Merutinkan Al Ma’tsurat

💦💥💦💥💦💥

📨 PERTANYAAN:

Kpd ustadz farid,
Assalamu’alaikum ustadz, Mohon bertanya beekenaan al matsrurat yg di susun oleh ustadz al banna. Saya termasuk yg rutin membacanya, namun seringkali syubahat2 yg datang ke saya berkenaan al matsurat tsb.
Jadi mohon di jelaskan berkenaan al matsurat ini. kemudian, bolehkan untuk rutin membacanya?
Terima kasih semoga ustadz selalu dalam rahamat Allahu swt. 🙂

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa ‘Alaikum Salam wa Rahmatullah wa Barakatuh.
Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘ala Rasulillah wa ‘ala Aalihi wa Ashhabihi wa man Waalah, wa ba’d:

Semoga Allah Ta’ala merahmati penanya dan keluarga ..

Al Ma’tsurat adalah kitab kecil berupa kumpulan doa yang disusun oleh Al Imam Hasan Al Banna Rahimahullah yang berisi doa-doa yang berasal dari Al Quran dan As Sunnah.

Boleh dikatakan, dalam era penerbitan modern, dibanding kitab sejenisnya, Al Ma’tsurat adalah kitab yang paling luas penyebarannya di dunia Islam dan paling banyak jumlah eksemplarnya dengan naik cetak berkali-kali.

Kitab ini, sebagaimana kitab-kitab lain secara umum, tentu tidaklah sempurna. Telah banyak pihak yang memberikan penjelasan, penelitian terhadap haditsnya, bahkan juga kritikan, hingga tahap celaan terhadapnya hingga ada yang mengatakan: tidak boleh dibaca, karena terdapat hadits yang dhaif dan palsu. Sesungguhnya kesempurnaan hanyalah milik Allah Ta’ala, oleh karena itu mengharapkan selain diriNya adalah sempurna, merupakan tindakan yang keliru dan menyalahi kodrat dan tabiat kehidupan.

Jauh sebelum Al Ma’tsurat, sudah ada kitab-kitab sejenis yang di susun para ulama; seperti Al Adzkar karya Imam An Nawawi dan Kalimatuth Thayyibah karya Imam Ibnu Taimiyah. Kedua kitab inilah yang menjadi rujukan utama Al Ustadz Hasan Al Banna Rahimahullah dalam menyusun Al Ma’tsurat sebagaimana dikatakan oleh Al ‘Allamah Asy Syaikh Yusuf Al Qaradhawi Hafizhahullah Ta’ala. Oleh karenanya, menjadi aneh ketika Al Ma’tsurat dicela karena adanya riwayat yang dhaif, namun sumber pengambilannya tidak dicela.

Kita pun tidak ingin ada manusia yang lancang mencela Al Adzkar dan Kalimatuth Thayyibah, itu bukan keinginan kita bersama, ini hanya untuk menunjukkan bahwa kedengkianlah yang membuat sebagian manusia bersikap tidak adil terhadap Al Ustadz Hasan Al Banna dan Al Ma’tsurat. Jika mereka mau adil, sadar, jujur, mereka pun tidak akan temukan kitab-kitab kumpulan doa yang disusun ulama masa lalu yang tanpa hadits-hadits dhaif (bahkan kitab tafsir dan fiqih pun memuatnya). Kritik dan nasihat tetaplah ada, tetapi demi ilmu, bukan untuk menjatuhkan kehormatan penulisnya dan memancing manusia untuk membencinya, serta membuang jauh karya-karyanya.

Zaman ini, kumpulan doa yang disusun ulama masa kini, telah dibuat sebisa mungkin tanpa riwayat yang dhaif -walhamdulillah, seperti Hishnul Muslim yang disusun oleh ulama muda, Asy Syaikh Said bin Ali Wahf Al Qahthani Hafizhahullah, juga kumpulan doa karya ulama lainnya, termasuk oleh penulis-penulis lokal. Demikianlah zaman telah berubah …

Dalam Al Ma’tsurat ini, sebenarnya Al ustadz Hasan Al Banna memuat sangat banyak dan lengkap, tidak seperti yang beredar di masyarakat yang lebih dikenal dengan Wazhifah Sughra dan Wazhifah Kubra.

Di dalamnya beliau membuat lima pembahasan:

Qismul Awwal (bagian pertama), Al Ustadz Al Banna memberi judul Al Wazhiifah, yaitu berisi wirid pagi dan sore yang berasal dari Al Quran dan As Sunnah. Inilah yang umumnya beredar dan manusia mengenal dan menyebutnya dengan Al Ma’tsurat. Dan, ini pula yang menjadi pembahasan kita.

Qismuts Tsaani (bagian kedua), berjudul Al Wirdul Qur’aniy (wirid Al Quran), yaitu berisi wirid-wirid berasal dari ayat-ayat pilihan dari Al Quran.

Qismuts Tsaalits (bagian ketiga), berjudul Ad’iyah Al Yaum wal Lailah (doa-doa sehari-hari siang dan malam), seperti doa bangun tidur, doa berpakaian, dan lainnya.

Qismur Raabi’, (bagian keempat) berjudul Al Ad’iyah Al Ma’tsurah fi Haalat Mukhtalifah (doa-doa ma’tsur pada berbagai keadaan).

