Cara Duduk Makmum Masbuq Saat Tasyahud Akhir

💢💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum wrwb. Sy berjamaah sholat magrib dgn suami.. Pada rakaat pertama sy batal, Berarti sy tertinggal satu rakaat. Bgmn posisi duduk sy oada rakaat ke dua.. Pada saat imam sdh rakaat terakhir.. Apakah seperti imam .. Ataukah Seperti tahiyarul awal… Demikian tks. Jazakumullah. Dyah Martini, Solo, +62 813-9306-xxxx (Ibadah)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃
Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim..

Cara duduk tasyahud akhir seorang makmum yang masbuq, diperselisihkan para ulama apakah tawaruk (seperti imam), ataukah iftirasy seperti tasyahud awal sebab si makmum hakikatnya baru tasyahud awal.

Pendapat pertama adalah tetap tawaruk ikuti imam. Seperti yang dikatakan oleh Syaikh Abdul Muhsin al ‘Abbad al Badr:

المسبوق إذا جاء والإمام في التشهد الأخير يجلس كجلوس الإمام وكجلوس المصلين الذين لم يسبقوا، فيجلس متوركاً كما جاءت في ذلك السنة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم، فالإمام يتورك ومن وراءه يتورك والمسبوق يتورك، ولا يعتبر نفسه أنه في التشهد الأول

Seorang masbuq jika dia bergabung dan imam dalam posisi tasyahud akhir maka hendaknya dia duduk seperti duduknya imam dan duduknya makmum lain yang tidak masbuq, maka hendaknya dia duduk tawaruk sebagaimana hal itu diambil dari Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Maka, imam tawaruk, makmum tawaruk, dan orang masbuq juga tawaruk. Dia tidak dianggap dirinya di tasyahud awal. (selesai)

Dalilnya adalah keumuman hadits:

إنما جعل الإمام ليؤتم به؛ فلا تختلفوا عليه

Sesungguhnya dijadikannya seseorang sebagai imam untuk diikuti, maka janganlah kalian menyelisihinya. (HR. Muslim)

Pendapat kedua adalah makmum yang masbuq hendaknya duduk iftirasy, sebab prinsip tata cara duduk dalam shalat itu tasyahud awal adalah iftirasy, sedangkan si masbuq secara ril masih tasyahud awal.

Imam al Bujairimi menjelaskan:

وجملة جلسات الافتراش ستة وهي: الجلوس بين السجدتين، وجلوس التشهد الأول، وجلوس الاستراحة، وجلوس المسبوق، وجلوس الساهي، وجلوس المصلي قاعدا للقراءة

Secara umum duduk iftirasy itu ada enam keadaan:

1. Saat duduk di natara6dua sujud

2. Duduk tasyahud awal

3. Duduk istirahat

4. Duduknya masbuq

5. Duduk ketika sujud sahwi

6. Duduk orang yang shalatnya duduk saat membaca surat

(Hasyiyah al Bujairimi ‘alal Khathib, 2/74)

Ada pun Malikiyah, bagi mereka duduk tasyahud shalat tidak ada iftirasy sama sekali, semua shalat baik yang dua kali tasyahud atau sekali, duduknya adalah tawaruk baik makmum atau imam. (Syaikh Wahbah az Zuhaili, Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, 2/853)

Maka, masalah ini diperselisihkan para ulama. Mana yang kita pakai tetaplah itu dalam rekomendasi para ulama dengan dalil-dalil yg mereka miliki. Silahkan pilih mana yang paling mudah bagi kondisi fisik kita, semuanya sah.

Demikian. Wallahu a’lam

🌷🍀🌿🌸🌻🍃🌳🍁

✍ Farid Nu’man Hasan

Hukum Menggunakan Emoticon

💢💢💢💢💢💢💢💢

Bismillahirrahmanirrahim..

Emoticon adalah gambar untuk menyimbolkan perasaan atau ekspresi seeeorg saat dia menyampaikan sesuatu. Bentuknya hanyalah bundaran lalu diberikan beberapa garis atau bulatan agar nampak tersenyum, tertawa, marah, dst. Tapi, tidak ada badan, tangan, kaki, dan anggota tubuh lainnya, selayaknya manusia normal. Sehingga dalam kenyataannya tidak ada makhluk hidup yang seperti itu.

