Hukum Makan Laron

▪▫▪▫▪▫▪▫

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum…. Ustadz…bagaimanakah hukumnya makan laron? (+62 852-2966-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Laron adalah hasyarah (serangga). Mayoritas ulama mengatakan HARAM, karena termasuk khabaits (buruk), kecuali belalang. Sebagian ulama ada yang membolehkan. Walhasil, ini Diperselisihkan para ulama.

Tertulis dalam Al Mausu’ah:

هو حرمة أكل جميع الحشرات، لاستخباثها ونفور الطباع السليمة منها، وفي التنزيل في صفة النبي صلى الله عليه وسلم: {ويحرم عليهم الخبائث} وهذا مذهب الحنفية والشافعية والحنابلة. واستثنوا من ذلك الجراد فإنه مما أجمعت الأمة على حل أكله، لقول النبي صلى الله عليه وسلم: أحلت لنا ميتتان ودمان، فأما الميتتان: فالحوت والجراد، وأما الدمان: فالكبد والطحال

Haram memakan semua serangga, karena itu termasuk hewan yg buruk lagi menjijikkan, dan bertentangan dgn naluri manusia yg sehat, serta bertentangan pula dgn karakter diturunkannya Nabi Shalallahu ‘Alaihi Sallam : Mengharamkan atas mereka apa-apa yang buruk. (QS. Al A’raf: 157)

Inilah madzhab Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah. Para ulama mengecualikan belalang, karena telah ijma’ kebolehan memakannya. Berdasarkan hadits Nabi Shalallahu ‘Alaihi Sallam: “Dihalalkan bagi kita dua bangkai dan dua darah. Dua bangkai yaitu ikan dan belalang. Dua darah yaitu hati dan limpa.”

(Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 17/279)

Ada pun yg membolehkan memakan semua hasyarat adalah Malikiyah. Inilah yang menjadi pendapat resmi golongan Malikiyah. Walau ada di antara mereka yang tetap mengharamkan seperti Al Qaraafiy dan Ibnu ‘Arafah.

(Ibid, 17/280)

Pendapat mayoritas ulama, adalah pendapat yang lebih hati-hati. insya Allah.

Wallahu a’lam

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

Dzikir Paling Utama

💥💦💥💦💥💦💥

Al Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan:

الذكر يكون بالقلب، ويكون باللسان، والأفضل منه ما كان بالقلب واللسان جميعا، فإن اقتصر على أحدهما فالقلب أفضل، ثم لا ينبغي أن يترك الذكر باللسان مع القلب خوفا من أن يظن به الرياء، بل يذكر بهما جميعا ويقصد به وجه الله تعالى، وقد قدمنا عن الفضيل رحمه الله: أن ترك العمل لأجل الناس رياء

“Berdzikir bisa di hati dan di lisan, yang lebih utama adalah berdzikir dengan hati dan lisan secara bersamaan. Jika dihilangkan salah satunya, maka dzikir dengan hati adalah lebih utama. Lalu, hendaknya jangan meninggalkan dzikir lisan dengan hati lantaran takut ada orang yang menyangkanya riya’. Justru dia hendaknya berdzikir dengan keduanya dengan tujuan mencari wajah Allah Ta’ala. Kami telah sampaikan ucapan Al Fudhail bin ‘Iyadh: meninggalkan amal karena manusia adalah riya’.” (Al Adzkar, hal. 11)

Beliau menambahkan:

اعلم أن فضيلة الذكر غير منحصرة في التسبيح والتهليل والتحميد والتكبير ونحوها، بل كل عامل لله تعالى بطاعة فهو ذاكر لله تعالى، كذا قاله سعيد بن جبير رضي الله عنه وغيره من العلماء

“Ketahuilah bahwa keutamaan dzikir tidaklah dibatasi hanya pada tasbih, tahmid, takbir, dan semisalnya. Tetapi semua amal ketaatan yang dilakukan untuk Allah Ta’ala juga merupakan dzikrullah Ta’ala. Demikianlah yang dikatakan oleh Sa’id bin Jubeir Radhiallahu ‘Anhu dan ulama lainnya.” (Ibid)

🍃🌾🌻🌴☘🌷🌸🌺


🌴🌺 Menanam Dzikir Di Lisan 🌺🌴

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Syaikh Mutawalli Asy Sya’rawiy Rahimahullah:

