهِب كَمَال الْخُشُوع

“Hadits-hadits ini menunjukkan kemakruhan melaksanakan shalat ketika makanan yang diinginkan  telah tersedia, karena hal itu akan membuat hatinya terganggu, dan hilangnya kesempurnaan khusyu’, dan juga dimakruhkan melaksanakan shalat ketika menahan dua hal yang paling busuk, yaitu kencing dan buang air besar.  Karena hal ini mencakup makna menyibukkan hati dan hilangnya kesempurnaan khusyu’.” (Al Minhaj Syarh   Shahih  Muslim,  2/321. Mawqi’ Ruh Al Islam)

Wallahu a’lam

🌻☘🌿🌸🍃🍄🌷 💐

✍ Farid Nu’man Hasan

Wanita Shalihah dan Bidadari Surga; Mana Yang Lebih Utama?

💦💥💦💥💦💥

📨 PERTANYAAN:

Lebih mulia mana bidadari surga dan wanita solehah?

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃

Bismillah wal Hamdulillah .., wanita shalihah, wanita yang beriman dan beramal shalih, itu lebih mulia di banding bidadari dan malaikat.

Dasarnya, Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ

Sesungguhnya orang-orang beriman dan beramal shalih, mereka itulah sebaik-baiknya makhluk. (QS. Al Bayyinah: 7)

Imam Ibnu Katsir Rahimahullah menjelaskan:

وقد استدل بهذه الآية أبو هريرة وطائفة من العلماء، على تفضيل المؤمنين من البرية على الملائكة

Abu Hurairah dan segolongan ulama telah berdalil dengan ayat ini bahwa kaum beriman di kalangan manusia lebih utama dibanding malaikat. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 8/458)

Dalam hadits juga demikian, Ummu Salamah Radhiallahu ‘Anha bertanya:

يا رسول الله أنساء الدنيا أفضل أم الحور العين قال بل نساء الدنيا أفضل من الحور العين كفضل الظهارة على البطانة

Wahai Rasulullah, apakah wanita di dunia lebih utama di banding bidadari? Beliau bersabda:

“Bahkan wanita dunia itu lebih utama dibanding bidadari, seperti keutamaan yang nampak dibanding yang tersembunyi.”

(HR. Ath Thabarani, Al Kabir No. 870. Al Haitsami berkata: “Dalam sanadnya terdapat Sulaiman bin Abi Karimah, yang didhaifkan oleh Abu Hatim dan Ibnu ‘Adi.” Lihat Majma’uz Zawaid, 7/25)

Demikian. Wallahu A’lam

🍃🌾🌻🌸🌴☘🌺🌷

✏ Farid Nu’man Hasan

DAHULU MEREKA ADALAH RIJAL (Ksatria), KINI MENJADI BUIH

💦💥💦💥💦💥

Sungguh, da’wah ini tidak akan mengalami kerugian sama sekali dengan adanya da’i yang insilakh (ter-eksitasi/terlempar) dari da’wah. Sebab, Allah ﷻ Maha Berkuasa Atas Segalanya, akan menggantikan mereka dengan kaum yang lebih baik, kaum yang siap berjihad fisabilillah, dengan harta dan jiwanya. Janganlah mereka mengira, absennya mereka dari da’wah membuat da’wah goncang dan merasa kehilangan. Masih banyak Abna’ul Islam yang antri untuk memperjuangkan agama ini, dan meninggikan panji-panjinya. Untuk itu adalah hal yang mudah bagi Allah ﷻ .

Allah ﷻ berfirman dalam surat at Taubah (9):

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمُ انْفِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الْأَرْضِ أَرَضِيتُمْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الْآخِرَةِ فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا قَلِيلٌ (38) إِلَّا تَنْفِرُوا يُعَذِّبْكُمْ عَذَابًا أَلِيمًا وَيَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ وَلَا تَضُرُّوهُ شَيْئًا وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (39)

” Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: “Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah” kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? padahal kenikmatan hidup di dunia Ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit.
Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Imam Asy Syaukani dalam Fathul Qadir-nya menjelaskan, bahwa ayat di atas, tidak ada perbedaan pendapat, turun ketika perang Tabuk tahun ke 9 setelah hijrah, ketika banyak manusia yang menyelisihi perintah Rasulullah ﷺ untuk berangkat ke Tabuk. Pada ayat 38 kalimat tanya, ‘Apakah sebabnya jika dikatakan kepadamu’ merupakan pengingkaran dan celaan (lil inkar wat tawbikh) atas perilaku mereka yaitu ayyu syai’ yamna’ukum min dzalik, apa yang menghalangi kalian untuk berangkat (an nafr). An Nafr adalah bertolak secara cepat dari satu tempat ke tempat lain karena adanya perintah. Apakah halangan itu adalah kenikmatan dunia? (dalam kitab lain disebut bahwa saat itu sedang musim panen kurma) Padahal ia tidak seberapa dibanding kenikmatan akhirat yang abadi.