Namun demikian, sebagian kalangan tetap mengharamkan ini, dan memasukkannya ke dalam keumuman larangan menggambar makhluk bernyawa.

Misalnya hadits ini:

أشد الناس عذابا يوم القيامة الذين يضاهون بخلق الله

Manusia paling keras adzabnya pada hari kiamat nanti adalah orang-orang yang membuat sesuatu yang menyerupai makhluk Allah.

(HR. Bukhari no. 5954)

Dan hadits2 lain yang cukup banyak tentang larangan menggambar makhluk bernyawa.

📌 Gambar Yang Dibolehkan

Larangan menggambar itu tidak mutlak. Dibolehkan menggambar pemandangan atau benda-benda tidak bernyawa.

Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma berkata:

إِنْ كُنْتَ لَا بُدَّ فَاعِلًا فَاصْنَعْ الشَّجَرَ وَمَا لَا نَفْسَ لَهُ

Jika kau ingin melakukannya, maka buatlah pohon, atau apa-apa yang tidak bernyawa.

(HR. Muslim no. 2110)

Juga dibolehkan gambar makhluk bernyawa yang sudah tidak utuh, tidak sempurna seperti tanpa kepala, atau tanpa badan, atau dibuat tidak jelas (blur). Sebab, itu tidak lagi dikatakan makhluk bernyawa dan kenyataannya tidak ada makhluk bernyawa seperti itu. EMOTICON termasuk dibolehkan karena tidak sempurna.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

((أتاني جبريل عليه السلام فقال لي أتيتك البارحة فلم يمنعني أن أكون دخلت إلا أنه كان على الباب تماثيل وكان في البيت قرام ستر فيه تماثيل وكان في البيت كلب فمر برأس التمثال الذي في البيت يقطع فيصير كهيئة الشجرة ومر بالستر فليقطع فليجعل منه وسادتين منبوذتين توطآن ومر بالكلب فليخرج)) ففعل رسول الله صلى الله عليه و سلم

Jibril ‘alaihissalam telah datang kepadaku seraya berkata: Aku datang kepadamu semalam, dan tidaklah menghalangiku untuk masuk kecuali karena ada patung di depan pintu, ada tirai yang bergambar (mahluk hidup), dan ada anjing di rumah. Maka hendaklah dipotong kepala patung yang ada di rumah sehingga bentuknya seperti pohon, dan hendaklah tirai tersebut dipotong kemudian dijadikan dua bantal yang dijadikan sandaran, dan hendaknya anjing tersebut dikeluarkan, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya. (HR. At. Tirmidzi no. 2806, katanya: hasan)

Hadits di atas menunjukkan jika sudah dipotong kepalanya maka tidak apa-apa. Sebagian kalangan ada yang memahami secara apa adanya, bahwa yang dipotong hanya kepalanya. Itulah yg boleh. Jika yang dipotong adalah badannya, kepala masih ada, maka itu tetap haram (Emoticon termasuk). Sementara umumnya ulama tidak memahami demikian. Esensi dari hadits di atas adalah ketidaksempurnaannya, sehingga bagian apa pun yang dipotong itu tidak masalah dan telah mencapai maksud hadits tersebut.

Kita lihat penjelasan dalam Al Mausu’ah, disebutkan:

الصُّوَرُ الْمَقْطُوعَةُ وَالصُّوَرُ النِّصْفِيَّةُ وَنَحْوُهَا: تَقَدَّمَ أَنَّ الْمَالِكِيَّةَ لاَ يَرَوْنَ تَحْرِيمَ تَصْوِيرِ الإِِْنْسَانِ أَوِ الْحَيَوَانِ ـ سَوَاءٌ أَكَانَتِ الصُّورَةُ تِمْثَالاً مُجَسَّمًا أَوْ صُورَةً مُسَطَّحَةً ـ إِنْ كَانَتْ نَاقِصَةَ عُضْوٍ مِنَ الأَْعْضَاءِ الظَّاهِرَةِ مِمَّا لاَ يَعِيشُ الْحَيَوَانُ بِدُونِهِ، كَمَا لَوْ كَانَ مَقْطُوعَ الرَّأْسِ أَوْ كَانَ مَخْرُوقَ الْبَطْنِ أَوِ الصَّدْرِ وَكَذَلِكَ يَقُول الْحَنَابِلَةُ، كَمَا جَاءَ فِي الْمُغْنِي: إِِذَا كَانَ فِي ابْتِدَاءِ التَّصْوِيرَةِ صُورَةُ بَدَنٍ بِلاَ رَأْسٍ أَوْ رَأْسٌ بِلاَ بَدَنٍ، أَوْ جُعِل لَهُ رَأْسٌ وَسَائِرُ بَدَنِهِ صُورَةُ غَيْرِ حَيَوَانٍ، لَمْ يَدْخُل فِي النَّهْيِ

