Serba Serbi Isra dan Mi’raj

Di negeri ini, Isra Mi’raj diperingati tiap tanggal 27 Rajab. Bagaimana serba-serbi peristiwa tersebut? Simak uraian rincinya pada artikel di bawah!


1️⃣ Apa Itu Isra’

Isra’ artinya perjalanan dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsa pada malam hari. Hal ini sesuai ayat:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آَيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (QS. Al Isra (17): 1)

2️⃣ Apa Itu Mi’raj?

Mi’raj artinya perjalanan naiknya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dari Masjidil Al Aqsha ke Sidratul Muntaha di langit ke tujuh. Hal ini sesuai dengan ayat:

وَلَقَدْ رَآَهُ نَزْلَةً أُخْرَى (13) عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى (14) عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى (15) إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى (16) مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى (17) لَقَدْ رَأَى مِنْ آَيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى(18)

Dan Sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya Dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar. (QS. An Najm (53): 13-18)

Dalam hadits shahih:

ثُمَّ انْطَلَقَ بِي حَتَّى انْتَهَى بِي إِلَى سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى وَغَشِيَهَا أَلْوَانٌ لَا أَدْرِي مَا هِيَ ثُمَّ أُدْخِلْتُ الْجَنَّةَ فَإِذَا فِيهَا حَبَايِلُ اللُّؤْلُؤِ وَإِذَا تُرَابُهَا الْمِسْكُ

Jibril lantas membawaku hingga sampai di Sidratul Muntaha yang diselimuti dengan warna-warni yang aku tidak tahu benda apakah itu. Kemudian aku dimasukkan ke dalam surga, ternyata di dalamnya banyak kubah-kubah terbuat dari mutiara dan tanahnya dari minyak kesturi. (HR. Bukhari no. 349)

3️⃣ Kapan Terjadinya?

Sejarawan sepakat Isra dan Mi’raj terjadi setelah ‘Ammul Huzni (tahun kesedihan/duka cita), yaitu tahun wafatnya Khadijah dan Abu Thalib, serta diusirnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam oleh penduduk Thaif (Bani Tsaqif). Namun tidak ada kesepakatan para ulama hadits dan para sejarawan muslim tentang kapan waktu persis peristiwa ini terjadi, ada yang menyebutnya Rajab, dikatakan Rabiul Akhir, dan dikatakan pula Ramadhan atau Syawal. (Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari, 7/242-243)

Imam Ibnu Hazm mengatakan terjadinya pada bulan Rajab, di tahun kedua belas kenabian. Sementara Imam Al Hafizh Abdul Ghani Al Maqdisi mengatakan terjadinya pada malam 27 Rajab. (Al Quran Al Karim wa Tafsiruhu, 5/429)

Imam Ibnu Rajab Al Hambali  mengatakan, bahwa banyak ulama yang melemahkan pendapat bahwa peristiwa Isra terjadi pada bulan Rajab, sedangkan Ibrahim Al Harbi dan lainnya mengatakan itu terjadi pada Rabi’ul Awal. (Ibid Hal. 95)

Imam Ibnu Rajab juga berkata:

و قد روي: أنه في شهر رجب حوادث عظيمة ولم يصح شيء من ذلك فروي: أن النبي صلى الله عليه وسلم ولد في أول ليلة منه وأنه بعث في السابع والعشرين منه وقيل: في الخامس والعشرين ولا يصح شيء من ذلك وروى بإسناد لا يصح عن القاسم بن محمد: أن الإسراء بالنبي صلى الله عليه وسلم كان في سابع وعشرين من رجب وانكر ذلك إبراهيم الحربي وغيره

“Telah diriwayatkan bahwa pada bulan Rajab banyak terjadi peristiwa agung dan itu tidak ada yang shahih satu pun. Diriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dilahirkan pada awal malam bulan itu, dan dia diutus pada malam 27-nya, ada juga yang mengatakan pada malam ke-25, ini pun tak ada yang shahih. Diriwayatkan pula dengan sanad yang tidak shahih dari Al Qasim bin Muhammad bahwa peristiwa Isra-nya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam terjadi pada malam ke-27 Rajab, dan ini diingkari oleh Ibrahim Al Harbi dan lainnya.” (Lathaif Al Ma’arif Hal. 121. Mawqi’ Ruh Al Islam)

Sementara, Imam Ibnu Hajar Al ‘Asqalani mengutip dari Ibnu Dihyah, bahwa: “Hal itu adalah dusta.” (Tabyinul ‘Ajab hal. 6)

Imam Ibnu Taimiyah juga menyatakan waktu peristiwa Isra’ Mi’raj tidak diketahui secara pasti, baik tanggal, bulan, dan semua riwayat tentang ini terputus dan berbeda-beda.

