Kapan Awal dan Akhir Shalat Dhuha

▫▪▪▪▪▪▪▪▫

📨 PERTANYAAN:

Batas mulai sholat boleh sholat dzuha itu berapa menit dari waktu matahari terbit dan batas akhir itu berapa menit dari waktu dzuhur? Nazuli, Kayen, (+62 852-3533-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim..

Masalah ini kami bagi menjadi tiga bagian. Waktu awalnya, waktu utama, dan waktu akhirnya.

1️⃣ Waktu awalnya

Shalat dhuha sudah dibolehkan sejak setelah terbitnya matahari (bukan pas terbit), sebagaimana shalat isyraq. Sebagian ulama mengatakan shalat dhuha dan isyraq sama saja.

Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma berkata:

الإشراق: صلاة الضحى

Isyraq itu shalat dhuha. (Imam Abdurrazzaq, Al Mushannaf, 3/79)

Lalu, dalam kitab para ulama:

أَنَّ صَلاَةَ الضُّحَى وَصَلاَةَ الإْشْرَاقِ وَاحِدَةٌ إِذْ كُلُّهُمْ ذَكَرُوا وَقْتَهَا مِنْ بَعْدِ الطُّلُوعِ إِلَى الزَّوَال وَلَمْ يَفْصِلُوا بَيْنَهُمَا . وَقِيل : إِنَّ صَلاَةَ الإِْشْرَاقِ غَيْرُ صَلاَةِ الضُّحَى ، وَعَلَيْهِ فَوَقْتُ صَلاَةِ الإْشْرَاقِ بَعْدَ طُلُوعِ الشَّمْسِ ، عِنْدَ زَوَال وَقْتِ الْكَرَاهَةِ

Bahwasanya shalat dhuha dan shalat isyraq adalah sama, semua mengatakan bahwa waktunya adalah setelah terbitnya matahari sampai tergelincirnya, kedua shalat ini tidak terpisahkan.  Ada juga yang mengatakan: sesungguhnya shalat isyraq bukanlah shalat dhuha, waktu pelaksanaannya adalah setelah terbitnya matahari  ketika tergelincirnya waktu dibencinya  shalat.

(Tuhfatul Muhtaj, 2/131, Al Qalyubi wal ‘Amirah, 1/412, Awjaza Al Masalik Ila Muwaththa Malik, 3/124,Ihya ‘Ulumuddin, 1/203)

Syaikh Abul ‘Ala Al Mubarkafuri mengutip dari Ath Thibiy, dia berkata:

أي ثم صلى بعد أن ترتفع الشمس قدر رمح حتى يخرج وقت الكراهة، وهذه الصلاة تسمى صلاة الإشراق، وهي أول صلاة الضحى. انتهى

Kemudian dia shalat setelah meningginya matahari setinggi tombak, sampai keluar waktu dimakruhkan shalat, shalat ini dinamakan shalat isyraq, yaitu awal dari shalat Dhuha.

(Tuhfah Al Ahwadzi, 3/158)

Dalam madzhab resmi Syafi’iyah, ada perbedaan pendapat, keduanya diklaim sebagai mu’tamad (pendapat resmi). Yg satu mengatakan shalat isyraq adalah bukan shalat dhuha, yang lain mengatakan shalat isyraq dan dhuha sama saja.

Imam Syihabuddin Ar Ramli mengatakan:

الْمُعْتَمَدُ أَنَّ صَلَاةَ الْإِشْرَاقِ غَيْرُ الضحى

Pendapat yg resmi (dalam madzhab Syafi’i) bahwa shalat Isyraq adalah BUKAN shalat Dhuha. (Nihayatul Muhtaj, 2/116-117)

Sementara Syaikh Bakri ad Dimyathi mengatakan:

(قوله: قال ابن عباس: صلاة الإشراق صلاة الضحى) هو المعتمد. وقيل غيرها

Perkataannya: berkata Ibnu Abbas: shalat isyraq adalah shalat dhuha. Inilah pendapat resmi. Ada juga yang mengatakan selain itu. (I’anatuth Thalibin, 1/293)

Berapa menit setelah syuruq?

