Tanyakan Kepada Ulama

💢💢💢💢💢💢💢💢💢

Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah mengatakan:

إذا كان عند الرجل الكتب المصنفة فيها قول رسول الله – صلى الله عليه وسلم – واختلاف الصحابة والتابعين فلا يجوز أن يعمل بما شاء ويتخير فيقضي به ويعمل به حتى يسأل أهل العلم ما يؤخذ به فيكون يعمل على أمر صحيح

Jika seseorang memiliki berbagai buku, yang didalamnya terdapat hadits Rasulullah ﷺ, perselisihan para sahabat, dan tabi’in, maka tidak diperkenankan seenaknya saja baginya memilih pendapat lalu dia menetapkan perkaranya dengan itu, dan mengamalkannya, sampai dia bertanya dulu kepada ulama ttg apa yang dijadikan olehnya sebagai pegangan itu, agar itu menjadi perkara yang benar.

(Imam Ibnul Qayyim, I’lamul Muwaqi’in, 1/35)

Al Hafizh Abul Hasan Al Maimuni Rahimahullah berkata: Imam Ahmad bin Hambal berkata kepadaku:

يا ابا الحسن إياك أن تتكلم أن مسألة ليس لك فيها امام

Wahai Abu Hasan, hati-hatilah kamu berbicara tentang permasalahan yang seorang imam tidak membicarakan permasalahan itu.

(Imam Ibnul Jauzi, Manaqib al Imam Ahmad, Hal. 178)

Ada pun mereka yang meremehkan fiqihnya para ulama, dgn alasan langsung berhukum kepada Al Quran dan As Sunnah, hakikatnya mereka tidak mengerti fiqih. Kita lihat keterangan Imam Adz Dzahabi berikut tentang Ibnu Syahin:

قال الخطيب: وسمعت محمد بن عمر الداوودي يقول:
ابن شاهين ثقة، يشبه الشيوخ إلا أنه كان لحانا، وكان أيضا لا يعرف من الفقه لا قليلا ولا كثيرا، وإذا ذكر له مذاهب الفقهاء كالشافعي وغيره، يقول: أنا محمدي المذهب

Al Khathib Al Baghdadi berkata: Saya mendengar Muhammad bin Umar Ad Dawudi berkata:

Ibnu Syahin adalah seorang tsiqah dan mirip para syaikh, hanya saja ia sering keliru. Dia juga tidak mengerti tentang fikih sama sekali baik sedikit atau banyak, dan kalau disebutkan kepadanya ttg mazhab-mazhab para fuqaha (ahli fiqih) seperti Asy Syafi’i dan lainnya, ia berkata: “Madzhab saya Muhammadi (pengikut nabi Muhammad).”

(Siyar A’lam An Nubalaa’ 15/32, Muassasah Ar Risalah)

Apa yang dikatakan Ibnu Syahin, mirip perkataan sebagian orang saat ini. Di mana perkataan ini dikritik sebagai ucapan yang disebabkan ketidaktahuan ilmu fiqih sama sekali. Ini ulama sekelas Ibnu Syahin, lalu bagaimana dengan orang awam saat ini yang berkata demikian?

Laa haula walaa quwwata illa billah

📙📘📕📒📔📓📗

✍ Farid Nu’man Hasan

Menghalalkan Apa-Apa yang telah Pasti Haramnya

💢💢💢💢💢💢💢💢

Dalam Islam, ada perkara yang keharamannya telah jelas, pasti, dan aksiomatik. Artinya tanpa penjelasan bertele-tele, seluruh orang Islam tahu keharamannya seperti zina (seks di luar nikah), makan babi, minum khamr, judi, membunuh secara tidak haq, durhaka kepada kedua orangtua, dan mencuri. Baik tua, muda, pria, wanita, awam, terpelajar,.. Semua tahu keharamannya.

Nah, apa kedudukan dan hukum orang yang menghalalkan perkara itu semua, padahal dia tahu bahwa itu haram? Dia memelintir dalil dan bersilat kata dan lidah untuk menghalalkannya?

Secara normatif, orang seperti dihukumi telah kafir atau murtad.