Keragaman pendapat tentang kapan terjadinya Isra dan Mi’raj menunjukkan:

– Bahwa yang terpenting dalam membaca sejarah adalah mengambil hikmahnya, bukan semata-mata menghapal tanggal-tanggalnya. Sebab, bisa jadi budaya mencatat tanggal peristiwa memang bukan hal yang urgen di zaman itu, tapi peristiwa itu sendiri yang lebih penting.
– Hal ini tidak jauh beda dengan budaya sebagian orang di Indonesia. Lebih ingat kepada peristiwanya dibanding tanggalnya. Jika seorang sepuh di tanya kapan kakek/nenek lahir? Dia jawab: “Saya lahir pohon Asem belakang rumah belum ada”, “Saya lahir rel kereta Depok belum ada” … Tidak pasti tanggal, bulan, dan tahun. Sebagaimana sejarawan sepakat Isra’ Mi’raj terjadi setelah Ammul Huzni (tahun kesedihan) tapi rincian tanggal dan bulannya tidak diketahui secara pasti dan disepakati.

Baca juga: Hukum Peringatan Hari Besar Islam (PHBI): Isra Mi’raj

4️⃣ Ruh Saja ataukah Ruh dan Jasad sekaligus?

Mayoritas Ahlus Sunnah wal Jama’ah meyakini bahwa perjalanan Isra Mi’raj yang dialami Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah ruh dan jasad sekaligus. Hal ini berdasarkan nash ayat:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى

Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha (QS. Al Isra: 1)

Kata bi’abdihi (hamba-Nya), menunjukkan perjalanan tersebut adalah ruh dan jasad sekaligus, sebab seseorang dikatakan ‘abdu (hamba) jika terdapat unsur keduanya. Inilah pendapat Ibnu Abbas, Jabir, Anas, Khudzaifah, Umar, Abu Hurairah, Malik bin Sha`sha`ah, Abu Habbah Al Badriyyi, Ibnu Mas`ud, Dhahak, Said bin Jubair, Qatadah, Ibnu Musayyib, Ibnu Syihab, Ibnu Zaid, Al Hasan, Ibrahim, Masruq, Mujahid, Ikrimah, Ibnu Juraij, dengan dalil ucapan Aisyah dan pendapat para ulama ahli fiqh Muta`akhirin , para ahli hadits, para ahli bahasa, dan para ahli tafsir.

Syaikh Muhammad Abu Syuhbah berkata:

جمهور العلماء- سلفا وخلفا- على أن الإسراء والمعراج كانا في ليلة واحدة، وأنهما كانا في اليقظة بجسده وروحه صلّى الله عليه وسلّم، وهذا هو الذي يدل عليه قوله تعالى في مفتتح سورة الإسراء «بعبده» ، إذ ليس ذلك إلا الروح والجسد. وقد تواردت على ذلك الأخبار الصحيحة المتكاثرة، والنصوص على ظواهرها ما لم يقم دليل على صرفها عن ظاهرها

Mayoritas ulama salaf dan khalaf mengatakan bahwa isra Mi’raj itu terjadi dalam satu malam, terjadi secara sadar dengan jasad dan ruhnya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, hal ini ditunjukkan oleh firman-Nya dalam pembukaan surat Al isra “Bi’abdihi” yang mana hal itu tidak lain tidak bukan menunjukkan Ruh dan Jasad. Berita tentang ini shahih mutawatir dan banyak, dan dalil-dalil dipahami berdasarkan zahirnya selama tidak ada dalil yang memalingkan dari zahirnya. (Sirah Nabawiyah ‘ala Dhau’il Quran was Sunnah, hal. 410)

5️⃣ Kafirkah pihak yang mengatakan Isra’ Mi’raj hanya dialami Ruh saja?

Tidak, namun pendapat itu ghalath (keliru). Tapi tidak sampai kafir, sebagian tabi’in ada yang berpendapat seperti itu.

وأما من أنكر الإسراء بالجسم؛ فهو لا يكفر؛ لأنه قال به بعض السَّلف؛ قالوا : إنَّ الإسراء بالرُّوح فقط، يقظة لا منامًا . وإن كان هذا القول مرجوحًا وضعيفًا، لكن من أخذ به؛ فإنه يكون مُخطئًا، ولا يكفر بذلك

Ada pun orang yang mengingkari Isra Mi’raj dengan jasad, maka dia tidak dikafirkan, karena sesungguhnya sebagian salaf ada yang berpendapat demikian. Mereka mengatakan bahwa Isra itu hanya ruh saja, dalam keadaan sadar dan bukan mimpi. Ini adalah pendapat yang lemah, tetapi siapa pun yang mengambil pendapat ini maka dia termasuk berbuat salah, dan tidak dikafirkan karena itu. (Al Muntaqa fatawa Al Fauzan, 7/3)

