Ijtihad Para Sahabat

PERTANYAAN:

Assalamualaikum ustad.
Mohon kesediaannya menjelaskan pertanyaan saya.

Dalam berijtihad seseorang bisa salah atau benar,jika benar maka mendapatkan 2 fahala jika salah mendapatkan satu fahala bagi Mujtahid.

Apakah Para sahabat pernah salah dalam berijtihad,jika pernah adalah qoul ulama yg menjelaskan tentang larangan tidak boleh mngikuti ijtihad tersebut ?

Trimaksih ustad.

JAWABAN

Wa’alaikumussalam Wa Rahmatullah Wa Barakatuh

Para sahabat pernah salah dalam ijtihad, misalnya:

– Berkenaan tawanan perang Badr. Abu Bakar berpendapat BEBASKAN saja, sedangkan Umar berpendapat bunuh semua. Umumnya para sahabat ikut pendapat Abu Bakar. Ternyata Allah Ta’ala membenarkan pendapat Umar, radhiallahu ‘anhum.

– Terjadinya Perang Shiffin, antara pengikut Ali dan Muawiyah, menurut Imam an Nawawi karena perbedaan ijtihad mereka. Muawiyah berpendapat cari dan hukum pembunuh Utsman, sementara Ali berkehendak menunda hal itu tetapi lebih memilih menstabilkan kondisi negara terlebih dahulu yang banyak pemberontakan sana sini. Para ulama ahlus sunnah umumnya mengatakan pendapat Ali yang benar, Muawiyah yang keliru. Radhiallahu ‘anhuma.

Sebuah ijtihad jika telah jelas salahnya maka TIDAK BOLEH DIIKUTI. Tapi jika masih samar, sehingga sebagian orang memilih ijtihad yang satu, pihak lain memilih yang lain, maka tidak boleh ada pengingkaran yang satu atas yang lainnya, sebab belum ada kejelasan mana yang benar-benar salah atau benar dalam ijtihadnya.

Imam Ibnu Daqiq al ‘Id menjelaskan sbb:

والعلماء إنما ينكرون ما أجمع عليه أما المختلف فيه فلا إنكار فيه لأن على أحد المذهبين: أن كل مجتهد مصيب وهو المختار عند كثير من المحققين. وعلى المذهب الآخر: أن المصيب واحد والمخطئ غير متعين لنا والإثم موضوع عنه لكن على جهة النصيحة للخروج من الخلاف فهو حسن مندوب إلى فعله برفق

Para ulama hanyalah mengingkari apa-apa yang telah ijma’ (kemungkarannya), sedangkan perkara yg masih diperselisihkan tidak boleh ada pengingkaran dalam hal itu. Sebab, bagi seseorang ada dua madzhab yang berlaku:

1. Seluruh Mujtahid itu benar. Inilah yang dipilih oleh banyak muhaqqiq (peneliti).

2. Yang benar hanya satu yang lainnya salah, namun yg salah itu tidak tentu yg mana, dan dosa tidak berlaku.

Namun dia dinasihati agar keluar dari perselisihan. Ini adalah hal yang bagus dan diajurkan melakukannya dengan lembut.

(Imam Ibnu Daqiq al ‘Id, Syarah al Arbain an Nawawiyah, Hal. 113)

Wallahu A’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top