Syaikh Ibn ‘Utsaimin mengatakan rub’us saa’ah (1/4 jam = 15 menit) setelah syuruq.

(Syarhul Mumti’, 4/122)

Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizhahullah mengatakan:

فوقت صلاة الإشراق، يبدأ من بعد ارتفاع الشمس قدر رمح وهو مقدر بعشرين دقيقة تقريبا. وعليه فلا بد أن تنتظر بعد الوقت المدون في التقويم عشرين دقيقة ثم تصلي صلاة الإشراق، وهي جزء من صلاة الضحى

Waktu shalat isyraq dimulai setelah meningginya matahari, seukuran tombak yaitu sekitar +/- 20 menit. Jadi, dia wajib menunggu dulu setelah syuruq selama 20 menit lalu dia shalat isyraq, dan itu bagian dari shalat Dhuha. (Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 69395)

2️⃣ Waktu paling utama

Dari Zaid bin Arqam Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

صَلَاةُ الْأَوَّابِينَ حِينَ تَرْمَضُ الْفِصَالُ

“Shalat Al Awwabin (shalat dhuha) waktunya adalah ketika unta merasakan panas.” (HR. Muslim no. 748)

Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan:

قَالَ أَصْحَابنَا : هُوَ أَفْضَل وَقْت صَلَاة الضُّحَى ، وَإِنْ كَانَتْ تَجُوز مِنْ طُلُوع الشَّمْس إِلَى الزَّوَال

“Sahabat-sahabat kami (syafi’iyah) telah berkata: ‘Itu adalah waktu yang paling utama untuk shalat dhuha, dan boleh saja melakukannya dari terbitnya matahari hingga tergelincirnya matahari.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 3/88)

3️⃣ Waktu Akhir dhuha

Waktu akhirnya adalah menjelang zhuhur. Syaikh Ibn ‘Utsaimin mengatakan 10 menit sebelum zhuhur. (Syarhul Mumti’, 4/122)

Syaikh Nashir al ‘Umar mengatakan 10 menit sebelum zhuhur, inilah pendapat pertengahan. Sebab, ada yang mengatakan 15 menit dan ada pula yang mengatakan 5 menit. (Fatawa Al Jawab al Kaafi)

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌻🍃🍀🌷🌸🌳

✍ Farid Nu’man Hasan

Tetap Taat, Walau Punggungmu Dipukul dan Hartamu Diambil

💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Afwan, beberapa hari ini di medsos disebarkan hadits Hudzaifah bin Al Yaman yang menasihati agar jika bertemu zaman yang pemimpinnya zalim maka kita tetap sabar walau harta kita ambil dan punggung kita dipukul. Apakah seperti pemahamannya? Kita tidak boleh protes?

📬 JAWABAN

💢💢💢💢💢💢

Bismillahirrahmanirrahim…

📌 Dalam Al Quran dan As Sunnah, kita diajarkan amar ma’ruf nahi munkar, khususnya yg mampu melakukan dan punya kecakapan untuk itu.

📌 Termasuk diantaranya terhadap penguasa atau pemimpin, apalagi disaat mereka menyimpang.

📌 Allah Ta’ala memerintahkan Nabi Musa dan Nabi Harun ‘Alaihimassalam untuk menasihati Fir’aun dengan kata-kata yang lembut. Nabi Ibrahim ‘ Alaihissalam berdebat dengan Namrudz.

📌 Ada pun dalam hadits, Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

الدِّينُ النَّصِيحَةُ قُلْنَا لِمَنْ قَالَ لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ

“Agama itu adalah nasihat.” Kami bertanya, “Nasihat untuk siapa?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, dan para pemimpin kaum muslimin, serta kaum awam mereka.”

