Pekerjaan Berat yang Boleh Tidak Berpuasa

▪▫▪▫▪▫▪▫▪

 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum
Tanya pak, pekerja berat seperti apa yang mendapatkan ruhsoh untuk tidak puasa ? Bolehkah mereka reka sendiri misal buruh metik padi disawah kan panas sekali, maka tidak puasa dgn alasan mengambil ruhsoh seperti dalam qs albaqarah ayat 184. Wassalamu’alaikum

 JAWABAN

Wa’alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh

Jika pekerjaan tersebut memang bertepatan saat Ramadhan, dan dia masih mampu puasa maka puasa tetap wajib.

Namun jika di saat puasa dan bekerja sangat menguras energi, sehingga mendatangkan kelemahan bagi pekerja tersebut, maka tidak apa-apa dia batalkan dan diganti di hari lain saat libur. Inilah pendapat mayoritas ulama. Jadi bukan sejak awal sudah meniatkan tidak puasa tapi hendaknya dia berusaha puasa dulu sampai dia mengalami keberatan dan kesulitan barulah dia membatalkannya.

Imam Ibnu Hajar Al Haitami mengatakan:

(وَ) يُبَاحُ تَرْكُهُ لِنَحْوِ حَصَادٍ أَوْ بِنَاءٍ لِنَفْسِهِ أَوْ لِغَيْرِهِ تَبَرُّعًا أَوْ بِأُجْرَةٍ وَإِنْ لَمْ يَنْحَصِرْ الْأَمْرُ فِيهِ أَخْذًا مِمَّا يَأْتِي فِي الْمُرْضِعَةِ خَافَ عَلَى الْمَالِ إنْ صَامَ وَتَعَذَّرَ الْعَمَلُ لَيْلًا أَوْ لَمْ يُغْنِهِ فَيُؤَدِّي لِتَلَفِهِ أَوْ نَقْصِهِ نَقْصًا لَا يُتَغَابَنُ بِهِ هَذَا هُوَ الظَّاهِرُ مِنْ كَلَامِهِمْ

Diperbolehkan meninggalkan puasa karena alasan seperti saat panen atau sedang membangun bangunan, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain, baik secara sukarela atau dengan upah, meskipun pekerjaannya tidak terbatas pada dirinya saja. Hal ini diqiyaskan dengan wanita yang menyusui.

Jika seseorang khawatir akan kehilangan hartanya jika berpuasa, sementara pekerjaannya tidak bisa dilakukan pada malam hari atau tidak mencukupi kebutuhannya (jika di malam hari), sehingga menyebabkan kerusakan atau kekurangan yang tidak dianggap sepele, maka yang benar dari perkataan para ulama adalah hal ini (berbuka) diperbolehkan. (Tuhfatul Muhtaj, jilid. 3, hal. 430)

Imam Al Buhuti menjelaskan:

ومن صنعته شاقة وتضرر بتركها , وخاف تلفا أفطر وقضى , ذكره الآجري

Barangsiapa pekerjaannya berat dan akan mengalami kesulitan jika meninggalkannya, serta khawatir mengalami kebinasaan, maka ia boleh berbuka (tidak berpuasa) dan wajib mengqadha’. Hal ini disebutkan oleh Al-Ajurry. (Syarh Muntaha Al Iradat, jilid. 1, hal. 478)

Dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah:

قال الحنفية : المحترف المحتاج إلى نفقته كالخباز والحصاد ، إذا علم أنه لو اشتغل بحرفته يلحقه ضرر مبيح للفطر ، يحرم عليه الفطر قبل أن تلحقه مشقة

Mazhab Hanafi berpendapat bahwa seorang pekerja yang membutuhkan nafkahnya, seperti tukang roti dan penuai (pemanen), jika ia mengetahui bahwa bekerja dalam profesinya akan menyebabkan bahaya yang membolehkannya berbuka (tidak berpuasa), maka haram baginya berbuka sebelum mengalami kesulitan tersebut. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah, jilid. 28, hal. 57)

Pekerja bangunan, buruh pikul, dan kerja apa pun yang mengandalkan stamina fisik, dan membuat pelakunya lelah, sulit, dan payah, maka itu ‘uzur syar’i baginya. Boleh tidak puasa dan wajib mengganti pada hari lainnya.

Al Qalyubi mengatakan:

قَالَ الْأَذْرَعِيُّ وَوَافَقَهُ شَيْخُنَا الرَّمْلِيُّ وَمِثْلُ ذَلِكَ نَحْوُ حَصَّادٍ وَبَنَّاءٍ وَحَارِسٍ وَلَوْ مُتَبَرِّعًا فَتَجِبُ عَلَيْهِ النِّيَّةُ لَيْلًا ثُمَّ إنْ لَحِقَتْهُ مَشَقَّةٌ أَفْطَرَ

Al-Adzra’i mengatakan, dan ini disepakati oleh guru kami, Ar-Ramli, bahwa sebagaimana hal demikian (orang yang sakit) adalah penuai, tukang bangunan, dan penjaga, meskipun ia bekerja secara sukarela, maka wajib baginya niat puasa di malam hari, kemudian apabila ia menemui kesulitan, maka ia boleh berbuka (membatalkan puasanya). (Hasyiyata Al Qalyubi wal ‘Amirah)

Wallahu A’lam

 Farid Nu’man Hasan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top