Mencatat Isi Khutbah Jumat, Bolehkah?

💥💦💥💦💥💦

📨 PERTANYAAN:

Bismillah,mau tanya ustadz
Bolehkah kita mencatat isi khutbah pada saat mendengarkan khutbah jum’at?

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillah wal Hamdulillah …

Secara umum bagi jamaah shalat Jumat adalah mesti tertib dan tenang, serta perhatian  terhadap khutbah Jumat.  Bahkan, memerintahkan orang lain untuk diam saja juga terlarang dan termasuk yang membuat hilang kesempurnaan shalat Jumat orang tersebut.

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, katanya bahwa Nabi ﷺbersabda:

إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الجُمُعَةِ: أَنْصِتْ، وَالإِمَامُ يَخْطُبُ، فَقَدْ لَغَوْتَ

Jika kamu berkata kepada kawanmu pada hari (shalat) Jumat: “Diam!” sedangkan Imam sedang berkhutbah, maka engkau telah sia-sia.”

(HR. Bukhari No. 934, Muslim No. 851)

Imam An Nawawi menjelaskan maksud Laghawta adalah engkau telah mengatakan perkataan yang melalaikan, gugur, sia-sia, dan tertolak. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/138)

Bahkan Ibnu ‘Umar Radhiallahu ‘Anhuma begitu marah kepada orang yang berbicara saat imam khutbah.

Alqamah bin Abdullah bercerita:

أَنَّ ابْنَ عُمَرَ، قَالَ لِرَجُلٍ كَلَّمَ صَاحِبَهُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ: «أَمَّا أَنْتَ فَحِمَارٌ , وَأَمَّا صَاحِبُكَ فَلَا جُمُعَةَ لَهُ»

Bahwasanya Ibnu Umar berkata kepada laki-laki yang mengajak bicara pada sahabatnya   di hari Jumat dan imam sedang khutbah: “Ada pun kamu, kamu ini keledai, sedangkan kawanmu tidak ada Jumat baginya.” (Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf No. 26103)

Semua riwayat ini, dan yang semisalnya, merupakan larangan secara  muthlaq berbicara pada saat imam sedang khutbah.

Imam Kamaluddin bin Al Hummam Rahimahullah berkata lebih rinci:

يَحْرُمُ فِي الْخُطْبَةِ الْكَلَامُ وَإِنْ كَانَ أَمْرًا بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْبِيحًا ، وَالْأَكْلُ وَالشُّرْبُ وَالْكِتَابَةُ ، وَيُكْرَهُ تَشْمِيتُ الْعَاطِسِ وَرَدُّ السَّلَامِ
وَعَنْ أَبِي يُوسُفَ لَا يُكْرَهُ الرَّدُّ ؛ لِأَنَّهُ فَرْضٌ

Diharamkan ketika khutbah; berbicara walau urusan kebaikan, atau bertasbih, makan, minum, dan MENULIS. Dimakruhkan mendoakan orang yang bersin dan menjawab salam. Dari Abu Yusuf: tidak makruh menjawab salam karena itu adalah wajib. (Fathul Qadir, 3/239)

Wallahu a’lam. Wa Shallallahu ‘ala Nabiyina Muhammadin wa ‘Aalihi wa Shahbihi wa Sallam.

☘🌾🌴🌹🌻🍃🌺🌿

✏ Farid Nu’man Hasan

Biografi Al Hasan bin Ali Radhiallahu ‘Anhuma

💦💥💦💥💦💥

📌 Nama dan Julukannya

Abu Muhammad adalah kun-yah Beliau. Nama aslinya adalah Al Hasan, anak pertama dari Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu. Tadinya, Ali ingin menamakannya dengan harb (perang), tetapi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan nama Al Hasan.

