Membaca Allahumma Ajirni Minannaar, Bid’ah?

💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Apakah benar membaca Allahumma Ajirni minannaar (7x), setelah shalat maghrib dan subuh adalah bid’ah, karena haditsnya dhaif?

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim..

Haditsnya sebagai berikut:

إِذَا انْصَرَفْتَ مِنْ صَلَاةِ الْمَغْرِبِ فَقُلْ اللَّهُمَّ أَجِرْنِي مِنْ النَّارِ سَبْعَ مَرَّاتٍ فَإِنَّكَ إِذَا قُلْتَ ذَلِكَ ثُمَّ مِتَّ فِي لَيْلَتِكَ كُتِبَ لَكَ جِوَارٌ مِنْهَا وَإِذَا صَلَّيْتَ الصُّبْحَ فَقُلْ كَذَلِكَ فَإِنَّكَ إِنْ مِتَّ فِي يَوْمِكَ كُتِبَ لَكَ جِوَارٌ مِنْهَا

“Jika engkau selesai dari shalat Maghrib maka bacalah: ALLHUMMA AJIRNII MINANNAR sebanyak tujuh kali. Sebab jika kamu baca doa itu kemudian kamu meninggal pada malam itu juga, maka akan ditetapkan bahwa kamu terbebas dari neraka. Jika kamu selesai dari shalat subuh maka bacalah doa itu juga, sebab jika pada hari itu kamu meninggal, maka akan ditetapkan bahwa kamu terbebas dari neraka.”

(HR. Abu Daud no. 5079)

– Hadits ini, dikomentari oleh Al Hafizh Ibnu Hajar: hadza hadits hasan (hadits ini HASAN).

(Nataij al Afkar, 1/162/1-2)

– Imam Ibnu Hibban juga memasukkan hadits ini dalam kitab Shahihnya.

– Para ulama di Lajnah Daimah (fatwa no. 21121) kerajaan Arab Saudi, juga mengatakan hasan, sebagaimana hasil kajian Syaikh Faruq Hamadah. (Fatwa ini ditandatangani oleh: Syaikh Shalih al Fauzan, Syaikh Bakr Abu Zaid, Syaikh Abdullah al Ghudyan, Syaikh Abdul Aziz Alu Asy Syaikh)

– Namun, hadits ini didhaifkan oleh Syaikh al Albani. (as Silsilah adh Dhaifah, no. 1624)

Maka, mengamalkan doa ini karena penghasanan Al Hafizh Ibnu Hajar dan penshahihan Imam Ibnu Hibban, maka itu tidak masalah. Sebab, pendapat Syaikh al Albani bukanlah kata final dalam masalah ini, yang seolah dia menjadi JURI atas para imam terdahulu. Padahal imam terdahulu jelas lebih faqih dibanding ulama masa kini baik dr sisi hapalan dan pemahaman.

Ada pun tidak mau memakai doa tersebut karena mengikuti pendapat Syaikh al Albani, juga silahkan.

Sdgkan menuduh ini doa bid’ ah, adalah tidak benar, dan tuduhan tanpa ilmu, alias kebodohan.

Lihatlah Syaikh Abdul Aziz bin Baaz yang memfatwakan BOLEHnya membaca doa tersebut setelah maghrib dan subuh, bahkan menyebutnya BAGUS:

نعم ، هذا رواه أبو داود ، ولا بأس به ، بعضهم جرحه ؛ لأن التابعي فيه جهالة ، ولكن إذا فعله الإنسان نحسن الظن إن شاء الله ؛ لأن الغالب على التابعين الخير ، فلا بأس إذا قال بعد المغرب والفجر : اللهم أجرني من النار . سبع مرات ، فهو حسن إن شاء الله

Ya, hadits ini riwayat Abu Daud. Tidak masalah. Sebagian ulama ada yang menyebutnya cacat karena ada seorang perawi generasi tabi’in yang tidak diketahui. Tapi seandainya manusia mengamalkannya maka kami berbaik sangka, Insya Allah. Sebab umumnya tabi’in itu baik. Maka, TIDAK APA-APA setelah maghrib dan subuh membaca: ALLAHUMMA AJIRNIY MINANNAAR, 7 kali. Itu bagus, Insya Allah.

(Fatawa Nuur ‘Alad Darb)

Saya berikan beberapa contoh kasus bagi mereka yang gampang membid’ahkan agar mereka berpikir, tentang amalan yang l dianggap haditsnya dhaif oleh sebagian ulama.