Ayat 39, kalimat Illa tanfiruu (jika kamu tidak berangkat untuk berperang), ini merupakan peringatan yang keras, dan ancaman yang amat serius atas orang-orang yang tidak mau an nafr (berangkat jihad) ke Tabuk bersama Rasulullah ﷺ . Yu’adzdzibukum ‘adzaaban aliima artinya kalian akan dibinasakan dengan adzab yang keras dan menyakitkan. Ada yang mengatakan di dunia saja, ada pula yang mengatakan lebih dari itu.

Wa yastabdil qauman ghairakum: artinya Allah ﷻ akan jadikan untuk RasulNya pengganti kalian dari kalangan orang-orang yang tidak santai dan menunda-nunda memenuhi panggilannya. Siapakah kaum itu? Ada yang mengatakan penduduk Yaman, ada pula yang menyebut Persia, namun tak ada keterangan spesifik tentang ini. FirmanNya: Wa laa tadhurruu hu syai’a (dan kamu tidaklah memberi kemudharatan kepadaNya sedikit pun), masih berkait dengan yastabdil (diganti), adapun dhamir (kata ganti orang/pronomina) hu disebutkan untuk Allah, dan ada juga pendapat menyebutkan hu tersebut untuk Nabi ﷺ. Jadi maknanya: Sama sekali tidak memudharatkan Allah ﷻ jika kalian meninggalkan perintah untuk an nafr (berangkat jihad), dan sama sekali tidak merugikan RasulNya jika kalian tidak menolongnya dengan an nafr bersamanya. FirmanNya: Wallahu ‘ala kulli syai’in qadiir (Allah Maha Kuasa atas Segala sesuatu) maksudnya diantara kekuasaanNya adalah Dia mengadzabkan kalian dan mengganti kalian dengan kaum yang lain. Sampai di sini dari Imam Asy Syaukani.

Demikianlah, Allah ﷻ sangat mampu membuat rijal-rijal baru untuk menggantikan yang lama yang telah menjadi buih. Buih benda yang amat ringan dan mudah terombang ambing. Tentunya, sudah tidak berharga.

📌 Bagaimana Rijal yang Dimaksud?

Siapa dan bagaimana rijal yang diinginkan? Apakah sekedar laki-laki sesuai dengan makna bahasanya? Tidak! Rijal di sini adalah rijal yang digambarkan oleh Al Qur’an, bahkan bukan monopoli kaum laki-laki, sebab secara nilai dan esensi bisa saja kaum wanita lebih ‘rijal’ (baca: pejuang) dari laki-laki.

Inilah Rijal itu :

1⃣ Menepati janjinya kepada Allah ﷻ untuk mati syahid

Allah ﷻ berfirman dalam surat Al Ahzab (33) ayat 23:

مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَى نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلًا

“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang Telah mereka janjikan kepada Allah; Maka di antara mereka ada yang gugur. dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu- nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya).”

Ayat ini turun lantaran tekad seorang sahabat yakni Anas bin an Nadhar Radhiallahu ‘Anhu yang luput darinya perang Badr, sehingga ia tidak bisa jihad bersama Rasulullah ﷺ saat itu, ia berjanji akan ikut menemani jihad Rasulullah di Uhud, ketika terjadi peperangan ia terbunuh dengan tujuh puluh luka tombakan, lalu turunlah ayat di atas. (HR. Muslim)

Kekuatan untuk menepati janji inilah yang menyebabkan Anas bin An Nadhr Radhiallahu ‘Anhu (paman Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu) membuktikan respon spontan kepada Sa’ad bin Mu’adz ra tatkala pasukan mukmin terdesak oleh musyrikin di perang Uhud dengan ucapannya:

يا سعد، الجنة.. إني لأجد ريحها من دون أحد

Ya Sa’ad ! Surga… aku mencium baunya di bawah bukit Uhud..
Kemudian beliau maju menjemput syahid sehingga jenazahnya tidak dapat dikenali kecuali oleh saudara perempuannya lewat jari tangannya (Muttafaq ‘alaih – Riyadhus shalihin, Kitab Al-Jihad, hadits no 1317).

Rijal seperti ini tidak bisa diam walau sejenak, ia selalu bergerak bersama da’wah atau para da’inya. Ia sedih jika tidak bersama mereka, menangis jika ketinggalan qafilah da’wah.

