Daftar Isi
PERTANYAAN:
Di sekolah kami baru bangun musholla semi permanen tujuannya supaya anak tidak harus keluar untuk sholat jumat ke Masjid terdekat, karena salah satu kendala selain kemarin gak ada musholla dan dana untuk transport anak antar jemput ke Masjidnya lumayan besar, tapi ternyata ada kendala jumlah jamaah yang kurang dan ada yang belum baligh, apakah dua hal ini menjadi syarat sholat jumat ya ustadz? (DSW NTT)
JAWABAN
Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu wa Salamu ‘ala Rasulillah wa Ba’d:
Dari pertanyaan di atas ada tiga persoalan yang mencakup di dalamnya, yaitu: shalat Jumat selain di masjid jami’, ta’adudul jum’ah (berbilangnya shalat Jumat di satu tempat), dan jumlah jamaah shalat Jumat.
1. Shalat Jumat Selain di Masjid Jami’
Maksudnya shalat Jumat yang dilakukan di surau, lapangan, aula, basement, atau tempat lapang apa pun selain masjid baik permanen atau bukan. Apa yang ditanyakan bahwa tempat shalat Jumatnya adalah surau yang semi permanen, maka itu boleh menurut mayoritas ulama, kecuali Mailikiyah.
Imam Syihabuddin Ar Ramli mengatakan:
وَلَا يُشْتَرَطُ لَهَا مَسْجِدٌ، وَلَوْ انْهَدَمَتْ أَوْ أُحْرِقَتْ وَأَقَامَ أَهْلُهَا عَلَى عِمَارَتِهَا وَلَوْ فِي غَيْرِ مَظَالٍّ لَمْ يُقْدَحْ فِي صِحَّةِ الْجُمُعَةِ
Masjid tidaklah menjadi syarat untuk shalat Jumat, walau masjid tersebut dihancurkan atau dibakar lalu penduduk tersebut tetap berada di atasnya untuk memakmurkannya walau tanpa atap, itu tidak menodai keabsahan shalat Jumat. (Nihayatul Muhtaj, 2/299)
Imam Sa’id Ribathi al Hadhrami juga mengatakan:
أنه لا يشترط لها مسجد، بل تصح في الفضاء، ولا إذن إمام
Sesungguhnya masjid tidaklah menjadi syarat untuk shalat Jumat, tetapi tetap sah di ruang terbuka, dan tidak (perlu) izin kepada imam. (Syarh al Muqadimah al Hadhramiyah, hal. 387)
Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid Hafizhahullah mengatakan:
لا يشترط للجمعة أن تقام بمسجد أو جامع ، عند جمهور الفقهاء من الحنفية والشافعية والحنابلة ، خلافا للمالكية
Tidak disyaratkan untuk shalat Jumat itu dilakukan di masjid atau masjid jami’, menurut mayoritas ahli fiqih baik Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hambaliyah, kecuali Malikiyah. (Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 153872)
2. Berbilangnya Pelaksanaan Shalat Jumat di Satu Daerah
Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat, sebagaian mengatakan boleh secara mutlak baik ada sebab atau tidak, sebagian lain mengatakan boleh jika karena ada sebab seperti jumlah jamaah yang tidak tertampung di satu masjid, dan inilah pendapat mayoritas. Apa yang ditanyakan karena ada hajat seperti tempat yang jauh dan kesulitan teknis antar jemput anak-anak tersebut, maka itu tidak masalah.
ٍSyaikh Muhammad Nu’aim Sa’i menjelaskan:
جمهور العلماء على عدم جواز تعدد الجمعة في البلد الواحد إذا لم تدع إلى ذلك حاجة، وبه قال مالك والشافعي وأحمد وهو مذهب أبي حنيفة وأصحابه، وقال عطاء: يجوز التعدد
Mayoritas ulama mengatakan tidak bolehnya berbilangnya shalat Jumat di satu negeri jika tidak ada hajat. Inilah pendapat Malik, Syafi’I, Ahmad, Abu hanifah dan pengikutnya. Atha’ berkata: boleh berbilangnya Shalat Jumat. (Mausu’ah Masail al Jumhur fi Fiqhil Islami, 1/231)
Namun, dalam Al Mausu’ah dikatakan bahwa Hanafiyah membolehkan secara mutlak:
لاَ يَجُوزُ عِنْدَ جُمْهُورِ الْفُقَهَاءِ إِقَامَةُ جُمُعَتَيْنِ فِي بَلَدٍ وَاحِدٍ إِلاَّ لِضَرُورَةٍ، كَضِيقِ الْمَسْجِدِ، لأِنَّ الرَّسُول صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْخُلَفَاءَ بَعْدَهُ لَمْ يُقِيمُوا سِوَى جُمُعَةٍ وَاحِدَةٍ. وَتَعَدُّدُ الْجُمُعَةِ فِي الْبَلَدِ الْوَاحِدِ جَائِزٌ مُطْلَقًا عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ، سَوَاءٌ أَكَانَتْ هُنَاكَ ضَرُورَةٌ أَمْ لاَ
