📨 PERTANYAAN:
Assalaamu’alaikum Ustadz, adakah dalil shohih sesuai as Sunnah dlm syarat2 membangun masjid?
Misalnya bentuk atap harus berbentuk kubah dsb….??
📬 JAWABAN
Wa’alaikumussalam warahmatullah .. Bismillah wal Hamdulillah
Syarat utama membangun masjid adalah taqwa kepada Allah Ta’ala, maksudnya karena ketaatan, ketundukan, dan totalitas penghambaan kepadaNya.
Sebagaimana ayat:
لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَىٰ مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ ۚ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا ۚ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ
Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar takwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih. (Qs. At Taubah: 108)
Ada pun masjid yang didirikan, dibangun, dibiayai, oleh kaum munafiq, dalam rangka memecah belah barisan umat Islam, dalam rangka mengambil hati kaum muslimin, maka Allah Ta’ala melarang kita shalat di dalamnya selamanya.
Allah Ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مَسْجِدًا ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًا بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِمَنْ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ مِنْ قَبْلُ ۚ وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا الْحُسْنَىٰ ۖ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ
لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا
Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka Sesungguhnya bersumpah: “Kami tidak menghendaki selain kebaikan”. Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya). Janganlah kamu shalat di dalamnya selama-selamanya. (Qs. At Taubah: 107-108)
Kemudian, untuk masalah bentuk, tidak ada ketentuan khusus yang dijadikan patokan baku. Dalam As Sunnah, yang ada adalah anjuran dan stimulus bagi manusia untuk membangun masjid yang dengannya Allah Ta’ala akan membangunkan rumah di surga baginya.
Hanya saja bagaimana bentuk masjid, telah dikenal di masyarakat kaum muslimin di suatu daerah seperti apa. Maka kembalikan kepada kepatutan yang ada.
Pada masa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, masjid belum memakai menara, tapi menara mulai ada pada masa para sahabatnya.
Di sebagian negeri muslim atau minoritas muslim, ada masjid yang mirip dengan rumah adat setempat, atau ada masjid yang dahulunya gereja, mereka tetap menjaga bentuknya namun dihilangkan semua simbol-simbol penyembahan selain Allah Ta’ala.
Ada pun mihrab, para ulama berbeda pendapat namun yang jelas masjid pada masa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak memakai mihrab. Oleh karena itu sebagian salaf membencinya, dan ada pula yang membid’ahkannya, seperti Imam As Suyuthi dalam kitab: I’lami Al Arib bi Hudutsi Bid’ati Al Maharib.
Tidak ada kata sepakat ulama kapan mihrab mulai ada di masjid kaum muslimin. Ada yang mengatakan pada masa Khalifah Umar Radhiallahu ‘Anhu, oleh karena itu Beliau disebut _syahidul mihrab_ (orang yang mati syahid di Mihrab). Ada juga yang menyebut masa Umar bin Abdul ‘Aziz menjadi gubernur Madinah, dan ada juga yang menyebut pada masa abad ke-2 Hijriyah.
Para ulama di Lajnah Daimah, kerajaan Arab Saudi, seperti Syaikh Bin Baaz, mengatakan mihrab itu boleh, sebagai tanda tempat imam, dan memang ini sudah berlangsung sepanjang zaman kaum muslimin.
Para ulama mengatakan, bahwa mihrab yang terlarang adalah yang dijadikan tempat khusus untuk majelis ilmu, berdzikir, dan shalat. Ada pun sebagai tempat khusus imam tidak apa-apa, dan sudah berlangsung sepanjang zaman umat Islam. *(Imam Al Munawi, Faidhul Qadir, 1/144, Imam Ibnu Katsir, Al Bidayah wan Nihayah, 9/165)*
Begitu pula masalah kaligrafi di dinding masjid, para ulama berselisih pendapat antara yang memakruhkan seperti oandangan Imam Malik, dan juga yang membolehkan berdasarkan perbuatan Khalifah Utsman di masanya yang menghiasi masjid, dan tidak diingkari oleh lainnya. Tp, memang ini belum ada di masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Ada pun warna, Umar bin Khathab Radhiallahu ‘Anhu melarang warna merah dan kuning, dikhawatiri lahirnya fitnah. Seperti ketidakkhusyuan, kekaguman bukan kepada kebesaran Allah Ta’ala, tapi kekaguman kepada keindahan masjid semata, dan sebagainya.
Kemudian …
Hendaknya masjid dijaga kebersihan dan kerapiannya, dan jauhi dari aroma tidak sedap.
Aisyah Radhiallahu ‘Anha menceritakan:
أمر رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ببناء المساجد في الدور وأن تنظف وتطيب
“Rasulullah Shallallah ‘Alaih wa Sallam memerintahkan untuk membangun masjid-masjid di daerah tempat tinggal, dan membersihkannya, serta memberinya wewangian.” (Hr. Abu Dawud no. 455, shahih)
Demikian. Wallahu A’lam
🌷🌺🌴☘🌸🌾🌻🍃
✍ Farid Nu’man Hasan