Ali Radhiallahu ‘Anhu berkata:

كُنْتُ رَجُلا أُحِبُّ الْحَرْبَ ، فَلَمَّا وُلِدَ الْحَسَنُ هَمَمْتُ أَنْ أُسَمِّيَهُ حَرْبًا ، فَسَمَّاهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَسَنَ ، فَلَمَّا وُلِدَ الْحُسَيْنُ هَمَمْتُ أَنْ أُسَمِّيَهُ حَرْبًا ، فَسَمَّاهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحُسَيْنَ

“Saya adalah laki-laki yang suka perang, ketika Al Hasan lahir saya ingin menamakannya dengan harb, namun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menamakannya dengan Al Hasan. Ketika lahir Al Husein, saya ingin menamakannya dengan harb, namun Beliau menamakannya dengan Al Husein.” (Diriwayatkan oleh Ath Thabarani No. 2777, Adz Dzahabi dalam As Siyar, 3/247, Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid, 8/52, katanya: rijalnya shahih)

📌Tahun Kelahirannya

Dia dilahirkan pada bulan Sya’ban tahun ketiga hijriyah. Ada pula yang mengatakan pertengahan Ramadhan. Az Zubeir bin Bakar mengatakan bahwa Al Hasan dilahirkan pada pertengahan Ramadhan tahun ketiga Hijriyah. Imam Adz Dzahabi mengatakan bahwa yang lebih benar adalah dia dilahirkan pada bulan Sya’ban. (As Siyar, 3/246-248)

📌Kedudukan di Sisi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

Dalam hadits Arbain Nawawi no. 11, Imam An Nawawi menyebutnya dengab As Sibthu dan Raihanah.

As Sibthu adalah cucu dari anak perempuan, sedangkan Hafiid (حفيد) adalah cucu dari anak laki-laki. Jadi, karena Al Hasan adalah anak dari putri Rasulullah Shallallah ‘Alaihi wa Sallam, yakni Fathimah Radhiallah ‘Anha, maka dia disebut As Sibthu.

Dia disebut Raihanah (wewangian-kesenangan), karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda tentang Al Hasan dan Al Husein:

هما ريحانتاي من الدنيا

“Mereka berdua adalah wewangian/kesenangan saya di dunia.” (HR. Bukhari No. 3543. At Tirmidzi No. 3770)

Berkata Syaikh Ibnul ‘Utsaimin Rahimahullah:

الريحانة هي تلك الزهرة الطيبة الرائحة

“Raihanah adalah bunga yang harum aromanya.” (Syarhul Arbain An Nawawiyah, Hal. 149)

📌 Keadaan dan Postur Tubuhnya

Abu Juhaifah mengatakan Al Hasan adalah yang perawakannya mirip dengan kakeknya. (As Siyar, 3/248).

‘Uqbah bin Al Harits menceritakan:

صلى بنا أبو بكر العصر، ثم قام وعلي يمشيان، فرأى الحسن يلعب مع الغلمان، فأخذه أبو بكر، فحمله على عنقه، وقال: بأبي شبيه النبي ليس شبيه بعلي وعلي يتبسم

“Abu Bakar shalat ashar bersama kami, lalu dia dan Ali berdiri lalu berjalan berdua, dia melihat Al Hasan bermain bersama dua anak laki-laki, lalu Abu Bakar mengambilnya dan menggendongnya di atas lehernya, dan dia berkata: “Demi ayahku, dia mirip dengan Nabi, tidak mirip dengan Ali,” dan Ali pun tersenyum.” (Ibid, 3/249. Lihat juga Bukhari dalam Shahihnya No. 3540, dengan lafaz: “ dan Ali pun tertawa.”)

Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, berkata:

لَمْ يَكُنْ أَحَدٌ أَشْبَهَ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ

“Tidak seorang pun yang mirip dengan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dibandingkan Al Hasan bin Ali.” (HR. Bukhari no. 3542)

📌Kedudukannya di Tengah-Tengah Umat

Al Hasan Radhiallahu ‘Anhu memiliki banyak keutamaan, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutnya sebagai Sayyid (pemimpin-tuan) bagi umat ini yang akan mendamaikan dua kelompok umat Islam yang bertikai.

