Cadar Tidak Ada Dasarnya Dalam Agama?

💢💢💢💢💢💢💢💢💢

Imam Al Khathib Asy Syarbini Rahimahullah mengatakan:

« ﻳُﻜْﺮَﻩُ ﺃﻥْ ﻳﺼﻠﻲ ﻓﻲ ﺛﻮﺏ ﻓﻴﻪ ﺻﻮﺭﺓ، ﻭﺃﻥ ﻳﺼﻠﻲ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻣُﺘﻠﺜِّﻤًﺎ ﻭﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﻣﻨﺘﻘﺒﺔ : ﺇﻻ ﺃﻥ ﺗﻜﻮﻥَ ﻓﻲ ﻣﻜﺎﻥٍ ﻭﻫﻨﺎﻙ ﺃﺟﺎﻧﺐُ ﻻ ﻳﺤﺘَﺮِﺯُﻭﻥَ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﻈﺮ ﺇﻟﻴﻬﺎ، ﻓﻼ ﻳﺠﻮﺯ ﻟﻬﺎ ﺭﻓﻊُ ﺍﻟﻨﻘﺎﺏ ‏»

Dimakruhkan seseorang shalat menggunakan pakaian yang bergambar, juga makruh shalat laki-laki yang memakai masker dan wanita yang memakai cadar, KECUALI jika wanita tsb berada di tempat yang tidak bisa dihindari bahwa laki-laki pasti melihatnya maka TIDAK BOLEH BAGINYA MELEPAS CADARNYA.

(Al Iqna’, 1/124)

Imam Ibnu Hajar Al Haitami Rahimahullah mengatakan:

ووجهه الإمام باتفاق المسلمين على منع النساء أن يخرجن سافرات الوجوه

Hendaknya seorang pemimpin mengarahkan berdasarkan kesepakatan kaum muslimin bahwa kaum wanita terlarang keluar rumah dengan membuka wajahnya.

(Tuhfatul Muhtaj, 7/193)

Sementara diceritakan dari Al Qadhi ‘Iyadh Rahimahullah:

الإجماع على أنه لا يلزمها في طريقها ستر وجهها وإنما هو سنة وعلى الرجال غض البصر عنهن للآية

Telah ijma’ (kesepakatan) bahwa tidak harus bagi wanita menutup wajahnya dalam perjalanannya, itu adalah sunnah, dan bagi laki-laki wajib menundukkan pandangannya berdasarkan perintah dalam ayat.

(Ibid)

Dan masih banyak lagi kutipan dari para ulama Islam tentang wajib atau sunnahnya cadar. Terlepas dari pendapat mana yang lebih kuat wajib atau sunnah -dan kami tidak sedang membahas itu-, maka penjelasan para ulama ini sudah cukup menegaskan betapa ngawurnya pihak yang mengatakan bahwa cadar tidak ada dasarnya dalam agama.

Memangnya dari mana lagi para ulama kita memunculkan masalah hukum cadar ini kalau bukan dari sumber agama?

Apakah para ulama ini mengambil hukum cadar dari kitab-kitab persilatan atau komik Petruk?

Laa hawla walaa quwwata illa billah

Benar kata Rasulullah ﷺ, Dari Abdullah bin Amr Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا

Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu sekaligus mencabutnya dari hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama hingga bila sudah tidak tersisa ulama maka manusia akan mengangkat pemimpin/pejabat dari kalangan orang-orang bodoh, ketika mereka ditanya mereka berfatwa tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan.

(HR. Bukhari no. 100)

Wallahu yahdina ilaas sawaa’is sabiil

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

Belajar Menerima Ayat Jihad dan Ayat Poligami

💢💢💢💢💢💢💢💢💢

📌 Setiap muslim dituntut untuk taslim, menerima dengan tulus, apa-apa yang berasal dari syariat; baik dalam yang hal yang disukai (thaw’an) dan tidak disukai (karhan).

📌 Jika dia hanya menerima yang enak-enak saja, tapi menolak yang tidak enak menurut hawa nafsu dan emosinya, maka tidaklah dia dikatakan sempurna keimanannya.

📌 Jika hawa nafsu telah menjadi Tuhannya, dia rela mengatakan, “Biarlah dibilang kafir dan tidak taat, yang penting keinginan atau ketidakinginanku terpenuhi.”

📌 Padahal setelah matinya, hawa nafsu akan menjadi musuhnya, syetan pun tidak bisa menolongnya, tapi kepatuhanlah yang menjadi teman sejatinya.

📌 Ada dua syariat yang menjadi momok bagi umat Islam sendiri. Ayat Jihad di mata kaum laki-laki, dan ayat Poligami di mata kaum wanita.