6️⃣Hikmah Isra dan Mi’raj

1. Ujian Iman kepada Allah Ta’ala bahwa Allah Maha Berkuasa atas segala sesuatu

Bagi sebagian orang ada dahulu dan sekarang, tidak mempercayai kejadian ini. Mereka memandang dengan akal-akalan semata, bahwa mustahil manusia mengalami ini dalam waktu semalam saja. Di tambah lagi berbagai kisah tentang berjumpanya Rasulullah ﷺ dengan para nabi sebelumnya di masing-masing lapisan langit, serta pemandangan tentang surga dan neraka. Ada pun bagi seorang mu’min amat meyakini wallahu ‘ala kulli syai’in qadiir, Allah Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Jika saja ada peristiwa yang lebih besar dan lebih “tidak masuk akal” dari Isra’ Mi’raj, nisacaya bagi seorang mu’min tetap akan meyakininya. Sebab, hal-hal seperti adalah peristiwa yang sangat mudah bagi Allah Ta’ala untuk mewujudkannya.

2. Ujian Iman kepada kebenaran risalah Rasulullah ﷺ

Seorang mu’min wajib meyakini tanpa ragu sedikitpun, bahwa apa yang dibawa dan diberitakan oleh Nabi ﷺ adalah benar adanya. Lihatlah yang dilakukan Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiallahu ‘Anhu tentang peristiwa ini.

‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha menceritakan dengan sanad yang shahih:

لما أسري بالنبي صلى الله عليه وسلم إلى المسجد الأقصى أصبح يتحدث الناس بذلك فارتد ناس فمن كان آمنوا به وصدقوه وسمعوا بذلك إلى أبي بكر رضى الله تعالى عنه فقالوا هل لك إلى صاحبك يزعم أنه أسري به الليلة إلى بيت المقدس قال أو قال ذلك قالوا نعم قال لئن كان قال ذلك لقد صدق قالوا أو تصدقه أنه ذهب الليلة إلى بيت المقدس وجاء قبل أن يصبح قال نعم أني لأصدقه فيما هو أبعد من ذلك أصدقه بخبر السماء في غدوة أو روحة فلذلك سمي أبو بكر الصديق

Ketika Nabi Muhammad ﷺ melakukan perjalanan malam (Isra’) ke Masjid Al-Aqsa, keesokan harinya orang-orang mulai membicarakan hal itu. Beberapa dari mereka yang sebelumnya telah beriman pun menjadi murtad.

Orang-orang yang mendengar berita itu mendatangi Abu Bakar رضي الله عنه dan berkata, “Apakah kamu mengetahui apa yang dikatakan sahabatmu? Ia mengaku telah melakukan perjalanan malam ke Baitul Maqdis (Masjid Al-Aqsa) tadi malam.”

Abu Bakar bertanya, “Apakah dia mengatakan itu?”

Mereka menjawab, “Ya.”

Abu Bakar berkata, “Jika dia mengatakan itu, maka dia benar.” Mereka bertanya lagi, “Apakah kamu percaya bahwa dia pergi ke Baitul Maqdis tadi malam dan kembali sebelum pagi?” Abu Bakar menjawab, “Ya. Aku bahkan mempercayainya tentang hal yang lebih besar daripada itu. Aku mempercayainya tentang wahyu dari langit, yang datang padanya di pagi atau sore hari.”

Karena itulah, Abu Bakar dijuluki “Ash-Shiddiq” (yang sangat membenarkan).

(Diriwayatkan oleh Imam Al Hakim, dalam Al Mustadrak no. 4407, shahih sesuai syarat Imam Muslim. Disepakati Adz Dzahabi)

3. Keagungan dan keistimewaan ibadah shalat

Shalat adalah ibadah yang diperintahkan ketika Rasulullah ﷺ ke langit, sementara ibadah lain diperintahkan ketika Rasulillah ﷺ di bumi. Shalat merupakan “mi’raj”-nya orang-orang mukmin di dunia. Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata:

فُرِضَتْ عَلَى النّبِيّ صلى الله عليه وسلم لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِهِ الصَلوَاتُ خَمْسِينَ، ثُمّ نُقِصَتْ حَتّى جُعِلَتْ خَمْساً، ثُمّ نُودِيَ: يا محمدُ: إِنّهُ لاَ يُبَدّلُ الْقَوْلُ لَدَيّ وَإِنّ لَكِ بِهَذِهِ الْخَمْسِ خَمْسينَ