2⃣ Berjiwa Pemimpin

Inilah ciri rijalud da’wah selanjutnya. Bermental pemimpin; cerdas, kuat, terjaga, amanah, dewasa, bertanggung jawab, siap menerima kritik, adil, melindungi dan mengayomi. Walau sewaktu-waktu ia harus siap menjadi prajurit, tanpa merasa direndahkan sebagaimana Saifullah al Maslul (pedang Allah yang terhunus) Khalid bin Walid Radhiallahu ‘Anhu.
Allah ﷻ berfirman dalam surat An Nisa’(4) ayat 34:

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka… ”

Ayat ini merupakan ayat yang sharih (jelas) bahwa lelaki adalah pemimpin bagi wanita, bukan hanya di rumah tangga tetapi juga dalam jamaah da’wah dan negara. Sebagian kaum rasionalis liberal mengatakan bahwa ayat ini hanya menunjukkan bahwa kepemimpinan laki-laki hanya pada rumah tangga. Ini pemahaman yang perlu dikoreksi. Dalam ushul fiqih ada istilah qiyas aula, contohnya, Allah ﷻ melarang keras seorang anak berkata ‘uh’ terhadap kedua orang tuanya, nah jika ‘uh’ dilarang keras apalagi lebih dari itu seperti menganiaya secara fisik. Begitu pula dalam masalah ini, jika wanita bukanlah pemimpin di rumah tangga, apalagi yang lebih tinggi dan kompleks dari itu seperti Negara.

Namun, tidak bisa dipungkiri, tidak sedikit lelaki yang bukan rijal (Ksatria)! Ia lebih lembek dari tahu, dan lebih lunak dari keong siput. Ini menjadi berita duka cita bagi kaum laki-laki. Juga tidak dipungkiri,,tidak sedikit wanita kuat bermental baja dan bernyali singa. Merekalah mujahidah yang di tangannya lahir singa-singa da’wah dan jihad seperti Kamaluddin as Sananiry, Marwan Hadid, Said Hawwa, ‘Imad ‘Aqil, Muhammad Fathi Farhat, ‘Abdullah ‘Azzam, dan lain-lain. Merugilah para ibu yang tidak mampu membentuk pribadi-pribadi seperti mereka. Walau Anda bukan pemimpin, tetapi di tangan Andalah lahirnya para pemimpin dan pahlawan.

3⃣ Selalu Berdzikir kepada Allah ﷻ

Rijalud Da’wah, sesibuk apapun, tidak akan lepas darinya dzikir kepada Allah, baik lisan atau hati, baik sendiri atau keramaian, baik lengang atau sibuk. Berzikir kepada Allah ﷻ merupakan manifestasi dari mahabbatullah, sebab katsratudz dzikri (banyak mengingat) merupakan salah satu ‘alamat (tanda) jatuh cinta kepada Allah ﷻ. Lebih dari itu, karena rijalud da’wah mengerti betapa dahsyatnya hari pembalasan itu.

Allah ﷻ berfirman dalam surat An Nur (24) ayat 37:

رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ

“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.”

Imam Asy Syaukani dalam Fathul Qadir-nya mengatakan: Inilah sifat rijal, kesibukkan mereka dalam perniagaan dan jual beli tidaklah melalaikan mereka dari mengingat Allah. Dikhususkannya perniagaan karena itu adalah kesibukkan yang paling besar bagi manusia. Ada pun perbedaan antara at tijaarah (perniagaan) dan al bai’(jul beli), adalah kalau at tijaarah aktifitas dagang bagi musafir, sedang al bai’ aktifitas dagang bagi yang mukim, sebagaimana yang dikatakan Imam al Waqidy.

Imam Hasan al Banna Rahimahullah berkata dalam sepuluh wasiatnya: Qum ilash shalah mataa sami’ta an nidaa’ mahma takunuzh zhuruf (dirikanlah shalat ketika engkau mendengar panggilannya, bagaimanapun keadaanmu).(Risalatut Ta’alim wal Usar, hal. 39. Darut Tauzi’ lith thiba’ah al Islamiyah, 1984)

Responnya cepat terhadap hak ibadah seperti; tepat waktu, menjaga adab-adab dan rutinitasnya. Sehingga ia menjadi contoh bagi orang yang berinteraksi dengannya. Tanpa ia berda’wah secara lisan (lisanul maqal) pun, manusia sudah bisa merasakan ajakan kebaikan melalui perilakunya (lisanul haal).

4⃣ Memakmurkan Mesjid

Aktifitas Rijalud Da’wah selalu terpaut dengan mesjid, bukan semata-mata badannya, tetapi hati dan akhlaknya. Di mana ia berada, tidak pernah menanggalkan akhlak mesjid, yaitu taqwa.