📌 Dua jenis ayat ini seakan menjadi batu ujian bagi ketundukan kepada syariat dan kepahaman kita terhadap qadha dan qadar.

📌 Bagi laki-laki, seolah Jihad membuat umur pasti pendek, sehingga tidak lagi bisa menikmati dunia. Padahal tidak jihad pun banyak manusia yang berusia pendek. Sebaliknya betapa banyak veteran jihad hidup sampai tua. Krn memang usia manusia, ajal, dibuah kuasa Allah Ta’ala.

📌 Bagi wanita seolah poligami merampas ketenangan dan kebahagiaan rumah tangga. Padahal sejak usia kandungan empat bulan di perut ibunya, seluruh manusia sudah ditetapkan bahagia dan sengsaranya. Gerak kitalah nanti yang meraih atau menjauhinya.

📌 Dalam surat At Taubah, Allah Ta’ala mengabadikan kisah kaum munafiqin yang enggan berjihad. Mereka mendatangi Rasulullah ﷺ untuk minta izin agar tidak perang Tabuk, sebab perjalanannya jauh dan melelahkan. Laki-laki beriman pun ada yang terprovokasi mereka untuk ikut-ikutan tidak perang Tabuk.

📌 Poligami adalah salah satu item dalam syariat ini yang sering dijadikan objek serangan kaum munafiqin, baik kalangan liberal, feminis, juga tentunya orang-orang kafir. Dan, hasilnya, sebagian muslimah pun ikut-ikutan benci sampai ke ubun-ubun dengan poligami.

📌 Awalnya membenci oknum pelaku poligami yang gagal dan zalim (tentunya semua tidak ada yang menyukai itu), lama-lama membenci syariat poligami itu sendiri. Lalu reaksinya bagaikan singa jika ada tema poligami baik di FB, WA, dan lainnya.

📌 Pelan, halus, tanpa sadar.. Orang ini terseret menjadi musuh Allah dan RasulNya, setelah memusuhi syariatNya.

📌 Syariat tdk ada yg sia-sia. Syariat jihad itu selalu ada walau sgian laki-laki membencinya (yang berbeda adalah bagaimana bentuk jihadnya). Sebagaimana syariat poligami juga selalu ada walau sebagian wanita membencinya, bahkan wanita yang katanya sudah rajin ikut kajian pun ikut membencinya.

📌 Kita sering mengatakan, “Politik adalah bagian dari Islam, jika ada politisi muslim yang busuk maka salahkan dia saja, bukan politiknya.”

📌 Maka, seharusnya ucapan ini juga berlaku bagi poligami, bahwa jika ada yang gagal dan zalim, maka salahkan dia, bukan salahkan syariat poligaminya. Ini pun juga terjadi pada monogami; baik KDRT, suami tidak bertanggung jawab, apakah lantas monogaminya yang disalahkan?

📌 Walhasil, kita semua masih perlu belajar lagi untuk semakin tunduk kepada syariat agama kita sendiri. Jangan lihat kepada orang lain, lihat diri sendiri, dari sekian banyak ajaran agama Islam -jujurkah kita apakah sudah benar-benar menerimanya sepenuh hati atau masih pilih-pilih? Benarkah hidup kita sudah benar-benar untuk Allah?

📌 Untuk laki-laki, Jihad itu bukan tujuan, tapi salah satu sarana ketundukkan. Sebab, tidak sedikit yang jihad tapi akhirnya masuk neraka karena salah dalam niat dan tujuannya.

📌 Untuk laki-laki, poligami itu bukan untuk gaya-gayaan, trend, apalagi ikut-ikutan untuk menunjukkan kemampuan. Poligami juga bukan puncak pengabdian kepada Allah, dan bukan pula standar keshalihan, tapi, dia sarana untuk memakmurkan dunia dengan menyemarakkannya dengan pernikahan yang syar’i, halal, dan menekan kekejian.

📌 Untuk wanita, harus jujur apakah selama ini penolakan yg ada adalah menolak “dipoligami” atau menolak poligami itu sendiri? Shgga ada ketulusan semu terhadap pengakuan cinta kepada Allah dan syariatNya.

📌 Untuk wanita, yang sudah menjadi madu atau menjadi istri pertama, kedua, dst.. Harus terus memperbaiki diri dan hati, jangan sampai muncul sombong dan ‘ujub telah mampu mengalahkan emosinya.

Islam agama mudah, sejalan dengan fitrah, semua larangan dan perintah hanyalah untuk maslahat manusia

Wallahu A’lam

Wa Shallallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammadin wa’ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam

🌿🌺🌷🌻🌸🍃🌴🌵

✍ Farid Nu’man Hasan

Berilmu Tapi Minim Adab

Berilmu tapi sombong…

Berilmu tapi durhaka kepada orang tua…

Berilmu tapi tidak menghormati yang lebih tua..

