💢💢💢💢💢💢💢
Bismillah al Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘ala Rasulillah wa Ba’ d:
Tentang pernyataan bahwa ruh (jamaknya: arwah) orang yang sudah wafat “mengetahui” perilaku keluarganya yang masih hidup, memang ada ditegaskan para ulama dengan beberapa dalil baik Al Quran, Hadits, dan pernyataan kaum salaf. Diberitakan bahwa jika keluarganya melakukan kebaikan maka dia akan bergembira, jika keluarganya melakukan keburukan maka dia akan sedih.
Di antara dalilnya, Allah Ta’ala berfirman:
وَقُلِ ٱعۡمَلُواْ فَسَيَرَى ٱللَّهُ عَمَلَكُمۡ وَرَسُولُهُۥ وَٱلۡمُؤۡمِنُونَۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَٰلِمِ ٱلۡغَيۡبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ
Dan katakanlah, “Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”
(QS. At-Taubah, Ayat 105)
Ayat ini menunjukkan bahwa perbuatan manusia disaksikan oleh Allah Ta’ala, Rasulullah, dan orang-orang beriman. Menurut Imam Ibnu Katsir, orang-orang beriman yang dimaksud ayat ini juga termasuk mereka yang sudah wafat di alam barzakh, bukan hanya yang masih hidup.
Beliau – Rahimahullah – berkata:
وَقَدْ وَرَدَ: أَنَّ أَعْمَالَ الْأَحْيَاءِ تُعْرَضُ عَلَى الْأَمْوَاتِ مِنَ الْأَقْرِبَاءِ وَالْعَشَائِرِ فِي الْبَرْزَخِ
Telah datang keterangan bahwa perilaku orang hidup ditampakkan dihadapan orang wafat dari kalangan kerabat dan keluarganya di alam barzakh. (Tafsir Ibnu Katsir, jilid. 4, hal. 183)
Keterangan yang dimaksud Imam Ibnu Katsir sangat banyak, ada yang shahih, hasan, dan dhaif, di antaranya:
1. Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِنَّ أَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَى عَشَائِرِكُمْ وَأَقْرِبَائِكُمْ فِي قُبُورِهِمْ ، فَإِنْ كَانَ خَيْرًا اسْتَبْشَرُوا بِهِ ، وَإِنْ كَانَ غَيْرَ ذَلِكَ قَالُوا : اللَّهُمَّ أَلْهِمْهُمْ أَنْ يَعْمَلُوا بِطَاعَتِكَ
Amal kalian akan ditampakkan dihadapan keluarga dan kerabat kalian di kubur mereka. Jika amal itu baik maka mereka bergembira dengannya. Jika tidak baik, maka mereka berdoa: “Ya Allah, ilhamkanlah mereka agar melakukan ketaatan kepadaMu.”
(HR. Abu Daud Ath Thayalisi, no. 1903)
Sanadnya: Dari Shalt bin Dinar, dari Al Hasan, dari Jabir.
Tentang Shalt bin Dinar, dia telah didhaifkan oleh pada imam seperti Ahmad, Al Jauzajaani, Ad Daruquthni, An Nasa’i, Syu’bah. (Mizanul I’tidal, 2/318) Ditambah lagi, sanadnya terputus karena Al Hasan tidak mendengarkan hadits ini dari Jabir, seperti yang dikatakan Abu Zur’ah dan Abu Hatim.
2. Dari Sufyan, dari “seseorang” yang telah mendengar dari Anas bin Malik, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِنَّ أَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَى أَقَارِبِكُمْ وَعَشَائِرِكُمْ مِنَ الْأَمْوَاتِ، فَإِنْ كَانَ خَيْرًا اسْتَبْشَرُوا بِهِ، وَإِنْ كَانَ غَيْرَ ذَلِكَ، قَالُوا: اللهُمَّ لَا تُمِتْهُمْ، حَتَّى تَهْدِيَهُمْ كَمَا هَدَيْتَنَا
Amal kalian akan ditampakkan dihadapan keluarga dan kerabat kalian di kubur mereka. Jika amal itu baik maka mereka bergembira dengannya. Jika tidak baik, maka mereka berdoa: “Ya Allah, janganlah matikan mereka sampai Engkau memberikan mereka hidayah seperti Engkau memberikan hidayah kepada kami.”