Kita lihat keterangan para ulama berikut ini:

1⃣ Tertulis dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah:

فَإِنْ كَانَ فِيهِ تَحْلِيل مَا حَرَّمَهُ الشَّارِعُ : فَهُوَ حَرَامٌ، وَقَدْ يَكْفُرُ بِهِ إِذَا كَانَ التَّحْرِيمُ مَعْلُومًا مِنَ الدِّينِ بِالضَّرُورَةِ.
فَمَنِ اسْتَحَل عَلَى جِهَةِ الاِعْتِقَادِ مُحَرَّمًا – عُلِمَ تَحْرِيمُهُ مِنَ الدِّينِ بِالضَّرُورَةِ – دُونَ عُذْرٍ: يَكْفُرُ.
وَسَبَبُ التَّكْفِيرِ بِهَذَا : أَنَّ إِنْكَارَ مَا ثَبَتَ ضَرُورَةً أَنَّهُ مِنْ دِينِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : فِيهِ تَكْذِيبٌ لَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَقَدْ ضَرَبَ الْفُقَهَاءُ أَمْثِلَةً لِذَلِكَ بِاسْتِحْلاَل الْقَتْل وَالزِّنَى ، وَشُرْبِ الْخَمْرِ ، وَالسِّحْرِ .

Jika menghalalkan apa yang diharamkan pembuat syariat maka itu perbuatan haram. Dan menjadi kafir jika yang dihalalkan -tanpa ‘udzur- adalah perkara yang sudah jelas dan pasti haramnya dalam agama.

Sebab dihukumi kafir karena dia telah mengingkari apa-apa yang jelas hukumnya dalam agama Muhammad ﷺ, dia telah mendustakan Rasulullah ﷺ. Para pakar hukum Islam memberikan contoh seperti penghalalan terhadap: membunuh, zina, minum khamr, dan sihir.

(Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, )

2⃣ Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah

ومن اعتقد حل شيء أجمع على تحريمه، وظهر حكمه بين المسلمين، وزالت الشبهة فيه للنصوص الواردة فيه كلحم الخنزير، والزنا، وأشباه ذلك مما لا خلاف فيه كفر

Siapa yang meyakini halalnya sesuatu yang telah ijma’ keharamannya, dan telah jelas hukumnya di antara kaum muslimin, dan tidak ada kesamaran hukumnya berdasarkan dalil-dalil yang ada, seperti haramnya babi, zina, dan semisalnya yang tidak ada perselisihan di dalamnya, maka dia kafir.

(Al Mughni, 9/11)

3⃣ Syaikh Muhammad Shalih al Munajjid Hafizhahullah

وإذا كان الاستحلال في شيء مما أجمع عليه العلماء ، وجاء تحريمه بالنصوص القطعية ، كتحريم الخمر والزنى : فإنه يكون كفرا
ومثل ذلك : إن كان المستحل يعلم أن الشرع قد جاء بذلك ، وأن الخبر قد صح به عن النبي صلى الله عليه وسلم ، حتى وإن لم يكن مجمعا عليه ، ولا هو من المعلوم من الدين بالضرورة ، لكنه قد علمه من شرع الله ، فلم يقبل ذلك ، ولم يستسلم له ، واستحل هذا الأمر المعين ، فإنه يكفر بذلك الاستحلال لما علم ثبوت الشرع به

Jika penghalalan itu seputar apa-apa yang telah disepakati para ulama, dan keharamannya ada dalam dalil-dalil yang pasti, seperti haramnya khamr dan zina, maka dia kafir.

Misalnya, dia tahu bahwa syariat telah menjelaskannya, dalilnya pun shahih dari Rasulullah ﷺ, sampai-sampai dalam hal yang belum disepakati, dan bukan pula hal yang aksiomatik dalam Islam, tapi dia tahu itu syariat Allah, namun dia tidak mau menerimanya, lalu dia menghalalkan secara khusus perkara tsb, maka penghalalan dia itu membuatnya kafir sebab dia tahu kepastian hukum syariat hal tsb.

(Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 226086)

4⃣ Syaikh Abdullah Al Qadiriy Al Ahdal

أما الحكم على من أنكر ركنا من أركان الإيمان أومن أركان الإسلام، فليس بخاف على صغار طلبة العلم أنه يكون مرتدا، إذا كان من المسلمين،بل إن من أنكر حكما من أحكام الإسلام معلوما من الدين بالضرورة، كتحريم الربا، أو الخمر، أو الزنى، فإنه يكون مرتدا، فكيف بمن أنكر ركنا من أركان الإيمان؟!

Hukum mengingkari salah satu rukun Iman atau rukun Islam maka tidak samar lagi bagi para penuntut ilmu bahwa itu adalah murtad jika dilakukan oleh kaum muslimin, bahkan jika mengingkari hukum-hukum Islam yang telah pasti haramnya seperti khamr, riba, zina, maka itu murtad, maka bagaimana dengan yang mengingkari rukun Iman?
(https://www.saaid.net/Doat/ahdal/00026.htm)

Demikian masalah ini,.. namun janganlah sembarang seorang muslim dikafirkan, kecuali jika telah jelas kekafirannya, terpenuhi syarat-syaratnya, tidak ada uzur, dan tidak ada penghalang baginya untuk dikafirkan.