(HR. Muslim no. 55)

📌 Bahkan menasihati pemimpin agar dia berubah, lebih shalih, lebih adil.. Adalah JIHAD yang paling utama. Sebagaimana hadits berikut:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ أَوْ أَمِيرٍ جَائِرٍ

“Dari Abu Said al Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Jihad yang paling utama adalah mengutarakan perkataan yang ‘adil di depan penguasa atau pemimpin yang zhalim.”

(HR. Abu Daud No. 4344. At Tirmidzi No. 2174, katanya: hadits ini hasan gharib. Ahmad No. 18830, dalam riwayat Ahmad tertulis Kalimatul haq (perkataan yang benar). Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan SHAHIH. Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 18830)

📌 Hanya saja hendaknya nasihat, protes, kritik, dilalukan secara santun agar lebih mengena dan meminimalkan huru hara.

📌 Maka, TIDAK BENAR, mengajarkan sikap cuek, tidak peduli, apatis, pasif, terhadap kezaliman penguasa. Itu bukan ajaran Islam dan bukan pula perilaku salaf, tapi itu perilalu sekte murji’ah yang selalu mendoktrin agar kita tetap mendukung pemimpin zalim.

📌 Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan:

المرجئة وأمثالهم ممن يسلك مسلك طاعة الأمراء مطلقاً وإن لم يكونوا أبراراً

Murji’ah dan yang semisalnya, yaitu orang-orang yang menempuh jalan ketaatan kepada penguasa secara muthlaq walaupun penguasa itu tidak pada kebaikan.
(Majmu’ Al Fatawa, 28/508)

📌 Ada pun hadits yang ditanyakan.., perintah taat kepada pemimpin meski dia mengambil harta kita dan memukul punggung kita..

Menurut para ulama hadits tersebut adalah nasihat khusus buat Huzaifah bin al Yaman Radhiallahu ‘Anhu saja. Ditambah lagi, hadits-hadits shahih yang begitu banyak justru memerintahkan kita untuk mempertahankan harta kita saat di rampas.

Itulah yang jelaskan para ulama, di antaranya seorang profesor hadits di fakultas Ushuluddin, Jami’atul Imam Muhammad bin Su’ud, Riyadh, yaitu Asy Syaikh Dr. Musfir ad Damini.

Beliau mengatakan:

إن الأمر ليس ملزماً لكل أحد أن يأخذ به ، بل هو نصيحة من رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لحذيفة رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ مراعياً حاله خاصة ، ومن كان حاله مثله – ومثلي أيضاً – فله أن يأخذ به ، أما من كانت له القدرة على معارضة الظالم ، ومقارعة أعوانه ، فله شرعاً أن يمتنع من إعطاء ماله لغاصبه ، أو يقبل الضيم من غريمه ، أو ينحني لظالم ، وله مع ذلك دليل شرعي أقوى من حديثنا هذا بدرجات

Masalah ini tidaklah terikat pada tiap individu, tapi hadits ini adalah nasihat khusus Rasulullah kepada Huzaifah bin al Yaman Radhiallahu ‘Anhu dalam rangka menjaga keadaan dirinya, juga nasihat kepada orang yang keadaannya seperti dia maka baginya dia memberikan harta itu (kepada penguasa).

Adapun bagi orang yang mampu menangkis pelaku kezaliman, melawan para pembelanya, maka dia disyariatkan untuk mempertahankan hartanya dari perampasan, atau dia lawan ketidakadilan lawannya, atau mengalahkan pelaku kezaliman itu, maka dia memiliki dalil syar’i yang kuat beberapa derajat dibanding hadits yang kita bahas ini.

(http://aldominy.com/news-action-show-id-6.htm)

Kita lihat hadits-hadits shahih yang justru mengajarkan kita tidak menyerah saat melawan kezaliman.