(HR. Ahmad no. 12683)
Syaikh Syu’aib al Arnauth mengatakan: Dha’if, karena ketidakjelasan perawi antara Sufyan dan Anas. (Ta’liq Musnad Ahmad, 20/114)
3. Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menceritakan tentang dialog antar arwah, salah satu dialognya adalah menceritakan kabar Si Fulan di dunia:
إِنَّ فُلَانًا قَدْ فَارَقَ الدُّنْيَا
Si Fulan telah meninggal dunia (HR. Al Bazar no. 9760. Syaikh Al Albani mengatakan: HASAN. Lihat Al Ayat Al Bayyinat, hal. 91)
4. Dari Abu Hurairah pula, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menceritakan dialog antara arwah yang sudah wafat. Mereka bertanya kabar si Fulan di dunia, lalu dijawab:
دَعُوهُ فَإِنَّهُ كَانَ فِي غَمِّ الدُّنْيَا
Biarkan saja, dia telah tenggelam dalam kehidupan dunia.
(HR. An Nasa’i no. 1833. Hadits ini dinyatakan SHAHIH oleh Imam Ibnu Taimiyah. Lihat Majmu’ al Fatawa, 5/450)
Selain itu, hal ini juga disampaikan generasi salaf dalam beberapa atsar shahih dari mereka.
Imam Abdullah bin Al Mubarak Rahimahullah, meriwayatkan bahwa Abu Ayyub Al Anshari Radhiallahu ‘Anhu berkata:
فَيُعْرَضُ عَلَيْهِمْ أَعْمَالُهُمْ ، فَإِذَا رَأَوْا حَسَنًا فَرِحُوا وَاسْتَبْشَرُوا ، وَقَالُوا: هَذِهِ نِعْمَتُكَ عَلَى عَبْدِكَ فَأَتِمَّهَا ، وَإِنْ رَأَوْا سُوءًا قَالُوا: اللَّهُمَّ رَاجِعْ بِعَبْدِكِ
Perbuatan mereka (orang hidup) akan diperlihatkan kepada orang yang wafat, jika mereka lihat baik maka mereka bergembira dan senang, lalu berkata: “Ini nikmatMu atas hambaMu maka sempurnakanlah.” Jika mereka lihat amalnya buruk, mereka berdoa: “Ya Allah, ambillah kembali hambaMu.”
(Az Zuhd no. 443. SHAHIH. Lihat Ash Shahihah no. 2758)
Dalam atsar ini, orang wafat bukan hanya tahu kondisi orang hidup tapi sampai-sampai mereka “mendoakan” orang masih hidup.
Imam Ath Thabari meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu:
إن أعمالكم تعرض على أقربائكم من موتاكم ، فإن رأوا خيرا فرحوا به ، وإن رأوا شرا كرهوه
Amal kalian akan diperlihatkan dihadapan kerabat kalian yang telah wafat, jika mereka lihat ada kebaikan maka mereka senang, jika mereka lihat keburukan maka mereka membencinya.
(Tahdzibul Atsar, 2/510. Sanadnya: HASAN, dengan berbagai jalur yang menjadi syawahid/pendukungnya)
Imam Ibnu Rajab, dari Tsabit al Bunani Rahimahullah, Beliau berkata:
بلغنا أن الميت إذا مات احتوشته أهله وأقاربه الذين تقدموه من الموتى، فلهم أفرح به وهو أفرح بهم من المسافر إذا قدم إلى أهله
Telah sampai kepadaku, bahwa mayit jika wafat diiringi oleh keluarga dan kerabatnya yang mengantar dia pada kematiannya maka mayit tersebut bahagia dengan hal itu, dan dia lebih berbahagia dibanding musafir yang datang ke keluarganya. (Imam Ibnu Rajab, Ahwalul Qubur, hal. 25)
Dari Ubaid bin Umair Rahimahullah:
أهل القبور يتوكفون الأخبار فإذا أتاهم الميت قالوا ما فعل فلان فيقول صالح ما فعل فلان فيقول ألم يأتكم أو ما قدم عليكم فيقولون إنا لله وإنا إليه راجعون سلك به غير سبيلنا
Penghuni kubur itu saling berikan berita, jika datang kepada mereka mayit, mereka bertanya: “Bagaimana kabar si Fulan?” Beliau jawab: “Dia baik-baik saja.” Apa yang dilakukan Fulan? Dia jawab: “Apakah belum datang beritanya kepada kalian?” mereka menjawab: “Innalilahi wa innaa ilaihi raaji’un, dia telah menempuh jalan bukan jalan kami.” (Ibid, hal. 26)
Sufyan Ats Tsauri Rahimahullah berkata:
إن الميت ليعرف كل شيء حتى إنه ليناشد غاسله بالله إلا خففت علي غسلي، قال: ويقال له وهو على سريره: اسمع ثناء الناس عليك
Mayit benar-benar mengetahui segala hal sampai-sampai dia mengadukan kepada Allah tentang orang yang memandikan dirinya, “kecuali jika kamu meringankan cara memandikan diriku.” Dia (Sufyan) berkata: “Dikatakan kepadanya dan dia masih di atas kasurnya: Dengarkanlah pujian manusia atas dirimu.” (Imam As Suyuthi, Busyra Al Kaib bi Liqail Habib, hal. 33)
Dan masih banyak lagi.