– Imam Ibnul Qayyim menyunnahkan ADZAN DAN IQAMAH di telinga bayi (Tuhfatul Maudud, Hal. 21), padahal haditsnya didhaifkan Syaikh al Albani? Apakah Imam Ibnul Qayyim telah mengamalkan dan mengajarkan bid’ah? Padahal mengazankan bayi sudah diamalkan sejak masa dahulu kata Imam At Tirmidzi. (Lihat Sunan at Tirmidzi no. 1415, kata At Tirmidzi: hasan shahih. Dishahihlan oleh Al Hakim)

– Syaikh Utsaimin yang membolehkan doa buka puasa Allahumma laka shumtu … dst (Lihat Liqa asy Syahri, 8/18, lihat juga Jalsaat Ramadhaniyah, 2/14), padahal haditsnya didhaifkan Syaikh al Albani, yang dengan itu tidak sedikit pengikutnya di tanah air yang membid’ahkannya.

– Syaikh Shalih al Fauzan yang menyunnahkan membaca YASIN kepada org yg menjelang wafat (Al Mulakhash Al Fiqhi, 1/296), berdasarkan hadits: iqra’uu mautaakum yaasin (Bacalah Yasin kepada orang yang menjelang wafat di antara kamu),.. di mana hadits ini juga di dhaifkan oleh Syaikh al Albani tapi dishahihkan oleh Imam Ibnu Hibban, Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan hasan. Para ulama abad 20-21 seperti Syaikh Sayyid Sabiq, Syaikh Abdul Muhsin al ‘Abbad al Badr, ulama di Lajnah Daimah, juga mengatakan sunnah hal itu.

Dan masih banyak contoh lainnya.

Maka, tuduhan bid’ah dalam hal ini adalah tuduhan yang tidak ilmiah, ngawur, dan tidak sopan kepada ilmunya para ulama.

Di sisi lain, umumnya para ulama membolehkan mengamalkan hadits dhaif jika memang hadits tersebut dhaif, dalam urusan fadhailul a’mal, dan doa termasuk di dalamnya.

Imam an Nawawi Rahimahullah mengatakan:

قدمنا اتفاق العلماء على العمل بالحديث الضعيف في فضائل الأعمال دون الحلال والحرام

Kami telah sampaikan kesepakatan ulama tentang beramal dengan hadits dhaif dalam fadhailul a’mal, selain urusan halal haram.

(Al Majmu’ Syarh al Muhadzdzab, 3/248)

Imam Ibnu Muflih Rahimahullah mengatakan:

والذي قطع به غير واحد ممن صنف في علوم الحديث حكاية عن العلماء أنه يعمل بالحديث الضعيف في ما ليس فيه تحليل ولا تحريم كالفضائل، وعن الإمام أحمد ما يوافق هذا

Dan yang telah ditetapkan oleh selain satu orang penyusun buku-buku ulumul hadits, riwayat dari ulama tentang bolehnya mengamalkan hadits dhaif selama bukan dalam hal penghalalan dan pengharaman, seperti masalah fadhailul a’mal, dan dari Imam Ahmad sepakat atas hal ini.

(Imam Ibnu Muflih, Al Adab Asy Syar’iyyah, 2/391)

Imam Al Hathab Al Maliki Rahimahullah:

اتفق العلماء على جواز العمل بالحديث الضعيف في فضائل الأعمال

Para ulama telah sepakat bolehnya mengamalkan hadits dhaif dalam perkara fadhailul a’mal.

(Imam Al Hathab, Mawahib Al Jalil, 1/17)

Namun, pembolehan ini BERSYARAT, yaitu:

شرط العمل بالحديث الضعيف في فضائل الأعمال أن لا يكون شديد الضعف، وأن يدخل تحت أصل عام، وأن لا يعتقد سنيته بذلك الحديث

Syarat mengamalkan hadits dhaif dalam urusan fadhailul a’mal, adalah:

– kedhaifannya tidak terlalu

– kandungannya masih sesuai nilai umum yang mendasar dalam Islam

– tidak meyakini kesunahannya (dari Rasulullah) karena hadits itu.

(Imam Khathib Asy Syarbini, Mughni Muhtaj, 1/194)

Apalagi jika ternyata hadits Allahumma ajjirni minnaar dinyatakan hasan dan shahih oleh ulama lainnya, bukannya dhaif.