“Telah difardhukan kepada Nabi ﷺ shalat pada malam beliau diisra`kan 50 shalat. Kemudian dikurangi hingga tinggal 5 shalat saja. Lalu diserukan, “Wahai Muhammad, perkataan itu tidak akan tergantikan. Dan dengan lima shalat ini sama bagi mu dengan 50 kali shalat.” (HR. At Tirmidzi No. 213, katanya: hasan shahih gharib)

Saking istimewanya shalat, sampai dijadikan sebagai indikator pembeda antara Muslim dan Non Muslim. Sebagaimana hadits-hadits berikut:

بين الرجل وبين الشرك والكفر ترك الصلاة

“Batas antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran   adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim No. 82)

Hadits lainnya:

العهد الذي بيننا وبينهم الصلاة فمن تركها فقد كفر

“Perjanjian antara kita dan mereka adalah shalat, maka barang siapa yang meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. At Tirmidzi No. 2621, katanya: hasan shahih gharib)

Imam Muhammad bin Nashir Al Marwazi Rahimahullah berkata:

وقال ابن أبي شيبة قال النبي صلى الله عليه وسلم :  مَنْ تَرَكَ الصَّلَاةَ فَقَدْ كَفَرَ

Berkata Ibnu Abi Syaibah, Nabi ﷺ   bersabda: “Barangsiapa yang meninggalkan shalat maka dia telah kafir.” (Imam Muhammad bin Nashir Al Marwazi, Ta’zhim Qadr Ash Shalah no. 988)

4. Menunjukkan Keutamaan Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha

Bisa saja peristiwa ini Allah Ta’ala jadikan di tempat lain, tapi ternyata tidak. Dipilihnya Masjid al Haram dan Masjid al Aqsha sebagai lokasi peristiwa Isra dan Mi’raj, menunjukkan keistimewaan dua Masjid ini. Selain keutamaan lainnya seperti:

– Masjid Tertua Yang Ada Di Muka Bumi

Abu Dzar Radhiallahu ‘Anhu bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ مَسْجِدٍ وُضِعَ فِي الْأَرْضِ أَوَّلَ قَالَ الْمَسْجِدُ الْحَرَامُ قَالَ قُلْتُ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ الْمَسْجِدُ الْأَقْصَى قُلْتُ كَمْ كَانَ بَيْنَهُمَا قَالَ أَرْبَعُونَ سَنَةً

“Wahai Rasulullah, masjid apa yang dibangun pertama kali di muka bumi?” Beliau menjawab: “Masjidil Haram.” Aku (Abu Dzar) berkata: “lalu apa lagi?” Beliau menjawab: “Masjidil Aqsha.” Aku bertanya lagi: “berapa lama jarak keduanya?” Beliau menjawab: “empat puluh tahun.” (HR. Bukhari No. 3186, Muslim No. 520)

– Masjid yang menjadi tujuan utama perjalanan

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الرَّسُولِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى

“Janganlah bertekad kuat untuk melakukan perjalanan kecuali menuju tiga masjid: Masjidil Haram, Masjid Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan Masjidil Aqsha.” (HR. Bukhari No. 1132, 1139, Muslim No. 1338)

– Masjid Sebagai Arah Kiblat Shalat Umat Islam sedunia

Masjid Al-Aqsha menjadi kiblat shalat umat Islam selama kurang lebih 16 atau 17 bulan setelah Nabi Muhammad ﷺ berhijrah ke Madinah. Pada masa itu, kaum Muslimin menghadap ke arah Masjid Al-Aqsha ketika melaksanakan shalat.

Perubahan arah kiblat dari Masjid Al-Aqsha ke Ka’bah di Makkah terjadi pada bulan Sya’ban tahun ke-2 Hijriyah, berdasarkan perintah Allah Ta’ala dalam firman-Nya:

قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي ٱلسَّمَآءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَىٰهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ ۚ

“Sungguh Kami (sering) melihat wajahmu menengadah ke langit. Maka sungguh Kami akan memalingkan engkau ke kiblat yang engkau sukai. Maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram.”
(QS. Al-Baqarah: 144)

Setelah ayat ini turun, Nabi Muhammad ﷺ yang sedang shalat berjamaah di Masjid Bani Salamah memindahkan arah kiblat ke Ka’bah di tengah-tengah shalat. Masjid itu kemudian dikenal sebagai Masjid Qiblatain (Masjid Dua Kiblat).

Oleh karena itu, masa Masjid Al-Aqsha menjadi kiblat shalat adalah sekitar 1 tahun 4 bulan atau 1 tahun 5 bulan.

Sederet keutamaan ini menjadikan sangat logis umat Islam menjadikan masalah penjajahan atas Al Aqsha adalah Qadhi yah Markaziyah (persoalan sentral) umat Islam.

Demikian. Wallahu A’lam

☘

✍ Farid Nu’man Hasan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top