Tertera dalam Shahih Bukhari:

إِنَّ ابْنِي هَذَا سَيِّدٌ وَلَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يُصْلِحَ بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ عَظِيمَتَيْنِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ

“Sesungguhnya anakku ini adalah seorang pemimpin, melaluinya Allah akan mendamaikan antara dua kelompok besar dari kaum muslimin.” (HR. Bukhari No. 2704)

Saat itu pasca syahidnya Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu –saat itu pertikaian masih berkecamuk dengan Mu’awiyah Radhiallahu ‘Anhu, naiklah Al Hasan menjadi khalifah yang tentunya membuat tidak puas pengikut Mu’awiyah Radhiallah ‘Anhu. Namun, dengan jiwa besar Al Hasan mengundurkan diri dari jabatannya dan digantikan Mu’awiyah Radhiallahu ‘Anhu. Di sisi lain, Al Hasan pun mampu memberikan pengertian kepada pengikut Ali Radhiallahu ‘Anhu, sehingga kedua belah pihak bisa didamaikan.

Syaikh Ibnul ‘Utsaimin Rahimahullah mengomentari hadits Bukhari di atas:

وكان الأمر كذلك، فإنه بعد أن استشهد علي بن أبي طالب رضي الله عنه وبويع بالخلافة للحسن تنازل عنها لمعاوية رضي الله عنه، فأصلح الله بهذا التنازل بين أصحاب معاوية وأصحاب علي رضي الله عنهما، وحصل بذلك خير كثير

“Saat itu begitulah kejadiannya, setelah mati syahidnya Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu dan Al Hasan dibai’at menjadi Khalifah, lalu dia menyerahkan jabatan itu kepada Mu’awiyah Radhiallahu ‘Anhu. Maka, dengan pengunduran diri ini Allah damaikan antara pengikut Mu’awiyah dan Ali Radhiallah ‘Anhuma, dan dari situ hasilnya adalah kebaikan yang banyak. (Syarhul Arbain An Nawawiyah, hal. 148)

Selain itu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga begitu mencintai Al Hasan. Diriwayatkan dari Al Bara bin ‘Azib Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ عَلَى عَاتِقِهِ يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أُحِبُّهُ فَأَحِبَّهُ

“Aku melihat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan Al Hasan bin Ali ada di pundaknya, beliau bersabda: Ya Allah saya mencintainya, maka cintailah dia.” (HR. Bukhari No. 3539)

📌 Al Hasan Lebih Utama di banding Al Husein

Kedudukan Al Hasan Radhiallahu ‘Anhu, lebih utama dibanding Al Husein Radhiallahu ‘Anhu, hanya saja kaum Rafidhah (syiah) telah berlebihan terhadap Al Husein lantaran terbunuhnya Beliau di Karbala.

Berkata Syaikh Ibnul ‘Utsaimin Rahimahullah:

وهو أفضل من أخيه الحسين رضي الله عنهما،لكن تعلقت الرافضة بالحسين لأن قصة قتله رضي الله عنه تثير الأحزان، فجعلوا ذلك وسيلة، ولو كانوا صادقين في احترام آل البيت لكانوا يتعلقون بالحسن أكثر من الحسين،لأنه أفضل منه

Dia (Al Hasan) lebih afdhal dibanding saudaranya, Al Husein Radhiallahu ‘Anhuma, tetapi Rafidhah mencintai Al Husein karena peristiwa terbunuhnya Radhiallahu ‘Anhu yang menimbulkan kesedihan, dan mereka menjadikan peristiwa itu sebagai alasan untuk itu. Seandainya mereka jujur dalam menghormati Alu Bait (keluarga Nabi), niscaya mereka lebih banyak mencintai Al Hasan dibanding Al Husein, karena dia lebih utama darinya.” (Syarhul Arbain An Nawiyah, Hal. 149)

📌 Wafatnya

Beliau wafat karena diracuni pada tahun 50 Hijriyah, berikut ini keterangan Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah:

وَكَانَ مَوْلِد الْحَسَن فِي رَمَضَان سَنَة ثَلَاث مِنْ الْهِجْرَة عِنْد الْأَكْثَر ، وَقِيلَ بَعْد ذَلِكَ ، وَمَاتَ بِالْمَدِينَةِ مَسْمُومًا سَنَة خَمْسِينَ وَيُقَال قَبْلهَا وَيُقَال بَعْدهَا