Misalnya hadits ini:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ جَاءَ رَجُلٌ يُرِيدُ أَخْذَ مَالِي قَالَ فَلَا تُعْطِهِ مَالَكَ قَالَ أَرَأَيْتَ إِنْ قَاتَلَنِي قَالَ قَاتِلْهُ قَالَ أَرَأَيْتَ إِنْ قَتَلَنِي قَالَ فَأَنْتَ شَهِيدٌ قَالَ أَرَأَيْتَ إِنْ قَتَلْتُهُ قَالَ هُوَ فِي النَّارِ

Dari Abu Hurairah dia berkata,

“Seorang laki-laki mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika ada seorang lelaki yang ingin merampas harta bendaku? ‘

Beliau menjawab: ‘Jangan kamu berikan hartamu kepadanya! ‘ Laki-laki itu bertanya lagi, ‘Lalu bagaimana jika dia hendak membunuhku? ‘

Beliau menjawab: ‘Bunuhlah dia! ‘

Laki-laki itu bertanya lagi, ‘Lalu bagaimana pendapatmu kalau dia berhasil membunuhku? ‘

Beliau menjawab: ‘Maka kamu syahid’.

Dia bertanya lagi, ‘Bagaimana pendapatmu jika aku yang berhasil membunuhnya? ‘ Beliau menjawab: ‘Dia yang akan masuk ke dalam api neraka’.”

(HR. Muslim no. 140)

Juga hadits:

Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ قُتِلَ دُونَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ

“Barangsiapa yang dibunuh karena mempertahankan hartanya, maka dia syahid.” (HR. Bukhari no. 2480)

Maka, keterangan ini menunjukkan bahwa hadits Huzaifah bin al Yaman di atas adalah khusus bagi dirinya. Sebab, jika berlaku umum, maka akan bertentangan dengan hadits-hadits lain yang lebih shahih darinya. Sebagian ulama, termasuk Syaikh Dr. Musfir Ad Damini sendiri menilainya hadits Dhaif, walau itu ada dalam Shahih Muslim.

Ditambah lagi, realita kaum salaf yang begitu tegas kepada pemimpin yang zalim, mereka seperti Said bin Jubeir, Ibnu Sirin, Sufyan ats Tsauri, begitu pula kaum Khalaf seperti Imam An Nawawi, yang menolak keputusan Sultan Zhahirsyah yang ingin memungut harta rakyat untuk perang, sebab kekayaan Sultan sudah cukup memadai untuk perang sementar rakyat sedang dalam keadaan kesulitan. Imam An Nawawi tidak mengatakan serahkan harta kalian kepada Sultan, tapi justru mengkritik Sultan yang akhirnya dia diusir ke Nawa.

Artinya, para ulama tidak memahami hadits di atas adalah sikap fatalis terhadap penguasa zalim. Mereka mengajarkan nasihat, mengkritik, bahkan sebagian ada yang keras.

Itulah jalan Ahlus Sunnah wal Jamaah dalam menyikapi pemimpin yang zalim. Menasihati dan mengkoreksinya, baik tertutup atau terbuka tergantung maslahat dan mudharat sebagaimana difatwakan Syaikh Utsaimin dan Syaikh Abdullah al Qu’ud Rahimahumallah.

Demikian. Wallahu A’lam

🌿🌻🍃🍀🌷🌸🌳

✍ Farid Nu’man Hasan

Tiga Tokoh Utama Ulama Salafi: “Boleh Menasihati Pemimpin Secara Terang-Terangan”

💢💢💢💢💢💢💢💢

1⃣ Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baaz Rahimahullah

Beliau ditanya tentang rambu-rambu mengingkari kesalahan pemimpin, jawabannya:

الجواب: الأصل أن المُنكِر يتحرى ما هو الأصلح والأقرب إلى النجاح، فقد ينجح في مسألة مع أمير ولا ينجح مع الأمير الثاني، فالمسلم الناصح يتحرى الأمور التي يرجو فيها النجاح، فإذا كان جهره بالنصيحة في موضع يفوت الأمر فيه، مثل قصة أبي سعيد، والرجل الذي أنكر على مروان إخراج المنبر، وتقديم الصلاة، فهذا لا بأس؛ لأنه يفوت، أما إذا كان الإنكار على أمور واقعة، ويخشى أنه إن أنكر لا يقبل منه أو تكون العاقبة سيئة، فيفعل ما هو الأصلح