Bagian kelima, adalah Wirdul Ikhwan (wirid Al Ikhwan), yaitu wirid-wirid ma’t

sur yang anjurkan untuk dibaca oleh para aktifis Al Ikhwan Al Muslimun. Di dalamnya terdapat doa rabithah, dia bukan doa ma’tsur melainkan susunan Al Ustadz Hasan Al Banna sendiri, maka jangan sampai ada yang terkecoh.

Semua inilah Al Ma’tsurat itu. Cukup banyak dan panjang, dalam kitab aslinya –khususnya penerbit Maktabah At Taufiqiyah- ada pada hal. 371 – 413, alias memakan 42 halaman dari kitab Majmu’ah Rasail. Sedangkan Al Ma’tsurat yang saat ini beredar dipasaran adalah hanya pada qismul awwal (bagian pertama) saja, yakni terdapat pada halaman 379-388 (hanya sembilan halaman, sudah mencakup wazhifah sughra dan kubra). Oleh karena itu menjadi sangat janggal jika hanya karena beberapa hadits yang dhaif pada qismul awwal (yakni bagian Al Wazhiifah), membuat bagian lainnya yang begitu banyak menjadi hina dan tidak berharga, serta dibuang jauh dari hak umat untuk mengetahuinya.

Ada pun susunan yang beliau buat, tidak berarti itu suatu yang baku, dan beliau pun tidak pernah mengatakan demikian. Siapa saja boleh membacanya dengan urutan yang tidak sama dengan Al Ma’tsurat. Hal ini perlu kami tekankan, agar tidak ada lagi tuduhan terhadap Al Ustadz Al Banna bahwa beliau sengaja membuat urutan wirid tersendiri, yang dengan itu jatuhlah vonis bid’ah terhadapnya.

Sedangkan, tentang derajat hadits yang menganjurkan wirid Al Quran dan juga beberapa dzikir dari hadits pada Al Ma’tsurat, memang ada yang dhaif, munkar, bahkan maudhu’ (palsu). Walau ada juga yang kedhaifannya masih diperselisihkan para pakar hadits. Namun, jumlahnya tidak banyak dan ulama sebelum Al Ustadz Hasan Al Banna pun tidak sedikit yang melakukannya, dan kita menilainya sebagai kekhilafan yang manusiawi. Sungguh berlebihan jika ada yang menganggap bahwa adanya hadits-hadits dhaif tersebut adalah kesengajaan yang dibuat oleh penulisnya dengan niat buruk terhadap kemurnian agama. Haihaata haata …. (sungguh jauh sekali hal tersebut).

Ditambah lagi, sebagian besar ulama membolehkan menggunakan hadits dhaif untuk urusan fadha’ilul a’mal, dan urusan stimulus untuk membaca ini dan itu dari kalimat doa dan dzikir merupakan bagian dari fadha’ilul a’mal. Bahkan Imam An Nawawi mengklaim telah disepakati kebolehannya, dan kebolehan itu mesti dengan syarat-syarat. Ada pun yang benar adalah kebolehan menggunakan hadits dhaig untuk fadhailul a’mal diperselisihkan, bukan kesepakatan. Hal ini telah kami bahas di channel ini dahulu. Walau demikian, menggunakan riwayat yang shahih adalah lebih utama dan lebih selamat untuk diamalkan. Dan, kita bisa memilah pada Al Ma’tsurat antara yang shahih dan dhaif, sesuai penjelasan para ulama.

📌 Fatwa Ulama

Berikut ini adalah fatwa yang kami ambil dari Fatawa Asy Syabkah Al Islamiyah, fatwa No. 23832, 8 Sya’ban 1423H:

السؤال
ما حكم قراءة المأثورات للشهيد حسن البنا جماعة بصوت واحد أو فرادى؟ جزاكم الله خيراً…….
الفتوى
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أما بعد:
فلا بأس في قراءة كتاب المأثورات للشيخ حسن البنا وغيره من كتب الأذكار، وقد بينا ضوابط ذلك في الفتوى رقم: 8381 .
وفيها أن الذكر الجماعي بصوت واحد من البدع المحدثات.
والله أعلم.
المفتي: مركز الفتوى بإشراف د.عبدالله الفقيه

Pertanyaan:
Apa hukum membaca Al Ma’tsurat-nya Asy Syahid Hasan Al Banna secara berjamaah dengan satu suara atau satu persatu? Jazakumullah khairan …

Fatwa:

Alhamdulillah Ash Shalatu was Salamu ‘Ala Rasulillah wa ‘Ala Aalihi wa Shahbihi, amma ba’d:

Tidak apa-apa membaca kitab Al Ma’tsurat-nya Syaikh Hasan Al Banna dan lainnya yang termasuk kitab-kitab dzikir. Dan, kami telah menjelaskan dhawabith(rambu-rambu)nya pada fatwa no. 8381. Di dalamnya disebutkan bahwa dzikir jama’i dengan satu suara termasuk bid’ah. Wallahu A’lam

📕 Mufti: Markaz Fatwa (Pusat Fatwa), penanggung jawab: Asy Syaikh Dr. Abdullah Al Faqih

🌴🍃🌾🌸🌺🌷☘🌻

✏ Farid Nu’man Hasan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top