“Al Hasan lahir pada Ramadhan tahun ketiga Hijriyah menurut mayoritas ulama, dan ada yang menyebut setelah itu. Dan, wafat di Madinah karena diracun pada tahun lima puluh Hijriyah, ada yang mengatakan sebelumnya ada pula yang mengatakan sesudahnya.” (Fathul Bari, 7/95. Darul Fikr. Lihat juga Syaikh Abul ‘Ala Muhammad Abdurrahman Al Mubarkafuri, Tuhfah Al Ahwadzi, 10/272. Al Maktabah As Salafiyah)

Wallahu a’lam

🍃🌻🌾🌸🌺🌴☘🌷

✏ Farid Nu’man Hasan

Doa Hendak Makan: Allahumma Baarik Lanaa ..dst, Bid’ah?

💦💥💦💥💦💥

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum ,saya mau minta penjelasan tentang do’a sebelum makan, apakah ada hadisnya? Karena ketika anak saya makan dan saya suruh baca do’a, dibantah oleh adik saya yang ikut pengajian SALAFI, katanya do’a sebelum makan itu tidak ada, cukup baca bismillah saja. Tolong dijelaskan dalil-dalilnya

📬 JAWABAN

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa barakatuh. Bismilkah wal Hamdulillah …

Doa hendak makan yang seperti Allahumma Baarik Lanaa fiimaa razaqtanaa .. dst, ada beberapa versi, dan umumnya tidak ada yang sah dari Nabi ﷺ, akan kami sampaikan dua versi saja.

1⃣ Versi Pertama: Allahumma Baarik Lana Fiimaa razaqtanaa wa qinaa ‘adzaaban naar

Dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, bahwa: Selamanya tidaklah dia diberikan makanan, minuman, bahkan obat, melainkan dia kan membaca: (lalu disebut dzikir yang cukup panjang …, dan kalimat akhirnya adalah:

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيمَا رَزَقْتَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

“Allahumma Barik lanaa fiimaa razaqtanaa waqinaa ‘azaaban naar.” (HR. Malik, no.1672, riwayat Yahya Al Laitsi. Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, No. 25000, 30184)

Disebutkan dari Abdullah bin Amr Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Nabi ﷺ jika mendekati makanan dia berdoa: (maka disebut doa di atas). (Al Kaamil fidh Dhu’afa, 6/206, Lisanul Mizan, 5/165)

Tapi, hadits ini munkar sebagaimana kata Imam Al Bukhari. Imam Ibnu Hajar Rahimahullah berkata:

والصواب قال البخاري منكر الحديث جداً

“Yang benar, menurut Imam Bukhari hadits ini sangat munkar.” (Imam Ibnu Hajar al Asqalani, Lisanul Mizan, 5/165)

Apakah hadits mungkar itu? Secara ringkas, hadits mungkar adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang yang buruk hafalannya, banyak salah dan lalainya, dan nampak kefasikannya, serta bertentangan dengan hadits lain yang diriwayatkan oleh orang terpercaya, dan termasuk kelompok hadits dha’if jiddan (sangat lemah). (Syaikh Dr. Mahmud Ath Thahhan, Taisir al Mushthalah al Hadits, Hal. 80-81)

Sedangkan Prof.Dr. Ali Mushthafa Ya’qub, MA, mengatakan bahwa hadits mungkar adalah hadits paling buruk peringkat ketiga, setelah hadits maudhu’ (palsu) dan hadits matruk (semi palsu). Demikianlah.