“……. Seandainya menasihati secara terang-terangan dalam perkara yang dia (pemimpin) abaikan, seperti dalam kisah Abu Said dan laki-laki yang mengingkari Marwan saat dia keluar ke mimbar dan mendahulukan shalat, maka INI TIDAK APA-APA, karena dia telah abaikan hal itu. Ada pun jika mengingkari dalam urusan yang riil terjadi dan dia khawatir jika diingkar dia (pemimpin) tidak menerimanya atau khawatir terjadi hal yang buruk, maka lakukanlah yang lebih bermaslahat ….”

Selengkapnya LIHAT: https://audio.islamweb.net/audio/index.php/index.php?page=FullContent&full=1&audioid=113613

2⃣ Syaikh Muhammad Naahiruddin Al Albani Rahimahullah

Beliau di tanya tentang menasihati pemimpin secara terang-terangan, saat membahas hadits Abu Said Al Khudri, Beliau berkata:

إذا خالف الحاكم الشريعة علنا, فالإنكار عليه علنا لا مخالفة للشرع في ذلك

Jika seorang pemimpin menyelisihi syariat secara terang-terangan, maka dia diingkari dengan cara terang-terangan pula, dan hal itu tidak bertentangan dengan syariat.

Lihat: https://youtu.be/gy_DRXwmpSc (detik ke 38 sd 39)

3⃣ Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin Rahimahullah

Beliau ditanya tentang manhaj salaf dalam menasihati pemimpin:

…. فإذا رأينا أن الإنكار علناً يزول به المنكر ويحصل به الخير فلننكر علناً، وإذا رأينا أن الإنكار علناً لا يزول به الشر، ولا يحصل به الخير بل يزداد ضغط الولاة على المنكرين وأهل الخير، فإن الخير أن ننكر سراً، وبهذا تجتمع الأدلة، فتكون الأدلة الدالة على أن الإنكار يكون علناً فيما إذا كنا نتوقع فيه المصلحة، وهي حصول الخير وزوال الشر، والنصوص الدالة على أن الإنكار يكون سراً فيما إذا كان إعلان الإنكار يزداد به الشر ولا يحصل به الخير. وأقول لكم: إنه لم يضل من ضل من هذه الأمة إلا بسبب أنهم يأخذون بجانب من النصوص ويدعون جانباً، سواء كان في العقيدة أو في معاملة الحكام أو في معاملة الناس، أو في غير ذلك

….Jika kita melihat bahwa mengingkari secara terang-terangan bisa menghilangkan kemungkaran dan melahirkan kebaikan MAKA INGKARILAH SECARA TERANG-TERANGAN. Dan, jika kita melihat bahwa mengingkari secara terang-terangan tidak menghilangkan keburukan, tidak pula menghasilkan kebaikan, bahkan menambah tekanan dari penguasa terhadap para pengingkar dan orang-orang baik, MAKA LEBIH BAIK ADALAH MENGINGKARINYA DIAM-DIAM. Inilah kompromi berbagai dalil-dalil yang ada.

Dalil-dalil menunjukkan bahwa mengingkari secara terang-terangan itu dilakukan selama kita mendapatkan maslahat, dan menghasilkan kebaikan serta menghilangkan keburukan. Nash-nash juga menunjukkan bahwa mengingkari itu dilakukan secara diam-diam jika dilakukan terang-terangan justru menambah keburukan dan tidak menghasilkan kebaikan.

Aku katakan kepada kalian: “Kesesatan yang terjadi pada umat ini tidaklah terjadi, kecuali karena mereka mengambil sebagian dalil saja, sama saja apakah itu dalam urusan aqidah, atau muamalah terhadap penguasa, atau muamalah kepada manusia, atau hal lainnya….”