Berilmu tapi tidak menyayangi yang lebih muda..

Berilmu tapi susah menjadi pendengar yang baik..

Berilmu tapi lisannya tajam kepada sesama muslim..

Berilmu tapi tidak pandai berterima kasih..

Berilmu tapi tidak jaga pergaulan dengan lawan jenis..

Berilmu tapi.. tapi.. tapi..

Imam Abdullah bin al Mubarak Rahimahullah mengatakan:

لا ينبل الرجل بنوع من العلم ما لم يزين علمه بالأدب

“Seseorang tidaklah mulia dengan beragam ilmu, selama ia tidak menghiasinya dengan adab.”

(Imam Ibnu Muflih, Al Adab Asy Syar’iyyah, 4/264)

✍ Farid Nu’man Hasan


Penghalang Hikmah

Yahya bin Mu’adz Rahimahullah berkata:

لا تسكن الحكمة قلباً فيه ثلاث خصال: هم الرزق، وحسد الخلق، وحب الجاه

Hikmah (ilmu) tidak akan menetap di hati yang di dalamnya ada tiga sifat:

1. Mengkhawatirkan rizki

2. Dengki kepada manusia

3. Senang dengan kedudukan

Abul Abbas Ahmad Al Fasi, Iqazh Al Himam Syarh Matnil Hikam, hal. 197

✍ Farid Nu’man Hasan

Puasa Ayyamul Bidh, Bolehkah Selain Tanggal 13, 14, 15?

💢💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum ustadz, apakah ayyamul bidh itu hrs selama 3 hr? Bila br terlaksana 2 hr, lalu hr 3 ada udzur, apakah itu tdk termasuk ayyamul bidh?
Lalu apakah bs tgl nya bergeser 1 hr sebelum atau sesudahnya? (+62 813-8153-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim..

Ya, puasa Ayyamul bidh itu tiga hari yaitu 13, 14, 15, dalam hitungan hijriyah. Berdasarkan hadits berikut:

وعن أبي ذر قال : قال لي رسول الله صلى الله عليه وسلم : ” إذا صمت شيئاً من الشهر فصم ثلاث عشرة وأربع عشرة وخمس عشرة “

Dari Abu Dzar Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah bersabda:

“Jika kalian berpuasa di suatu bulan, maka berpuasalah pada hari ke 13, 14, dan 15.” (HR. At Tirmidzi no. 761, sanadnya hasan)

Tapi, BOLEH saja ditanggal berapa pun jika tidak bisa dihari2 itu (13, 14, 15), sesuai keumuman dalil anjuran puasa tiga hari tiap bulannya.

Dalilnya, Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu berkata:

أوصاني خليلي بثلاث لا أدعهن حتى أموت صوم ثلاثة أيام من كل شهر وصلاة الضحى ونوم على وتر

Kekasihku berwasiat kepadaku dengan 3 hal agar aku tidak tinggalkan sampai mati:

1. Puasa 3 hari tiap bulannya

2. Shalat dhuha

3. Witir sebelum tidur.

(HR. Bukhari no. 1124, Muslim no. 721)

Oleh karena itu 13, 14, 15, itu adalah AFDOL, tapi selain itu adalah BOLEH, tidak masalah, dan terhitung menjalankan puasa sunnah tiga hari di tiap bulannya.

Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid mengatakan:

يستحب صيام ثلاثة أيام من كل شهر ، والأفضل أن تكون أيام البيض وهي الثالث عشر والرابع عشر والخامس عشر

Disunnahkan berpuasa tiga hari di tiap bulannya, yang lebih utama adalah di ayyamul bidh, yaitu tggal 13, 14, 15.

(Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 49867)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menerangkan:

هذه الأيام الثلاثة يجوز أن تصام متوالية أو متفرقة ، ويجوز أن تكون من أول الشهر ، أو من وسطه ، أو من آخره ، والأمر واسع ولله الحمد…. لكن اليوم الثالث عشر والرابع عشر والخامس عشر أفضل ، لأنها الأيام البيض

Puasa tiga hari tersebut BOLEH BERTURUT TURUT dan BOLEH TIDAK BERTURUT TURUT. Boleh pula di lakukan di awal bulan, tengahnya, atau akhirnya. Ini masalah yang lapang saja. Alhamdulillah….. Tetapi tanggal 13, 14, 15 adalah lebih utama, karena itu ayyamul bidh.

(Majmu’ Fatawa, no. 376)

Demikian. Wallahu A’lam

🌿🌺🌷🌻🌸🍃🌴🌵

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top