Khutbah ‘Id, Sekali atau Dua kali?

▪▫▫▫▫▫▫▫▪

📨 PERTANYAAN:

Mengenai khutbah ‘Id, bagaimana samakah dg sholat jumat (dua kali khutbah)? (+62 813-8502-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim ..

Khutbah shalat ‘Id adalah DUA KALI menurut mayoritas ulama dan 4 madzhab, dan diselingi dengan duduk di antara dua khutbah.

Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid mengatakan:

ذهب جمهور أهل العلم من المذاهب الأربعة وغيرهم إلى أنه يخطب في العيد بخطبتين ، يفصل بينهما بجلوس ، كما يفعل ذلك في خطبة صلاة الجمعة

Mayoritas ulama dari 4 madzhab dan lainnya berpendapat bahwa khutbah pada hari raya adalah DUA KALI, dan keduanya dipisah dgn DUDUK, sebagaimana khutbah Jum’at.

(Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 67942)

Dalam fatwa Al Lajnah Ad Daimah dikatakan:

خطبتا العيدين سنة وهي بعد صلاة العيد

Dua kali khutbah pada hari ‘Id adalah Sunnah, yaitu setelah shalat id. (selesai).

Ada pun, khutbah hanya sekali disampaikan para ulama kontemporer seperti Syaikh Utsaimin, Syaikh Sayyid Sabiq, dll.

Sementara sebagian ulama mengatakan bahwa dua kali khutbah itu ijma’ (konsensus), tidak ada perselisihan, seperti perkataan Imam Ibnu Hazm Rahimahullah dalam Al Muhalla.

Masalah ini lapang, hendaknya seorang imam dan khatib memperhatikan kebiasaan yang terjadi di tempat dia bertugas menjadi khatib dan imam, untuk menekan potensi fitnah.

Demikian. Wallahu a’lam

🌻🌿🌸🍃🍄🌷 💐☘

✍ Farid Nu’man Hasan

Bersalaman, Berpelukan, Setelah Shalat Hari Raya, Bukan Bid’ah

▫▪▫▪▫▪▫▪

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah ditanya tentang hukum bersalaman, berpelukan setelah shalat ‘id dihari raya, … Beliau menjawab:

الإجابة: هذه الأشياء لا بأس بها، لأن الناس لا يتخذونها على سبيل التعبد والتقرب إلى الله عز وجل، وإنما يتخذونها على سبيل العادة، والإكرام والاحترام، ومادامت عادة لم يرد الشرع بالنهي عنها فإن الأصل فيها الإباحة كما قيل: والأصل في الأشياء حل ومنع عبادة إلا بإذن الشارع.

Hal-hal ini tidak ada masalah, sebab manusia tidak menjadikannya sebagai peribadatan dan pendekatan diri kepada Allah Ta’ala, itu hanya tradisi saja, berupa pemuliaan dan penghormatan.

Selama kebiasaan itu tidak ada larangan dalam syari’at, sebab pada dasarnya segala sesuatu itu dibolehkan, sebagaimana perkataan: “Segala sesuatu adalah boleh dan segala peribadatan itu terlarang, kecuali ada izin dari pembuat syariat.”

📚 Majmu’ Fatawa wa Ar Rasail, Jilid. 16, Bab Shalat Al ‘Idain

🌻🌿🌸🍃🍄🌷 💐☘

✍ Farid Nu’man Hasan

Tahniah Di Hari Raya Bukan Bid’ah

▪▫▫▫▫▫▪

Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah ditanya tentang kebiasaan manusia mengucapkan selamat hari raya, dengan beragam kalimat seperti ‘Iduka Mubarak, dll. Apakah ini ada dasarnya? Beliau menjawab:

أما التهنئة يوم العيد يقول بعضهم لبعض إذا لقيه بعد صلاة العيد : تقبل الله منا ومنكم ، وأحاله الله عليك ، ونحو ذلك فهذا قد روي عن طائفة من الصحابة أنهم كانوا يفعلونه ، ورخص فيه الأئمة كأحمد وغيره ، لكن قال أحمد : أنا لا ابتدئ أحداً ، فإن ابتدرني أحد اجبته ، وذلك ؛ لأنه جواب التحية واجب ، وأما الابتداء بالتهنئة فليس سنة مأمور بها ، ولا هو أيضاً مما نُهي عنه ، فمن فعله فله قدوة ، ومن تركه فله قدوة ، والله أعلم

Ada pun ucapan selamat di hari raya, di mana sebagian orang berkata kepada yang lainnya setelah shalat ‘id: Taqabbalallah minnaa wa Minkum, Ahaalahullah ‘Alaik, dan semisalnya. Maka yang seperti ini telah diriwayatkan dari Segolongan sahabat Nabi ﷺ bahwa mereka melakukannya.

Para imam pun memberikan keringanan, seperti Imam Ahmad dan lainnya, tetapi Imam Ahmad berkata: “Aku tidak akan memulainya kepada seeeorang, tapi jika ada orang yang mengucapkan kepadaku, aku akan menjawabnya.” Hal ini karena menjawab ucapan selamat itu wajib. Ada pun memulainya, bukankah sunah yang diperintahkan, tapi itu juga bukan hal yang dilarang.

Jadi, siapa yang melakukannya maka dia ada contohnya, barang siapa yang tidak melakukannya dia juga ada contohnya. Wallahu a’lam

📚 Majmu’ Al Fatawa, 24/253

🌻🌿🌸🍃🍄🌷 💐☘

✍ Farid Nu’man Hasan

Fidyah Pakai Uang

◼◽◼◽◼◽◼

Ya, membayarkan fidyah ke penerimanya adalah dengan makanan, bukan dengan uang. Inilah pendapat umumnya para ulama kecuali Imam Abu Hanifah dan pengikutnya yang membolehkan dengan uang.

Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizhahullah mengatakan:

ولا يجزئ إخراج القيمة بدلاً من الطعام في الراجح خلافاً للأحناف، للنص على الإطعام في الآية الكريمة: (وعلى الذين يطيقونه فدية طعام مسكين) [البقرة: 184]

Menurut pendapat yang kuat, TIDAK SAH fidyah dengan uang sebagai ganti dari makanan, berbeda dengan pendapat Ahnaf (Hanafiyah). Ini sesuai firman Allah: “Dan atas orang-orang yang kesulitan melaksanakannya maka dia memberikan fidyah, makanan bagi orang miskin”.

Namun .. jika dia memberikan fidyah tidak langsung ke penerimanya, tapi ke wakilnya .. lalu wakilnya nanti yang membelikannya makanan, maka tidak apa-apa dia membayarnya dengan uang seharga fidyahnya ..

لكن لا بأس بدفع النقود إلى وكيل، شخص أو جمعية يشتري بها طعاماً يدفعه إلى مستحقيه

Tetapi tidak apa-apa membayarkan uang kepada wakilnya, bisa seseorang atau organisasi, yang membelikan makanan lalu mereka memberikan kepada mustahiqnya.

(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 6673)

Demikian. Wallahu a’lam

☘🌺🌿🌸🌷🍃🌼🎋

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top