Hal ini adalah perkara ghaib yang tidak dapat dijangkau akal, dan membutuhkan dalil dari wahyu dan keterangan yang shahih untuk membenarkannya. Maka, Ucapan para salaf ini – dan kita berbaik sangka kepada mereka- tidaklah mereka ucapkan melainkan berasal dari berita yang shahih.
Oleh karena itu Imam As Suyuthi Rahimahullah pernah mengatakan dalam kesempatan yang lain:
المقرر في فن الحديث والأصول أن ما روي مما لا مجال للرأي فيه كأمور البرزخ والآخرة فإن حكمه الرفع لا الوقف ، وإن لم يصرح الراوي بنسبته إلى النبي صلى الله عليه وسلم
Ketetapan dalam ilmu hadits dan Ushul, bahwa apa-apa yang diriwayatkan tentang hal yang bukan domainnya akal seperti urusan alam barzakh dan akhirat maka dihukumi sebagai berita yang marfu’ (sampai ke Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam) bukan mauquf (sampai ke sahabat saja), walau si perawinya tidak menerangkan bahwa itu berasal dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. (Imam As Suyuthi, Al Hawil Lil Fatawi, 2/217)
Hal serupa dikatakan oleh Imam Al Qurthubi Rahimahullah dalam At Tadzkirah, setelah Beliau memaparkan beberapa atsar tentang ini, Beliau berkata:
هذه الأخبار ، وإن كانت موقوفة ؛ فمثلها لا يقال من جهة الرأي
Berita-berita ini jika statusnya mauquf (hanya sebagai ucapan sahabat) maka yang seperti ini tidaklah mungkin diucapkan berasal dari (semata-mata) pendapat. (At Tadzkirah, hal. 61)
Maksudnya, tidak mungkin sahabat nabi mengatakan hal ini berdasarkan akalnya semata, ini tidak lain hanya berasal dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah menegaskan:
أَن الْأَرْوَاح قِسْمَانِ : أَرْوَاح معذبة ، وأرواح منعمة . فالمعذبة فِي شغل بِمَا هى فِيهِ من الْعَذَاب عَن التزاور والتلاقي ، والأرواح المنعمة الْمُرْسلَة غير المحبوسة تتلاقي وتتزاور وتتذاكر مَا كَانَ مِنْهَا فِي الدُّنْيَا وَمَا يكون من أهل الدُّنْيَا
Arwah itu ada dua macam: 1. Arwah yang sedang diazab, 2. Arwah yang mendapatkan nikmat. Untuk arwah yang diazab mereka sedang sibuk dengan azab itu sehingga mereka tidak saling berjumpa dan mengunjungi. Untuk arwah yang mendapatkan nikmat, mereka bebas saling berjumpa dan mengunjungi, serta saling mengingat tentang apa yang mereka alami di dunia dan apa yang sedang terjadi/dilakukan oleh penduduk dunia. (Ar Ruh, hal. 17)
Imam Ibnu Hajar Al ‘Asqalani Rahimahullah menulis:
وَأما قَوْله إِذا دفن الْمَيِّت ، قَرِيبا من قبر آخر ، أَو بَعيدا ؛ هَل يعرفهُ ويسأله عَن أَحْوَال الدُّنْيَا ؟ فَالْجَوَاب : نعم ، قد ورد فِي ذلك عدَّة أَحَادِيث
Ada pun perkataannya, jika mayit dikuburkan dekat kubur lain atau jauh, apakah dia mengetahui dan menanyakan keadaan di dunia? Jawabnya: Ya, hal itu diterangkan dalam banyak hadits.. (Al Imta’ bil Arbain, hal. 86)
Maka, berbagai dalil, atsar, dan penjelasan ulama, ini menunjukkan bahwa orang beriman yang sudah wafat tahu dan melihat apa yang dilakukan oleh saudara-saudaranya yang masih hidup di dunia. Hanya saja para ulama berbeda pendapat apakah pengetahuan tersebut secara umum saja, ataulah begitu detil tentang perilaku orang yg masih hidup.
Demikian. Wallahu a’lam
🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴
✍ Farid Nu’man Hasan