جميل أن تزرع وردة في كل بستان ،،، ولكن ،،، الأجمل أن تزرع ذكر الله على كل لسان…. سبحان الله وبحمده سبحان الله العظيم – الشيخ الشعراوى

Hal yang bagus bercocok tanam bunga pada setiap taman .. Tetapi lebih bagus lagi menanamkan dzikrullah di setiap lisan .. Subhanallah wa bihamdihi subhanallahil ‘azhim

📚 Aqwaal Ad Du’aat Al Mu’ashiriin

🌷☘🌺🌴🍃🌸🌾🌻

✏ Farid Nu’man Hasan

Tidak Meladeni Kicauan Orang Bodoh Adalah Kemuliaan

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Imam Asy Syafi’i Rahimahullah berkata:

والصمت عن جاهل أو أحمق شرف
وفيه أيـضا لصون العرض إصلاح
أما ترى الأسد تخشى وهي صامتة
والكلب يخسى- لعمري- وهو نباح

Mendiamkan orang yang bodoh adalah suatu kemuliaan. Begitu juga diam untuk menjaga kehormatan adalah suatu kebaikan.

Tidakkah kamu melihat bahwa seekor singa itu ditakuti saat diamnya ? Sedangkan seekor anjing dipermainkan karena gonggongannya?

📚 Hikam wa Aqwaal Asy Syafi’i

🍃🌻🌾🌸🌴🌺☘🌷

✏ Farid Nu’man Hasan

Hukum Sholat Rawatib Ketika Safar (Bepergian)

▫▪▪▪▪▪▪▪▫

📨 PERTANYAAN:

Assalaamu’alaykum ustadz.. apakah seorang yg melakukan safar jg diberikan keringanan untuk tidak melakukan shalat sunnah tambahan spt rawatib? Atau boleh dilakukan spt biasa ustadz?🙏 (+62 896-6363-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim ..

Shalat rawatib ketika safar diperselisihkan para ulama. Mayoritas ulama mengatakan tetap sunnah dan menjadi perkara yang disukai. Sebagian lain mengatakan tidak dilakukan, seperti Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘Anhuma, begitu juga ulama kontemporer seperti Syaikh Abu Bakar bin Jabir Al Jazaairiy dalam Minhajul Muslim.

Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:

قال أصحابنا يستحب صلاة النوافل في السفر سواء الرواتب مع الفرائض وغيرها. هذا مذهبنا ومذهب القاسم بن محمد وعروة بن الزبير وأبي بكر بن عبد الرحمن ومالك وجماهير العلماء قال الترمذي وبه قالت طائفة من الصحابة واحمد واسحق وأكثر أهل العلم

Para sahabat kami mengatakan sunahnya shalat nawafil saat safar, baik rawatib bersama shalat wajibnya dan shalat sunnah lainnya.

Inilah madzhab kami (Syafi’iyah), juga pendapatmya Al Qasim bin Muhammad, ‘Urwah bin Az Zubair, Abu Bakar bin Abdurrahman, Malik, dan mayoritas ulama.

Imam At Tirmidzi mengatakan bahwa inilah pendapat segolongan ulama dari kalangan sahabat, Ahmad, Ishaq, dan mayoritas ulama.

(Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 4/400-401)

Dalil-dalilnya adalah sebagai berikut:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِي السَّفَرِ عَلَى رَاحِلَتِهِ حَيْثُ تَوَجَّهَتْ بِهِ يُومِئُ إِيمَاءً صَلَاةَ اللَّيْلِ إِلَّا الْفَرَائِضَ وَيُوتِرُ عَلَى رَاحِلَتِهِ

Dari Ibnu ‘Umar berkata, “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam perjalanan, maka beliau mengerjakan shalat (sunnah) di atas tunggangannya kemana saja hewan itu menghadap, beliau mengerjakannya dengan isyarat, kecuali shalat fardlu. Dan beliau juga mengerjakan shalat witir di atas kendaraannya.”

(HR. Bukhari no. 1000)

Juga riwayat lain, yg sangat panjang bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Sallam dan para sahabat safar, dan mereka bangun kesiangan saat subuh. Abu Qatadah bercerita, setelah Bilal adzan:

فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ صَلَّى الْغَدَاةَ فَصَنَعَ كَمَا كَانَ يَصْنَعُ كُلَّ يَوْمٍ

Maka Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Sallam shalat dua rakaat (sunnah), lalu shalat subuh. Dia melakukannya seperti yg dilakukannya setiap harinya.

