Pertanyaan
Assalamualaikum warahmatullahi Wabarakatuh.
Mau tanya ustadz. Apakah ada hadisnya tentang mayit diazab karena tangisan keluarganya ?
Ustadz bagaimana kita menyikapi apabila kita rindu dengan orang tua kita yang telah wafat, dengan sendirinya air mata kita mengalir sambil mendoakannya, apakah perbuatan tersebut termasuk terlarang dan orang tua kita diazab dialam kubur disebabkan oleh tangisan anaknya di dunia ?
(AS, 08525630xxxx)
Jawaban
Wa’alaikumussalam Wa Rahmatullah Wa Barakatuh
Bismillahirrahmanirrahim..
Semata-mata menangis, menitikkan air mata tidak apa-apa, yang terlarang adalah niyahah (meratap) seperti teriak-teriak, seolah menyesali kematiannya, dan tidak menerima takdir. Itulah yang membuat mayit tersiksa. Ada pun makna “tersiksa” para ulama berbeda pendapat, tapi mereka sepakat bukan bermakna disiksa sebagaimana disiksanya orang kafir. Sebagian ulama mengatakan “disiksa” dalam arti susah, berat, terganggu krn ratapan keluarganya. Inilah yang dikatakan Imam Abu Ja’far ath Thabari, Al Qadhi ‘Iyadh, Imam Ibnu Taimiyah, dan segolongan ulama lainnya. Hal ini karena orang yang wafat masih bisa merasa.
Imam An Nawawi menjelaskan:
وَأَجْمَعُوا كُلّهمْ عَلَى اِخْتِلَاف مَذَاهِبهمْ عَلَى أَنَّ الْمُرَاد بِالْبُكَاءِ هُنَا الْبُكَاء بِصَوْتٍ وَنِيَاحَة لَا مُجَرَّد دَمْع الْعَيْن
Seluruh ulama telah Ijma’ (sepakat), berdasarkan mazhab bereka yang berbeda, bahwa maksud menangis di sini adalah tangisan dengan suara dan niyahah, bukan semata-mata menitikkan air mata.
(Syarh Shahih Muslim, Jilid 6, hal. 229)
Imam asy Syafi’i Rahimahullah berkata:
أُرَخِّصُ فِي الْبُكَاءِ عَلَى الْمَيِّتِ بِلَا نَدْبٍ وَلَا نِيَاحَةٍ لِمَا فِي النِّيَاحَةِ مِنْ تَجْدِيدِ الْحُزْنِ وَمَنْعِ الصَّبْرِ وَعَظِيمِ الْإِثْمِ
Diberikan rukhshah (keringanan) menangisi mayit, selama tidak melukai diri dan tidak meratap, karena meratap itu memperbarui kesedihan, menolak kesabaran, dan dosa besar. (Imam Ibnu Abdil Bar, al Istidzkar, jilid. 3, hal. 72. Lihat juga at Tamhid, jilid. 17, hal. 729)
Imam Ibnu Habib Rahimahullah berkata:
لَا بَأْسَ بِالْبُكَاءِ قَبْلَ الْمَوْتِ وَبَعْدَهُ مَا لَمْ يُرْفَعْ بِهِ الصَّوْتُ وَيَكُونُ مَعَهُ كَلَامٌ مَكْرُوهٌ
Tidak apa-apa menangis sebelum kematian mayit atau sesudahnya, selama tidak meninggikan suara dan dicampur dengan kata-kata yang makruh.
(Imam Abul Walid al Baji, al Muntaqa Syarh al Muwaththa’, jilid. 2, hal. 25)
Jadi, sekedar menangis, tanpa niyahah, ini tidak masalah alias dibolehkan. Sebab, menangis dan tertawa adalah hal yang manusiawi.
Allah Ta’ala berfirman:
وَأَنَّهُ هُوَ أَضْحَكَ وَأَبْكَى
Sesungguhnya Dialah yang membuat tertawa dan menangis. (QS. An najm: 43)
Dalam hadits Anas bin Malik, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah ﷺ pun menangis saat wafat putranya yang bernama Ibrahim.
Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu bercerita:
Kemudian setelah itu pada kesempatan yang lain kami mengunjunginya sedangkan Ibrahim telah meninggal. Hal ini menyebabkan kedua mata Rasulullah ﷺ berlinang air mata. Lalu berkatalah ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiallahu’anhu kepada beliau, “Mengapa Anda menangis, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Wahai Ibnu ‘Auf, sesungguhnya ini adalah rahmat (tangisan kasih sayang).” Beliau lalu melanjutkan dengan kalimat yang lain dan bersabda, “Kedua mata boleh mencucurkan air mata, hati boleh bersedih, hanya kita tidaklah mengatakan kecuali apa yang diridhai oleh Rabb kita. Dan kami dengan perpisahan ini wahai Ibrahim pastilah bersedih.”
(HR. Bukhari no. 1303)
Demikian. Wallahu A’lam
✍️ Farid Nu’man Hasan