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, Rasulullah ﷺ bersabda (tentang tujuh golongan manusia yang akan mendapatkan naungan pada hari akhir nanti, diantaranya): ……… Rajulun qalbuhu mu’llaqatun fil masjid (seseorang yang hatinya terpaut dengan mesjid) (HR. Muttafaq ‘Alaih. Riyadhus Shalihin, hadits no. 376)

Dari Abu Dzar dan Mu’adz bin jabal Radhiallahu ‘Anhuma, Rasulullah ﷺ juga bersabda: “Bertaqwallah kalian di mana saja berada, dan ikutilah berbuatan buruk kalian dengan perbuatan baik, nicaya(kebaikan) itu akan menghapuskan keburukan, dan bergaul-lah dengan manusia dengan akhlak yang baik” (HR. At Tirmidzi, katanya hasan, dalam naskah lain hasan shahih, Arbai’n an Nawawi, hadits no. 18)

Allah Ta’ala berfirman dalam surat At Taubah (9) ayat 108:

لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ

“Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu (mesjid dhirar) selama-lamanya. sesungguh- nya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu shalat di dalamnya. di dalamnya mesjid itu ada orang-orang (rijal) yang ingin membersihkan diri. dan Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.”

Itulah karakter rijalud da’wah; shidq terhadap janji untuk mati syahid, berjiwa pemimpin, banyak berdzikir dan terpaut dengan mesjid. Namun, tidak sedikit orang-orang yang dahulunya rijal, sekarang hilang dari peredaran, jangankan da’wah, shalat berjamaah di mesjid pun tidak. Sibuk dengan urusan dunia, mengumpulkan harta, mengejar target hidup yang tak pernah habis, bahkan justru berbalik menyerang da’wah.

Kebersamaan dengan mereka kini tinggal kenangan saja. Dahulu menangis bersama, daurah, muzhaharah, syura, juga bersama, kini? Dimana kau saudaraku?

Bisa jadi, di antara mereka merupakan mu’assis (perintis) da’wah. Dialah yang membuka ladang da’wah pertama kali di tempatnya, dialah yang membangunkan manusia dari tidurnya, dialah yang merekrut banyak mujahid muda, namun kini, di mana kau saudaraku?

Semoga Allah ﷻ tidak menyia-nyiakan amalmu yang bermanfaat, sebab yang bermanfaat akan tetap tinggal di bumi, adapun buih pasti akan lenyap. Renungkanlah ayat ini:

أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَسَالَتْ أَوْدِيَةٌ بِقَدَرِهَا فَاحْتَمَلَ السَّيْلُ زَبَدًا رَابِيًا وَمِمَّا يُوقِدُونَ عَلَيْهِ فِي النَّارِ ابْتِغَاءَ حِلْيَةٍ أَوْ مَتَاعٍ زَبَدٌ مِثْلُهُ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللَّهُ الْحَقَّ وَالْبَاطِلَ فَأَمَّا الزَّبَدُ فَيَذْهَبُ جُفَاءً وَأَمَّا مَا يَنْفَعُ النَّاسَ فَيَمْكُثُ فِي الْأَرْضِ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ

Allah Telah menurunkan air (hujan) dari langit, Maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, Maka arus itu membawa buih yang mengambang. dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, Maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan. (QS. Ar Ra’du (13): 17)

Wallahu waliyyut taufiq

🍃🌴🌻🌾🌸🌷☘🌺

✏ Farid Nu’man Hasan

Perjuangan Menuju Keikhlasan

💥💦💥💦💥💦

‘Alim Rabbani, Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah berkata:

لا يجتمع الإخلاص في القلب ومحبة المدح والثناء والطمع فيما عند
الناس إلا كما يجتمع الماء والنار والضب والحوت فإذا حدثتك نفسك بطلب الإخلاص فاقبل على الطمع أولا فأذبحه بسكين اليأس وأقبل على المدح والثناء فازهد فيهما زهد عشاق الدنيا في الآخرة فإذا استقام لك ذبح الطمع والزهد في الثناء والمدح سهل عليك الإخلاص

“Tidaklah berhimpun dalam sebuah hati antara ikhlas dengan cinta pujian dan sanjungan, serta keinginan kuat terhadap apa yang dimiliki manusia melainkan seperti berhimpunnya api dan air, serta dhab (sejenis biawak) dan ikan.

Jika panggilan jiwamu menuntut keikhlasan maka pertama-tama peganglah kerakusan lalu sembelih dia dengan pisau keputusasaan, peganglah pujian dan sanjungan, lalu zuhudlah terhadap keduanya, zuhud terhadap dunia. Jika Anda sudah menyembelih kerakusan, dan zuhud terhadap pujian dan sanjungan, maka mudah bagimu untuk menggapai ikhlas.”

🍃🍃🍃🍃🍃

📚 Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Al fawaid, Hal. 149, Cet. 2, 1393H-1973M. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah

🌴🌻🌸🌾🍃🌺☘🌷

✏ Farid Nu’man Hasan

scroll to top