Larangan Mengklaim dan Mendustakan Nasab

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Tidak sedikit manusia demi kepentingan dunia, dia menasabkan dirinya kepada yang buka nasabnya. Ada trah ningrat, atau “gus” anak kiayi yang dia kejar padahal dia bukan bernasabkan kpd mereka. Dia mengelabui manusia untuk keuntungan dunia yang hina, dan melupakan nasabnya sendiri.

Ya, ada orang yang malu dengan nasabnya sendiri. Dia tutupi siapa nasab aslinya, maka dia nasabkan dirinya kepada orang yang dianggap terhormat, mulia, dan punya pengaruh, agar dapat keuntungan dari perbuatannya itu.

Ini tercela, dan sangat-sangat buruk.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَيْسَ مِنْ رَجُلٍ ادَّعَى لِغَيْرِ أَبِيهِ وَهُوَ يَعْلَمُهُ إِلَّاكَفَرَ

Tidaklah seseorang mengakui orang lain sebagai bapaknya, padahal dia tahu (kalau org itu bukan bapaknya), maka dia telah kafir. (HR. Al Bukhari No. 3508, Muslim No. 112 (61) )

Syaikh Mushthafa Dib Al Bugha menjelaskan:

أي كفر بالنعمة التي كانت لأبيه عليه وفعل ما يشبه أفعال أهل الكفر وإن استحل ذلك خرج عن الإسلام

Yaitu dia kufur terhadap nikmat yang ada padanya melalui keberadaan ayahnya, dan dia telah melakukan perbuatan yang menyerupai orang kafir, dan jika dia menghalalkan perbuatan ini maka dia keluar dari Islam. (Ta’liq Mushthafa Al Bugha)

Wallahu A’lam

🌸🌻🌷🌿🌾☘🌳🍃

✍ Farid Nu’man Hasan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top