Hal yang aneh jika kita boleh berdoa (Ya Allah, mudahkanlah urusan anakku dalam Ujian sekolah), padahal kalimat ini ngarang sendiri dan tidak ada haditsnya. Sementara yang ada dalilnya justru dibid’ahkan, hanya karena didhaifkan oleh sebagian ulama.

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌸🌳🍁🍃🌷🍀🌻

✍ Farid Nu’man Hasan

Berdzikir Dalam Keadaan Hadats (Sedang Tidak Suci Atau Belum Berwudhu/Mandi)

💢💢💢💢💢💢💢💢

Bismillahirrahmanirrahim..

Berdzikir kepada Allah ﷻ baik dengan bertasbih, tahmid, takbir, tahlil, atau lainnya, dalam keadaan hadats kecil atau besar adalah boleh. Ini perkara yang tidak diperselisihkan para ulama.

Hal ini berdasarkan beberapa dalil berikut:

Aisyah Radhiallahu ‘Anha berkata:

كَانَ النَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – يَذْكُرُ الله عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ

Dahulu Nabi ﷺ berdzikir kepada Allah ﷻ di setiap keadaan. (HR. Bukhari secara mu’allaq)

Hadits ini menunjukkan bahwa dzikir bukan hanya saat suci, tapi semua keadaan. Sehingga para ulama menegaskan bahwa suci bukan syarat sahnya berdzikir dan berdoa.

Hadits lain, Aisyah Radhiallahu ‘ Anha bercerita saat dia haid, dan haji ke Mekkah, Rasulullah ﷺ bersabda:

افْعَلِي كَمَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لَا تَطُوفِي بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِي

“Lakukanlah semua manasik haji seperti yang dilakukan para jamaah haji, selain thawaf di Ka’bah Baitullah sampai kamu suci.”

(HR. Muttafaq ‘Alaihi)

Hadits ini menunjukkan kebolehan wanita haid melaksanakan semua manasik haji (sa’i, wuquf, mabit, jumrah) kecuali thawaf. Padahal saat sa’i, wuquf, dianjurkan banyak berdzikir sebagaimana jamaah haji lainnya. Maka, ini menunjukkan kebolehan yang begitu jelas bagi orang berhadats untuk dzikir dan berdoa.

Imam an Nawawi Rahimahullah mengatakan:

أجمع المسلمون على جواز التسبيح والتهليل والتكبير والتحميد والصلاة على رسول الله صلى الله عليه وسلم وغير ذلك من الأذكار وما سوى القرآن للجنب والحائض ودلائله مع الإجماع في الأحاديث الصحيحة مشهورة

Kaum muslimin telah ijma’ (aklamasi) bolehnya bertasbih, tahlil, tahmid, takbir, bershalawat kepada nabi, dan dzikir-dzikir lainnya -selain membaca Al Quran- bagi orang yang junub dan haid. Selain ijma’, hal ini juga ditunjukkan oleh dalil hadits shahih yang begitu banyak dan masyhur.

(Al Majmu’ Syarh al Muhadzdzab)

Hanya saja, jika seseorang bersuci lebih dulu tentu itu lebih baik, lebih disukai, dan lebih utama.

Berdasarkan hadits berikut:

عَنِ الْمُهَاجِرِ بْنِ قُنْفُذٍ
أَنَّهُ سَلَّمَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَتَوَضَّأُ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ حَتَّى تَوَضَّأَ فَرَدَّ عَلَيْهِ وَقَالَ إِنَّهُ لَمْ يَمْنَعْنِي أَنْ أَرُدَّ عَلَيْكَ إِلَّا أَنِّي كَرِهْتُ أَنْ أَذْكُرَ اللَّهَ إِلَّا عَلَى طَهَارَةٍ

Dari Al Muhajir bin Qunfudz bahwa ia pernah mengucapkan salam atas Nabi ﷺ dan saat itu, beliau sedang berwudhu. Namun, beliau tidak membalas salamnya hingga beliau selesai wudhu, baru kemudian beliau membalasnya dan bersabda:

“Sesungguhnya tidak ada yang menghalangiku untuk membalas salammu, kecuali karena saya tidak suka berdzikir kepada Allah selain dalam keadaan suci.”

(HR. Ahmad no. 18259)

Demikian. Wallahu a’lam

🌺🌿🌷🌻🌸🍃🌴🌵

✍ Farid Nu’man Hasan

Mengaku Bisa Lihat Jin

💢💢💢💢💢💢💢💢

Bismillahirrahmanirrahim…

Orang yang mengaku melihat jin biasanya ada dua keadaan:

1. Seseorg mengaku melihat Jin dalam wujud aslinya, sesuai kemauannya sendiri, kapan pun, di mana pun. Sementara orang lain tidak ada yang bisa melihatnya.

