🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾
Kami lihat, cukup banyak orang-orang yang kembali kepada agama lalu mereka ikut berbagai kajian Islam, terjadi perubahan pada diri mereka ke arah positif. Tapi, ada sisi yang juga mengkhawatirkan, yaitu tidak sedikit di antara mereka sangat keras dalam mengingkari pihak mana pun yang berbeda dengannya. Dianggapnya apa yang dibacanya, atau yang disampaikan oleh gurunya, sebagai satu-satunya pendapat dalam agama. Lalu mereka menyerang siapa pun yang tidak sepaham dengan mereka. Sehingga standar benar dan salah, sunnah dan bid’ah, adalah apa yang menjadi pemahamannya. Jika sama dengannya, maka Anda adalah Ahlus Sunnah dan saudara, Jika beda dengannya, maka Anda adalah ahlul bid’ah dan musuh.
Entah …, apakah sikap ini juga diajarkan oleh para gurunya, atau memang mereka sendiri yang gagal paham terhadap pelajarannya.
Ada nasihat bagus dari Al ‘Allamah Asy Syaikh Yusuf Al Qaradhawi Hafizhahullah, nampaknya sayang jika kita tidak mereguk mutiara nasihatnya. Berikut ini perkataannya:
“Penyakit orang-orang yang baru menapakkan kakinya beberapa langkah dalam dunia ilmu keislaman adalah mereka tidak mengetahui kecuali satu pendapat dan satu sudut pandang yang mereka peroleh dari satu orang syaikh. Mereka membatasi diri dalam satu madrasah dan tidak mau mendengar pendapat lainnya atau mendiskusikan pendapat-pendapat lain yang berbeda dengannya …
Anehnya, mereka ini melarang taqlid, padahal sebenarnya mereka sendiri bertaqlid. Mereka menolak mengikuti pendapat para imam terdahulu, tapi mereka bertaqlid kepada sebagian ulama masa kini.
Bahkan mereka menolak madzhab, padahal mereka menjadikan pendapat mereka sendiri sebagai “madzhab kelima” dengan membelanya membabi buta dan menolak setiap orang yang berbeda dengannya. Mereka menolak ilmu kalam klasik yang mengutamakan perdebatan ilmiah, tapi mereka sendiri telah menciptakan “ilmu kalam baru” dengan pembicaraan mereka yang tidak memperhatikan penanaman aqidah di dalam hati tetapi hanya mementingkan perdebatan di seputar persoalan aqidah.
Sikap mereka terhadap kebenaran, bagaikan seorang buta terhadap gajah dalam kisah Indoa terkenal. Mereka tidak tahu gajah kecuali yang mereka sentuh saja.
Seandainya mereka mau memperluas wawasan niscaya mereka akan menyadari bahwa permasalahan yang dihadapi lebih luas dari satu pendapat dan keanekaragaman pendapat itu bisa ditolerir. Namun yang penting adalah bersikap adil, meninggalkan fanatisme, dan mau mendengarkan orang lain, sekali pun bisa jadi mereka yang benar.
Berapa banyak manusia yang akhirnya menarik sikap fanatismenya setelah dia tahu bahwa masalah-masalah seperti ini ternyata banyak pendapat dari para ulama yang mu’tabar.
🍃🍃🍃🍃🍃
📚 Ash Shahwah Al Islamiyah Baina Al Ikhtilaf Al Masyru’ wat Tafarruq Al Madzmum, Cet. 1. 1990/1411. Dar Ash Shahwah Lin Nasyr wat Tauzi’. Kairo
🍃🌸🌻🌴🌾🌺☘🌷
✍ Farid Nu’man Hasan