Lukisan yang terpotong, atau setengah badan:

– Malikiyah mengatakan tidak apa-apa, tidak haram, baik dipotong kepalanya, atau ANGGOTA BADAN LAINNYA, yg dgn itu tidaklah mampu hewan hidup tanpanya ..

– Sebagaimana juga kepalanya yg terputus, atau rusak bagian perut, dada, ini juga pendapat Hambaliyah ..

– Disebutkan dalam Al Mughni: jika membuat lukisan tanpa kepala, atau KEPALA TANPA BADAN, atau ada kepala dan badan tapi tidak mirip hewan, maka ini Tidak termasuk larangan ..

(Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 12/110)

Syaikh Muhammad Shalih Al Utsaimin berkata:

إذا لم تكن الصورة واضحة، أي ليس فيها عين، أو أنف، ولا فم، ولا أصابع، فهذه ليست صورة كاملة، ولا مضاهية لخلق الله عز وجل. اهـ

Jika gambar tersebut tidak jelas, yaitu tidak ada mata, atau hidung, mulut, jari jemari, _ maka ini bukan gambar yg sempurna, _ dan tidak ada penyerupaan kepada makhluk Allah Ta’ala. (Selesai)

Syaikh Abdullah Al Faqih mengatakan:

فالصورة إذا لم تكن معالمها واضحة، فلا حرج فيها، سواء كانت صورة إنسان أم حيوان، وسواء كانت الصورة صغيرة أم كبيرة

Maka, gambar yang menunjukkan bentuk yg tidak jelas, itu tidak apa-apa. Baik itu gambar manusia, hewan, baik yang ukuran kecil atau besar.

(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 386206)

Demikian. Wallahu a’lam

🌿🌺🌷🌻🌸🍃🌴🌵

✍ Farid Nu’man Hasan

Mengucapkan Selamat Tahun Baru Islam

💢💢💢💢💢💢💢💢💢

Dalam Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 45016:

فالتهنئة بالسنة الهجرية أو بالأعوام والشهور عموماً مختلف فيها، بين المنع والندب، والذي رجحه الحافظ ابن حجر أنها مندوبة، جاء في حاشتي قليوبي وعميرة في الفقه الشافعي:

Ucapan selamat Tahun Hijriyah, atau tahun dan bulan secara umumnya, DIPERSELISIHKAN ULAMA. Sebagian ada yang MELARANG dan sebagian ada yang MENGANJURKAN. Al Hafizh Ibnu Hajar menguatkan pendapat bahwa itu dianjurkan. Dalam Hasyiyah al Qalyubi wa ‘Amirah, sebuah kitab fiqih madzhab Syafi’i disebutkan:

فائدة: التهنئة بالأعياد والشهور والأعوام، قال ابن حجر مندوبة ويستأنس لها بطلب سجود الشكر عند النعمة وبقصة كعب وصاحبيه وتهنئة أبي طلحة له. وقال البيجوري وهو المعتمد،

Faidah: ucapan selamat hari raya (Islam), bulan-bulan, dan tahun-tahun.