Tidak boleh menurut jumhur ahli fiqih mendirikan dua shalat Jumat di satu negeri kecuali karena darurat, seperti masjid yang sempit, karena Rasulullah dan para khalifah setelahnya tidak pernah mendirikan shalat Jumat selain satu saja. Berbilangnya shalat Jumat di satu negeri adalah boleh secara mutlak menurut Hanafiyah, baik ada darurat atau tidak. (Al mausu’ah al fiqhiyah al kuwaitiyah, 12/230)
3. Jumlah jamaah shalat Jumat
Tentang syarat sahnya jumlah jamaah shalat Jumat, para ulama beragam pendapat bahkan menurut Al Hafizh Ibnu Hajar ada 15 pendapat. (Fathul Bari, 2/243)
Dalam mazhab Syafi’i dan Hambali mensyaratkan 40 laki-laki warga setempat:
تقام الجمعة بحضور أربعين فأكثر بالإمام من أهل القرية المكلفين الأحرار الذكور المستوطنين
Pelaksanaan shalat Jumat dihadiri 40 atau lebih bersama imam dari penduduk yang sudah mukallaf, merdeka, laki-laki, dan pemukim. (Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, 2/1279)
Namun tidak ada dalil shahih yang menyebut jumlah spesifik jamaah shalat Jumat, seperti yang dikatakan Syaikh Wahbah Az Zuhaili:
ويظهر لي أن الجمعة تتطلب الاجتماع، فمتى تحققت الجماعة الكثيرة عرفاً، وجبت الجمعة وصحت، وليس هناك نص صريح في اشتراط عدد معين. والجماعة في الجمعة شرط بالاتفاق
Menurutku yang benar adalah shalat Jumat dituntut adanya jamaah, maka ketika terealisir sekumpulan orang yang banyak menurut makna ‘urf (tradisi) maka wajib shalat Jumat dan sah, tidak ada nash yang jelas yang mensyaratkan jumlah secara khusus. Berjamaah dalam shalat Jumat adalah syarat berdasarkan kesepakatan ulama. (Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, 2/1279)
Dalam mazhab Hanafi, tiga orang (termasuk imam) pun Sah. Berdasarkan keumuman makna Jamaah.
Dari Abu Musa Al Asy’ari Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
اثْنَانِ فَمَا فَوْقَهُمَا جَمَاعَةٌ
“Dua orang atau lebih adalah jamaah.”
(HR. Ibnu Majah, No. 972. Al Hakim, Al Mustadrak ‘alash Shahihain, No. 7957. Al Haitsami mengatakan: “Di dalamnya ada Muslimah bin Ali seorang yang dhaif.” Majma’ Az Zawaid, 2/45)
Imam Bukhari telah menjadikan teks hadits ini menjadi judul salah satu Bab dalam kitab Shahih-nya, yakni Bab ke-7 dari Kitabul Jamaah wal Imamah yakni Bab: Itsnan famaa fauqahumaa Al Jama’ah (Dua orang dan lebih adalah jamaah).
Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah:
والرأي الراجح أنها تصح باثنين فأكثر
“Dan pendapat yang kuat adalah shalat Jumat tetap sah dengan DUA orang atau lebih.” (Fiqhus Sunnah, 1/305)
Berkata Imam Asy Syaukani Rahimahullah:
وَقَدْ انْعَقَدَتْ سَائِر الصَّلَوَات بِهِمَا بِالْإِجْمَاعِ ، وَالْجُمُعَة صَلَاة فَلَا تَخْتَصّ بِحُكْمٍ يُخَالِف غَيْرهَا إلَّا بِدَلِيلٍ ، وَلَا دَلِيل عَلَى اعْتِبَار عَدَد فِيهَا زَائِد عَلَى الْمُعْتَبَر فِي غَيْرهَا
“Menurut ijma’ (kesepakatan), semua shalat sudah disebut berjamaah walau pun DUA ORANG, dan SHALAT JUMAT JUGA DEMIKIAN, tidak ada kekhususan hukum baginya yang berbeda dengan shalat lainnya, kecuali dengan dalil. Dan tidak dalil yang menunjukkan bahwa jumlah jamaah shalat Jumat mesti lebih dari shalat selainnya.” (Nailul Authar, 5 289)
Hal ini perkuat oleh penelitian sebagian ulama bahwa tidak ada ketentuan baku yang menjadi standar jumlah minimal jamaah shalat Jumat.
Imam Asy Syaukani mengatakan pula:
وقد قال عبد الحق: إنه لا يثبت في عدد الجمعة حديث، وكذلك قال السيوطي: لم يثبت في شئ من الاحاديث تعيين عدد مخصوص
Abdul Haq telah berkata: “Tidak ada hadits yang shahih tentang jumlah jamaah shalat Jumat.” Begitu pula kata Imam As Suyuthi: “Tidak ada satu pun yang shahih dari hadits-hadits yang mengkhususkan jumlah tertentu.” (Ibid, 5/289)
Pandangan Syaikh Wahbah Az Zuhaili nampaknya paling pertengahan di antara semuanya.
Maka, untuk soal yang ditanyakan, jika anak-anak jumlahnya sudah cukup dikatakan banyak secara tradisi -walau sdh dikurangi dgn yang belum baligh, maka sudah sah shalat Jumat.
Demikian. Wallahu A’lam
✍ Farid Nu’man Hasan