Berkata Syaikh Ayman Shalih Sya’ban:

أخرجه مالك في الموطأ عن هشام بن عروة عن أبيه ، فذكره. ولم أقف على هذه الرواية مرفوعة ، وإسناد الأثر صحيح

Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Al Muwatha, dari Hisyam bin ‘Urwah, dari ayahnya, lalu disebutkan kalimat itu. Dan aku belum temukan riwayat ini secara marfu’ (dari nabi), dan isnad atsar ini SHAHIH.” (Jaami’ Al Ushul, 4/309)

Jadi, yang shahih doa dengan redaksi seperti ini ada tapi bukan dari Nabi, melainkan dari seorang tabi’in bernama ‘Urwah, yaitu ‘Urwah bin Az Zubeir bin Awwam Radhiallahu ‘Anhuma. Sedangkan Imam Ibnu Abi Dunya meriwayatkan bahwa doa ini juga diucapkan oleh ‘Amru bin Al Ash, ketika Beliau hendak makan. (Asy Syukr, No. 169)

2⃣ Versi Kedua: Bismillah, Allahumma baarik lanaa fiima razaqtanaa

Ini juga bukan dari Nabi ﷺ tapi dari Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu.

Ibnu A’bud berkata: Berkata kepadaku Ali bin Abi Thalib: “Wahai Ibnu A’bud, tahukah kamu apa itu hak makanan?” Aku bertanya: “Apa itu wahai Ibnu Abi Thalib?” Beliau berkata:

بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيمَا رَزَقْتَنَا

Bismillah, Allahumma baarik lanaa fiima razaqtanaa. (HR. Ahmad, No. 1313, Teks riwayat Ibnus Sunni agak berbeda:” Allahumma Barik lanaa fiimaa razaqtanaa waqinaa ‘azaaban naar, bismillah.”)

Hadits ini didhaifkan para ulama. Sebab, Ibnu A’bud adalah seorang yang majhul (tidak dikenal), hanya dikenal namanya saja. Ali bin Al Madini berkata: “Tidak dikenal.” Adz Dzahabi berkata: “Dia adalah Ali Al Laitsi.” (Imam Adz Dzahabi, Mizanul I’tidal, No. 10755)

Ali bin Al Madini berkata: “Ibnu A’bud tidak dikenal, aku tidak mengetahuinya kecuali pada hadits ini saja.” (Imam Ibnu Abi Hatim Ar Razi, Al Jarh wat Ta’dil, No. 1369)

Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: “Hadits ini dhaif, karena ke-majhul-an Ibnu A’bud.” (Ta’liq Musnad Ahmad, No. 1313)

📌 Mana Yang Shahih?

Jika doa hendak makan seperti itu dhaif, maka dengan apa kita membaca doa hendak makan?

Diriwayatkan dari Umar bin Abi Salamah Radhiallahu ‘Anhu:

فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا غُلَامُ سَمِّ اللَّهَ وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ

“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepadaku, “Wahai anak! sebutlah nama Allah, dan makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah yang terdekat denganmu.” (HR. Bukhari, No. 5062, 5063. Muslim, No. 2022. Ibnu Majah, No. 3267. Ahmad, No. 15740)

Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha:

قَالَ إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فَإِنْ نَسِيَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فِي أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ

“Beliau bersabda: “Jika salah seorang kalian hendak makan, maka sebutlah nama Allah Ta’ala, jika lupa menyebut nama Allah di awalnya, maka katakanlah: “Bismillahi awwalahu wa akhirahu (Dengan nama Allah di awal dan di akhirnya.” (HR. Abu Daud, No. 3767. At Timidzi, No. 1858. Dalam teks Imam At Tirmidzi agak berbeda yakni: “Jika salah seorang kalian hendak makan, maka katakanlah, “BISMILLAH,” jika lupa membaca di awalnya, maka bacalah, “Bismillahi fi awalihi wa akhirihi.” Beliau berkata: hadits ini hasan shahih. Dengan teks serupa juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah, No. 3264. Ahmad, No. 23954. Al Hakim dalam Mustadrak ‘Alas Shahihain, Juz. 16, No. 412, No. 7087, katanya sanad hadits ini shahih, tapi tidak diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits lain:

كان إذا قرب إليه الطعام يقول : بسم الله ، فإذا فرغ قال : اللهم أطعمت و أسقيت و أقنيت و هديت و أحييت ، فلله الحمد على ما أعطيت

“Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, jika disuguhkan kepadanya makanan, dia membaca: “Bismillah,” setelah makan ia membaca,”Allahumma Ath’amta, wa asqaita, wa aqnaita, wa hadaita, wa ahyaita, falillahil hamdi ‘ala maa a’thaita.” (HR. Ahmad, hadits ini shahih, seluruh periwayatnya tsiqah (kredibel) sesuai syarat Imam Muslim, Lihat Silsilah Ash Shahihah, Juz. 1, hal. 70, pembahasan hadits no.71)

Inilah doa yang shahih, yang diperintahkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam jika kita hendak menyantap makanan atau minuman. TAPI APAKAH HANYA INI? TIDAK!

Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma berkata:

من أطعمه الله الطعام فليقل اللهم بارك لنا فيه وأطعمنا خيرا منه ومن سقاه الله لبنا فليقل اللهم بارك لنا فيه وزدنا منه

Siapa yang diberikan makan oleh Allah dengan sebuah makanan, maka hendaknya membaca: ALLAHUMMA BARIK LANAA FIIH WA ATH’AMANA KHAIRAN MINHU, dan barang siapa yang diberikan oleh Allah susu maka hendaknya membaca: ALLAHUMMA BAARIK LANA FIIH WA ZIDNAA MINHU.

(HR. At Tirmdzi No. 3455, Imam At Tirmidzi berkata: hasan. Abu Daud No. 3732, Ahmad No. 1978, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 5641)

Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: HASAN. (Ta’liq Musnad Ahmad No. 1978), juga Syaikh Al Albani mengatakan hasan diberbagai kitabnya. (Al Misykah, Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 3732, Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 3455, Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah No. 3322, Mukhtashar Asy Syamail No. 176)

Maka, yang sah dari Nabi ﷺ bukan hanya BISMILLAH, tetapi juga bacaan seperti yang tertera di atas.

📌Bagaimana Sikap Para Ulama?

Para ulama berbeda dalam menyikapi penggunaan doa ini. Sebagian ulama ada yang menolak pemakaian tambahan pada doa tersebut. Di antaranya Imam As Suyuthi dan Syaikh Al Albani. Berikut ini kutipannya:

و في هذا الحديث أن التسمية في أول الطعام بلفظ ” بسم الله ” لا زيادة فيها ،
و كل الأحاديث الصحيحة التي وردت في الباب كهذا الحديث ليس فيها الزيادة ، و لا
أعلمها وردت في حديث ، فهي بدعة عند الفقهاء بمعنى البدعة ، و أما المقلدون
فجوابهم معروف : ” شو فيها ؟ ! ” . فنقول : فيها كل شيء و هو الاستدراك على الشارع الحكيم الذي ما ترك شيئا يقربنا إلى الله إلا أمرنا به و شرعه لنا ، فلو كان ذلك مشروعا ليس فيه شيء لفعله و لو مرة واحدة ، و هل هذه الزيادة إلا كزيادة الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم من العاطس بعد الحمد . و قد أنكرها عبد الله بن عمر رضي الله عنه كما في ” مستدرك الحاكم ” ، و جزم السيوطي في ” الحاوي للفتاوي ” ( 1 / 338 ) بأنها بدعة مذم ومة

“Dalam hadits ini menunjukkan bahwa doa tasmiyah pada awal makan dengan lafaz “bismillah” tanpa ada tambahan apa-apa, semua hadits shahih yang membicarakan bab ini juga demikian tanpa ada tambahan, dan saya tidak mengetahui adanya tambahan itu dalam hadits, dan tambahan itu menurut istilah para fuqaha (ahli fiqih) adalah bid’ah, namun bagi orang-orang yang sudah terlanjur menggunakannya akan mengatakan perkataan yang sudah bisa diketahui: “Bukankah doa ini telah banyak dipakai?!”

Kami katakan: “Segala tambahan yang diberikan kepada pembuat syariat, berupa amalan yang jika memang benar itu bisa mendekatkan kita kepada Allah Ta’ala, pastilah akan diperintahkan oleh syariat, seandainya itu disyariatkan pasti hal itu dilakukan oleh Rasulullah walau cuma sekali. Hal ini seperti menambahkan shalawat kepada Nabi, bagi orang yang membaca Alhamdulillah setelah bersin.