Ada pun dalam masalah yang keharamannya masih diperselisihkan, seperti halal haram tentang musik, isbal, minum nabidz, dan hal lain yang masih di debatkan para ulama salaf dan khalaf, bukanlah zona pengkafiran. Bukan pada tempatnya saling mengkafirkan dalam masalah yg masih didiskusikan para ulama.

Demikian. Wallahu A’lam

🌴🌵🌷🌿🌸🍃🌻🌳🌺

✍ Farid Nu’man Hasan

Usia Nabi Ismail ‘Alaihissalam Saat Menjelang Penyembelihan

💢💢💢💢💢💢💢

Nabi Ismail ‘Alaihissalam, saat penyembelihan bukanlah kanak-kanak, walau belum menjadi orang dewasa.

Allah Ta’ala menceritakan:

فلما بلغ معه السعى

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-samanya (Ibrahim). (QS. Ash Shafat: 102)

Para ulama menjelaskan bahwa saat itu, Ismail ‘Alaihiassalam sudah besar dan mampu melakukan aktifitas seperti ayahnya.

Imam Ibnu Katsir Rahimahullah berkata:

وعن ابن عباس ومجاهد وعكرمة ، وسعيد بن جبير ، وعطاء الخراساني ، وزيد بن أسلم ، وغيرهم : ( فلما بلغ معه السعي ) يعني : شب وارتحل وأطاق ما يفعله أبوه من السعي والعمل

Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, Mujahid, Sa’id bin Jubeir, ‘Ikrimah, ‘Atha Al Khurasani, Zaid bin Aslam, bahwa makna ayat: “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-samanya (Ibrahim)”, adalah pemuda, mampu bepergian, memiliki kemampuan apa yang dilalukan ayahnya, baik berupa pekerjaan dan aktifitas.” (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim)

Jadi, dia bukanlah bayi, bukanlah balita, tapi usia kuat untuk berkarya dan bekerja. Di zaman ini anggaplah remaja, sebab tidak ada riwayat shahih yang menyebut usia pastinya.

Ini juga menunjukkan pelajaran bahwa tugas-tugas da’wah dan perjuangan Islam mesti sudah dibiasakan dilatih sejak muda, setelah penanaman ideologi dimasa kanak-kanaknya.

Wallahu A’lam

🍄🌷🌴🌱🌸🍃🌵🌾

✍ Farid Nu’man Hasan

Keutamaan Wafat di Kota Madinah

💢💢💢💢💢💢

Sedih mendengar ada jamaah haji yang wafat di Madinah, sebelum/sedang melaksanakan haji. Semoga Allah jadikan mereka husnul khatimah.

Bagaimana tidak? Sebab Madinah adalah kota yang amat dicintai Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Dalam Shahih Al Bukhari, Sayyidina Umar Radhiallahu ‘Anhu berdoa:

اللَّهم ارزقني شهادة في سبيلك، واجعل موتي في بلد رسولك

“Ya Allah rezekikanlah kepadaku mati syahid dijalanMu dan jadikanlah kematianku di negeri RasulMu.” (HR. Al Bukhari No. 1890)

Imam Al Bukhari memasukkan hadits ini dalam Kitab Al Fadhaail Al Madinah, keutamaan kota Madinah.

Maksud dari “negeri RasulMu” adalah Madinatun Nabi (kota Nabi), yaitu Madinah Al Munawwarah, kota di mana Nabi ﷺ dikuburkan. Doa ini dijadikan dasar sebagian ulama keutamaan Madinah dibanding Mekkah.

Imam Ibnu Baththal Rahimahullah mengatakan:

احتج به من فضل المدينة على مكة ، وقالوا : لو علم عمر بلدة أفضل من المدينة لدعا ربه أن يجعل موته وقبره فيها

Ini dijadikan hujjah keutamaan Madinah dibanding Mekkah. Mereka mengatakan: seandainya Umar tahu ada negeri yang lebih utama dibanding Madinah niscaya dia akan berdoa agar wafat di sana dan di kuburkan di sana. ( Syarh Shahih Al Bukhari, Jilid 4, Hal. 558)

Doa Umar Radhiallahu ‘Anhu terkabulkan, Beliau wafat di Madinah, dibunuh seorang Majusi, Abu Lulu’ah.

Wallahu A’lam

🌴🌴🌴🌴

☘🌴🌷🍃🌸🌻🌺🌹

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top