(HR. Muslim no. 681)

Dalam hadits lain, bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi Sallam shalat 8 rakaat saat dhuha di waktu Fathul Makkah, seperti yang diceritakan oleh Ummi Hani.

Ummu Hani Radhiyallahu ‘Anha berkata:

ذَهَبْتُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْفَتْحِ فَوَجَدْتُهُ يَغْتَسِلُ وَفَاطِمَةُ ابْنَتُهُ تَسْتُرُهُ فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ فَقَالَ مَنْ هَذِهِ فَقُلْتُ أَنَا أُمُّ هَانِئٍ بِنْتُ أَبِي طَالِبٍ فَقَالَ مَرْحَبًا بِأُمِّ هَانِئٍ فَلَمَّا فَرَغَ مِنْ غُسْلِهِ قَامَ فَصَلَّى ثَمَانِيَ رَكَعَاتٍ مُلْتَحِفًا فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ

“Aku pergi menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada hari pembebasan Makkah ternyata Beliau sedang mandi, dan Fathimah, putri Beliau menutupinya dengan tabir. Aku memberi salam kepada Beliau lalu Beliau bertanya: “Siapa ini?”. Aku jawab; “Aku Ummu Hani’ binti Abu Thalib”. Beliau berkata: “Marhaban (selamat datang) Ummu Hani'”. Setelah selesai mandi, Beliau shalat delapan raka’at dengan berselimut pada satu baju….

(HR. Bukhari no. 3171)

Dan masih banyak dalil lainnya. Semua ini menunjukkan walau dalam keadaan safar Nabi Shalallahu ‘Alaihi Sallam tetap melalukan shalat Sunnah, baik rawatib dan lainnya.

Sementara itu …, sebagian lain mengatakan sunnah rawatib tidak dianjurkan di saat safar.

Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:

وقالت طائفة لا يصلي الرواتب في السفر وهو مذهب ابن عمر

Segolongan ulama TIDAK shalat rawatib saat safar, inilah madzhabnya Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhuma.

(Al Majmu’Syarh Al Muhadzdzab, 4/401)

Syaikh Abu Bakar bin Jabir Al Jazaairiy Rahimahullah mengatakan:

إذا سافر المسلم له ان يترك سائر النوافل و راتبة و غيرها ما عدا رغيبة الفجر و الوتر فإنه لا يحسن تركهما

Jika seorang muslim melakukan safar, maka hendaknya dia meninggalkan semua shalat sunnah, rawatib, dan lainnya kecuali shalat sunnah fajar dan witir. Sebab tidak bagus meninggalkan keduanya.

(Minhajul Muslim, Hal. 190)

Dalil kelompok ini adalah apa yang dikatakan oleh Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhuma berikut ini:

صَحِبْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ أَرَهُ يُسَبِّحُ فِي السَّفَرِ وَقَالَ اللَّهُ جَلَّ ذِكْرُهُ
{ لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ إِسْوَةٌ حَسَنَةٌ }

Aku pernah menemani Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan aku tidak melihat Beliau melaksanakan shalat sunnah dalam safarnya”. Dan Allah subhanahu wata’ala telah berfirman: “Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu”. (QS. Ahzab 21).

(HR. Bukhari no. 1101)

Beliau juga berkata:

صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَانَ لَا يَزِيدُ فِي السَّفَرِ عَلَى رَكْعَتَيْنِ وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ كَذَلِكَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ

“Aku pernah menemani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika safar (bepergian), selama kepergian itu Beliau tidak lebih melaksanakan shalat kecuali dua raka’at. Begitu juga dengan Abu Bakar, ‘Umar dan ‘Utsman Radhiallahu ‘anhum.

(HR. Bukhari no. 1102)

Demikian perselisihan pendapat dalam hal ini. Jika kita mengikuti pendapat jumhur, silahkan. Mengikuti pendapat Ibnu Umar juga silahkan. Semua pendapat ini recommended, krn berdasarkan ilmu dan dalil-dalil masing-masing, bukan hawa nafsu.

Demikian. Wallahu a’lam

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

scroll to top