Abdullah bin Umar Radhiallahu ‘Anhu telah mengingkari tambahan ini sebagaimana dijelaskan dalam Al Mustadrak-nya Imam al Hakim, dan ditegaskan oleh Imam as Suyuthi dalam Al Hawi Lil Fatawa (1/338), bahwa tambahan itu adalah bid’ah tercela.” (Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albany, Silsilah Ash Shahihah, No. 71)

Apa yang dikatakan Syaikh Al Albani bahwa tidak ada tambahan pada doa hendak makan kecuali hanya BISMILLAH, bertentangan dengan riwayat Imam At Tirmidzi, Abu Daud, Al Baihaqi, dan Ahmad dari Ibnu Abbas, yang justru dihasankan olehnya.

Kemudian, di antara Ulama ada yang tidak mempermasalahkan tambahan setelah BISMILLAH, karena pada prinsipnya berdoa itu boleh saja dengan kalimat kebaikan apa pun, bahkan walau dengan untaian sendiri, selama tidak menyandarkannya kepada Nabi ﷺ, namun lebih utama memang doa yang ma’tsur. Bahkan pembolehan ini memiliki dasar yang kuat berdasarkan riwayat Ibnu Abbas di atas. Kenyatannya pembolehan doa makan seperti ini menjadi pendapat para imam madzhab baik Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah.

✅ Malikiyah

Imam Ibnu Abdil Bar Al Maliki Rahimahullah berkata, ketika menjelaskan doa makan dan minum:

والدعاء كثير لا يكاد يحصى وخيره ما كان الداعي بنية ويقين بالإجابة ويكفي من ذلك قوله في أول الطعام بسم الله الرحمن الرحيم وفي آخره الحمد لله رب العالمين اللهم بارك لنا في ما رزقتنا وقنا عذاب النار

Doa itu banyak dan tidak terhitung. Dan yang terbaik adalah orang yang berdoa mesti memiliki niat dan keyakinan bahwa doanya dikabulkan, dan cukup baginya ketika di awal makan membaca: “BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM” dan di akhirnya ALHAMDULILLAHI RABBIL ‘ALAMIN ALLAHUMMAH BAARIK LANA FI MAA RAZAQTANA WA QINAA ‘ADZAABAN NAAR. (Al Istidzkaar, No. 39885)

Sementara, Imam Abul Barakat Ad Dardiri Al Maliki Rahimahullah (Maliki) mengatakan hal itu adalah dianjurkan (mandub/sunnah):

وندب زيادة: اللهم بارك لنا فيما رزقتنا وزدنا خيرا منه

Disunahkan membaca tambahan: Allahumma baarik lanaa fiimaa razaqtanaa wa zidnaa khairan minhu. (Asy Syarh Al Kabir, 1/ 103)

Hal serupa dikatakan oleh Imam Ad Dasuqi Al Maliki dalam Hasyiyahnya. (Hasyiyah Ad Dasuqi, 1/103)

✅ Syafi’iyah

Syaikh Al ‘Allamah Sulaiman Al Jamal Asy Syafi’i mengatakan tambahan itu adalah sunnah, yakni bismillah Allahumma barik lana fiima razaqtana wa qinaa ‘adzaaban naar. (Hasyiyah Al Jamal, 1/357).

Imam Ibnu Al Wardi Asy Syafi’i Rahimahullah berkata:

وَأَنْ يَقُولَ إذَا قَرَّبَ إلَيْهِ الطَّعَامَ : اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيمَا رَزَقْتَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ بِسْمِ اللَّهِ

Dan jika didekatkan kepadanya makanan hendaknya membaca: ALLAHUMMA BAARIK LANA FIIMAA RAZAQTANAA WA QINAA ‘ADZAABAN NAAR BISMILLAH. (Syarh Al Bahjah Al Wardiyah, 15/226)

Hanabilah (Hambaliyah)

Imam Ar Rahibani Al Hambali Rahimahullah berkata:

وَمَنْ أَكَلَ طَعَامًا فَلْيَقُلْ اسْتِحْبَابًا : اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيهِ وَأَطْعِمْنَا خَيْرًا مِنْهُ , وَإِذَا شَرِبَ لَبَنًا قَالَ : اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيهِ , وَزِدْنَا مِنْهُ

Barang siapa yang makan hendaknya membaca dan ini disukai (sunnah): ALLAHUMMA BARIK LANAA FIIH WA ATH’AMANA KHAIRAN MINHU, dan barang siapa yang diberikan oleh Allah susu maka hendaknya membaca: ALLAHUMMA BAARIK LANA FIIH WA ZIDNAA MINHU. (Mathalib Ulin Nuha, 5/251)
Imam Al Bahuti Al Hambali Rahimahullah juga berkata demikian. (Kasysyaf Al Qina’, 17/379)

Dan, masih sangat-sangat banyak para ulama menganjurkan tambahan doa bukan hanya BISMILLAH, dalam kitab-kitab fuqaha madzhab. Oleh karena itu, jangan tergesa-gesa melarangnya atau mengingkarinya.

📚 Kesimpulan:

📕 Membaca Tambahan selain BISMILLAH adalah sah dan boleh, seperti yang Nabi ﷺ contohkan dalam hadits riwayat Imam At Tirmidzi, Abu Daud, Ahmad, dan Al Baihaqi, dari Ibnu Abbas. Dengan sanad yang hasan, sebagaimana dikatakan Imam At Tirmidzi, Syaikh Syuaib Al Arnauth, dan Syaikh Al Albani.

📗 Bagi yang hanya membaca BISMILLAH saja, tanpa tambahan apa pun juga benar, sebagaimana hadits-hadits shahih Muttafaq ‘Alaih, dan lainnya.

📘 Tersebar di kitab fuqaha madzhab, khususnya Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hambaliyah, bahwa bacan hendak makan bukan hanya Bismillah.

📙 Yang salah adalah yang tidak membaca doa, justru bernyanyi, atau tertawa, atau bersiul, sebelum makan.

Demikian. Wallahu A’lam

📓📕📗📘📙📔📒

✏ Farid Nu’man Hasan

Hukum Memakai “Bin” Untuk Ayah Angkat

▫▪▫▪▫▪▫▪

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum ustadz.. selamat hari raya, taqaballahu minna wa minkum..

Izin bertanya ustadz, apa hukumnya menggunakan nama dengan bin ayah kandung atau ayah angkat ketika menikah? Apakah wajib menggunakan nama bin ayah kandung, atau boleh tetap menggunakan bin ayah angkat? (+62 856-1824-xxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ..

Taqabbal ya karim ..

Tidak boleh memakaikan bin ke ayah angkat, wajib ke ayah kandung yaitu ayah yang sah secara syariat.

Allah Ta’ala berfirman:

ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ

Panggillah mereka (anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang adil di sisi Allah.

(QS. Al-Ahzab, Ayat 5)

Dahulu, Nabi ﷺ memiliki budak bernama Zaid bin Haritsah, lalu dimerdekakan, dan diangkat menjadi anak ( jadi anak angkat), dan manusia memanggilnya dengan ZAID BIN MUHAMMAD lalu turunlah ayat di atas.

Al Wahidiy bercerita, Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma berkata:

ما كنا ندعو زيد بن حارثة إلا زيد بن محمد حتى نزلت في القران: ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ

Dahulu kami tidak memanggil Zaid bin Haritsah melainkan dengan Zaid bin Muhammad, sampai Allah turunkan ayat:

Panggillah mereka (anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang adil di sisi Allah.

(Asbabun Nuzul, Hal. 256)

Bahkan bin kepada bukan ayah kandung, merupakan dosa besar .. Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ، وَهُوَ يَعْلَمُ فَالْجَنَّةُ عَلَيْهِ حَرَامٌ

Barang siapa yang mengklaim seorang yang bukan ayahnya, padahal dia tahu (itu bukan ayahnya), maka surga haram baginya.

(HR. Al Bukhari No. 4326, Muslim, 115/63)

Demikian. Wallahu a’lam

🌻🌿🌸🍃🍄🌷 💐☘

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top