(Liqo Baab Al Maftuuh no. 62)

📚 Kenyataannya, kebolehan menasihati pemimpin secara terbuka adalah pendapat para sahabat nabi, Imam Ibnu Baththal Rahimahullah mengutip dari Imam Ibnu Jarir ath Thabari saat membahas hadits “Jihad paling utama adalah mengutarakan kebenaran kepada penguasa zalim”:

الواجبُ على من رأى منكرًا من ذى سلطان أن ينكره علانيةً وكيف أمكنه، روى ذلك عن عمر بن الخطاب وأبىّ بن كعب، واحتجوا بقوله – صلى الله عليه وسلم – : « من رأى منكم منكرًا فليغيره بيده، فإن لم يستطيع فبلسانه، فإن لم يستطيع فبقلبه، وذلك أضعف الإيمان » وبقوله: « إذا هابت أمتى أن تقول للظالم: يا ظالم، فقد تودع منهم » .

Wajib bagi yang melihat kemungkaran dan dia punya kekuatan/kemampuan untuk mengingkarinya terang-terangan sebisa mungkin. Hal ini diriwayatkan dari UMAR BIN KHATHAB, dan UBAY BIN KA’AB. Mereka beralasan hadits: “Siapa di antara kamu yang melihat kemungkaran …dst”

(Imam Ibnu Baththal, Syarh Shahih Al Bukhari, 19/62)

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Hukum Mengendorse Produk dalam Islam

💢💢💢💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum Ustadz mau tanya… Bolehkah saya di endorse untuk menawarkan barang” exp. Gamis, hijab dll. Suwun. azkiyatul, Semarang, (+62 895-2270-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim..

Aktifitas endorsement, sederhananya adalah seseorang mendukung sebuah produk untuk dilempar ke pasar. Dengan kata lain, dia ikut mempromosikan. Biasanya dia adalah seorang tokoh, bintang, atau siapa pun yg dianggap punya pengaruh, tujuannya utk mendongkrak penjualan atau popularitas produk tersebut. Lalu, dia bayar karena aktifitas itu.

Hal ini dibolehkan berdasarkan prinsip ijarah (sewa) atas jasa. Fee yang diperoleh merupakan ujrah (upah) atas jasanya meng- endorse barang tersebut.

Namun, pembolehan ini tentu terikat oleh syarat, yaitu:

1. Barang dan jasanya harus halal, tidak boleh barang jasa haram seperti khamr, permainan judi, zina, dan semisalnya.

Jika ini tidak diperhatikan maka termasuk berta’awun (saling bantu) dalam dosa dan kejahatan.

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

Dan janganlah saling membantu dalam dosa dan kejahatan. (QS. Al Maidah: 2)

2. Orang yang meng-endorse itu mesti jujur menceritakan tentang barang yang dia promosikan.

Misalkan jika itu sebuah jilbab, dia sampaikan bahwa jilbab itu adem, bahannya tebal, jahitannya bagus, dst, memang begitulah keadaaannya dan dia sudah membuktikannya. Dia tidak boleh dusta, sebagaimana banyak yang terjadi pada iklan-iklan yang tidak memperhatikan adab Islam. Sebab itu adalah menipu dan memberikan kesaksian palsu.

Nabi ﷺ bersabda:

ومن غشنا فليس منا

Dan barang siapa yang menipu kami maka dia bukan golongan kami. (HR. Muslim No. 101)

Rasulullah ﷺ bertanya:

أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ؟» قَالَ: ” قَوْلُ الزُّورِ – أَوْ قَالَ: شَهَادَةُ الزُّورِ – “، قَالَ شُعْبَةُ: وَأَكْبَرُ ظَنِّي أَنَّهُ شَهَادَةُ الزُّورِ

Maukah kalian aku kabarkan tentang dosa besar yang paling besar? Beliau bersabda: “Perkataan/sumpah palsu” atau dia berkata: “kesaksian palsu”. Syu’bah berkata: “Dugaan kuatku bahwa itu adakah kesaksian palsu.”

(HR. Muslim no. 88)

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top