Seperti seorang terapis kesehatan yang dengan enteng mengatakan kepada pasiennya, misalnya, “di samping kamu saya lihat ada Jinnya, di belakang kamu juga ada”. Kepada orang seperti ini hendaknya kita tidak tertipu atas apa yang dilakukannya disaat dia bisa menyembuhkan. Itu bukanlah karamah, ma’unah, tapi adalah istidraj, yaitu kejadian luar biasa yang dialami org kafir atau ahli maksiat.

Maka, pengakuan dapat melihat jin dalam wujud asli ini tidak dibenarkan. Besar kemungkinan orang tersebut juga bersahabat dengan jin atau dalam dirinya ada jin yang dengannya dia melihat jin. Sebab, hanya jin yang bisa melihat jin dalam wujud asli. Kecuali bagi para nabi, menurut sebagian ulama – seperti Imam Asy Syafi’i, Imam Ibnu Hazm, Imam Al Qusyairi- bahwa para nabi diizinkan Allah bisa melihatnya. Oleh karena itu, dalam hadits-hadits shahih Rasulullah ﷺ sering menceritakan tentang wujud syetan dan perilakunya. Seperti hadits-hadits yang menceritakan: syetan itu bertanduk, makan dan minum dengan tangan kiri, mereka lari terbirit birit saat azan, mereka ada di celah shaf yang kosong, mereka keluar di awal terbenam matahari, syetan berlarian ketakutan jika Umar bin Khathab lewat, dan lainnya.

Syaikh Muhammad Rasyid Ridha Rahimahullah mengutip perkataan Imam Asy Syafi’i Rahimahullah:

من زعم أنه يرى الجن أبطلنا شهادته، إلا أن يكون نبياً

Siapa yang mengklaim bahwa dirinya dapat melihat Jin, maka kami tolak syahadah-nya, kecuali bagi seorang nabi.

(Tafsir Al Manar, 7/526)

2. Seseorang melihat jin atas kemauan jin itu sendiri, yang hadir dalam kehidupan sebagian manusia dalam wujud yang berbeda-beda.

Hal ini benar adanya dan dianut oleh mayoritas ulama berdasarkan hadits-hadits shahih yang begitu banyak. Jin berbentuk manusia, ular, kalajengking, anjing hitam, dan lainnya.

Syaikh Muhammad Rasyid Ridha Rahimahullah mengatakan:

واختلفت فرق المسلمين في تشكله في الصور. فالجمهور يثبتونه

Kaum muslimin berselisih pendapat dalam berbagai golongan ttg masalah wujud jin dalam berbagai bentuk. Tapi jumhur (mayoritas) ulama memastikan hal itu. (Tafsir Al Manar, 7/525)

Berikut ini berbagai dalilnya:

– Imam Ibnu Jarir, meriwayatkan dari Ibnu Abbas, As Sudi, Urwah bin az Zubeir, Ibnu Ishaq, bahwa saat menjelang perang Badr, syetan datang dalam wujud Suraqah bin Malik bin Ju’syum, tokoh Bani Madlaj. (Tafsir Ath Thabari, 5/3869-3870)

– Dalam Shahih Bukhari (no. 2187), Abu Hurairah menangkap laki-laki pencuri zakat, sampai tiga kali. Setiap ditangkap selalu dibebaskan. Sampai yang ketiga kali laki-laki itu mengajarkan Abu Hurairah bacaan pengusir syetan, yaitu ayat Kursi. Lalu, Rasulullah ﷺ mengatakan orang itu adalah syetan.

– Anjing hitam itu syetan. (HR. Muslim no. 510), dalam hadits kain al aswad al bahim (hitam legam) dan memiliki dua titik di atas matanya. (HR. Muslim no. 1572)

– Jin dalam wujud ular. (HR. Muslim no. 2233, 2236)

– dll

Untuk jenis ini diakui dan dibenarkan bahwa jin bisa dilihat dalam wujud bukan aslinya, tapi dalam berbagai bentuk yang diizinkan Allah Ta’ala.

Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah menjelaskan:

فإن الكلب الأسود شيطان الكلاب، والجن تتصور بصورته كثيرًا، وكذلك بصورة القط الأسود؛ لأن السواد أجمع للقوى الشيطانية من غيره، وفيه قوة الحرارة

“Sesungguhnya anjing hitam adalah syetannya anjing-anjing, dan jin bisa berupa wujud yang banyak rupa, demikian pula kucing hitam, sebab hitam merupakan pusat kumpulan kekuatan syaitaniyah dibanding lainnya, dan terdapat panas yang kuat.” (Majmu’ Fatawa, 19/52)

Ada pun ayat Al Quran yang menceritakan bahwa syetan tidak bisa dilihat, maksudnya adalah dalam wujud aslinya.

Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah mengatakan:

إن الشيطان قد يتصور ببعض الصور، فتمكن رؤيته، وأن قوله تعالى: إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ تَرَوْنَهُمْ إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاء لِلَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ، مخصوص بما إذا كان على صورته التي خلق عليها

Sesungguhnya syetan tampil dalam berbagai bentuk dan rupa, sehingga dimungkinkan untuk melihatnya. Ada pun firmanNya: “Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.” Maksudnya adalah khusus tentang syetan dalam wujud ciptaan aslinya.

(Fathul Bari, 4/489)

Semoga Allah Ta’ala bimbing kita dalam pemahaman yang lurus berdasarkan Al Quran, As Sunnah, dan penjelasan para ulama.

Demikian. Wallahu a’lam

🌺🌿🌷🌻🌸🍃🌴🌵

✍ Farid Nu’man Hasan

Mengganti Shalat yang Ditinggalkan Dengan Membayar Fidyah?

▫▪▫▪▫▪▫▪

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum ustadz….ada seorang wanita yang sakit dan tidak solat selama sakit kira2 10 bln…dan 3 hr kmrin meninggal….ada kyai yg bilang untuk siapin beras 14 kwintal buat bayar denda solat yg ditinggalkan selama 10 bln… sementara beliau dulu ktk ditanya gpp yg penting ngurmat waktu( ingat waktu2 solat)..adakah dalil denda itu? Adakah manfaat buat almarhum ah dendanya itu (+62 822-2141-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ..

Tidak ada dalil dalam Al Qur’an dan As Sunnah, yang menunjukkan secara khusus bahwa orang yg wafat dan sebelumnya meninggalkan shalat maka keluarganya mesti bayar fidyah untuknya sejumlah shalat yang ditinggalkan.

TAPI, sebagian ulama berpendapat seperti itu dengan dalil QIYAS terhadap puasa. Artinya kebiasaan sebagian masyarakat kita memang berpijak kepada pendapat ini, dan tentu kita hargai.

Hal ini menjadi salah satu pendapat di madzhab Syafi’iy, bahwa orang yang sudah wafat itu menurut madzhab Syafi’iy:

Pertama. Shalatnya tidak bisa diqadha, dan tidak bisa difidyah

Kedua. Bisa diqadha oleh walinya, sebagaimana puasa. Ini pendapat As Subki, Ibnu Burhan ..

Ketiga. Salah satu pendapat dan dianut banyak Syafi’iyyah adalah bahwa setiap satu shalat yg ditinggalkan hendaknya dia memberikan makanan sebesar 1 mud

Kemudian dalam madzhab Hanafi juga demikian .. bahwa setiap 1 shalat yang ditinggalkan hendaknya dia memberikan makan sebesar 1/2 sha’.

Referensi:

1. I’anatuth Thalibin, 2/276. Karya Imam Abu Bakar bin Muhammad Syatha Ad Dimyathi Rahimahullah

من مات وعليه صلاة، فلا قضاء، ولا فدية
وفي قول – كجمع مجتهدين – أنها تقضى عنه، لخبر البخاري وغيره، ومن ثم اختاره جمع من أئمتنا، وفعل به السبكي عن بعض أقاربه، ونقل ابن برهان عن القديم أنه يلزم الولي – إن خلف تركه – أن يصلي عنه، كالصوم.
وفي وجه – عليه كثيرون من أصحابنا – أنه يطعم عن كل صلاة مدا.

2. Al Mabsuth, 3/90. Karya Imam As Sarkhasiy Rahimahullah

إذا مات وعليه صلوات يطعم عنه لكل صلاة نصف صاع من حنطة، وكان محمد بن مقاتل يقول أولا: يطعم عنه لصلوات كل يوم نصف صاع على قياس الصوم، ثم رجع فقال: كل صلاة فرض على حدة بمنزلة صوم يوم وهو الصحيح

Demikian. Wallahu a’lam

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

scroll to top