Ibnu Hajar berkata: Hal itu dianjurkan dan menampakkan kebahagiaan pada hari itu, dgn sujud syukur atas nikmat. Berdasarkan kisah Ka’ab dan dua sahabatnya, dan tahniahnya Abu Thalhah kepadanya. Itulah pendapat yang mu’tamad (resmi dalam madzhab Syafi’i)

ونقل القمولي عن الحافظ المنذري عن الحافظ المقدسي أنه سئل عن ذلك فأجاب بأن الناس لم يزالوا مختلفين فيه، والذي أراه أنه مباح لا سنة فيه ولا بدعة. انتهى من أسنى المطالب شرح روض الطالب

Al Qamuli menukil dari Al Hafizh Al Mundziri dari Al Hafizh Al Maqdisi, bahwa dia ditanya hal itu, Beliau menjawab bahwa manusia terus2an berbeda pendapat dalam masalah itu, namun menurutku itu BOLEH, bukan sunnah dan bukan bid’ah. Demikian dari Asnal Mathalib Syarh Raudh ath Thalib.

(selesai)

Wallahu A’lam

🌿🌺🌷🌻🌸👇🌵🍃🌴

✍ Farid Nu’man Hasan

Makna “Datang Tuhanmu” dalam Surat Al Fajr ayat 22

💢💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Ust, di surat Al Fajr (ayat 22) ada ayat Jaa’a rabbuka (datanglah Tuhanmu), itu maksudnya gimana ya? Apa Allah mengalami perpindahan tempat?

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillahirrahmanirrahim..

Ayat tersebut, oleh para imam salaf tidaklah dipahami secara tekstual. Maha Suci Allah dari pemahaman dan pemikiran bahwa Allah Ta’ala pindah-pindah tempat sebagaimana makhluk yang pindah dari satu tempat ke tempat lainnya.

Imam Ibnu Katsir mengatakan dalam Tarikh-nya (10/648):

وروى الحافظ البيهقي في مناقب أحمد عن الحاكم عن أبي عمرو بن السماك عن حنبل عن أحمد بن حنبل تأول قول الله {وَجَاء رَبُّكَ} [سورة الفجر] أنه جاء ثوابه، ثم قال البيهقي: وهذا إسناد لا غبار عليه

Al Hafizh al Baihaqi meriwayatkan dalam Manaqib Ahmad, dari Al Hakim, dari Abu ‘Amr bin as Simaak, dari Hambal, dari Ahmad bin Hambal, bahwa Beliau mentakwil firman Allah Ta’ala: wa jaa’a rabbuka – dan datanglah Tuhanmu, maknanya adalah DATANG PAHALANYA.

Al Baihaqi berkata: “Sanad riwayat ini tidak ada debu padanya” (maksudnya shahih). (selesai)

Imam al Baihaqi Rahimahullah berkata:

وفيه دليل على أنه كان لا يعتقد في المجيء الذي ورد به الكتاب والنزول الذي وردت به السنة انتقالا من مكان إلى مكان كمجيء ذوات الأجسام ونزولها وإنما هو عبارة عن ظهور ءايات قدرته..

Ini menjadi dalil bahwa Beliau (Imam Ahmad) tidak berkeyakinan kata “kedatangan” yang terdapat dalam Al Quran dan kata “turun” seperti yang ada dalam As Sunnah adalah perpindahan dari satu tempat ke tempat lain sebagaimana perpindahan dan turunnya berbagai zat yang memiliki jism (raga/bentuk). Itu hanyalah ungkapan yang bermakna nampaknya tanda-tanda kekuasaanNya.. (Ibid)

Imam al Baidhawi Rahimahullah mengatakan:

وَجاءَ رَبُّكَ أي ظهرت آيات قدرته وآثار قهره

“Dan datanglah Tuhanmu” yaitu telah nampak tanda-tanda kekuasaanNya dan jejak-jejak kekuatanNya. (Tafsir Al Baidhawi, 5/311)

Imam al Qurthubi Rahimahullah menjelaskan:

قوله تعالى : { وَجَآءَ رَبُّكَ } أي أمره وقضاؤه؛ قاله الحسن

FirmanNya (dan datanglah Tuhanmu) yaitu urusanNya dan ketetapanNya. Ini dikatakan oleh Al Hasan.

(Tafsir Al Qurthubi, 13/103)

Al Kalbi berkata tentang ayat tsb:
ينزل حكمه
Dia turunkan hikmah-hikmahNya. (Tafsir Al Baghawi, 5/252)

Demikian. Wallahu a’lam

🌷🍀🌿🌸🌻🍃🌳🍁

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top