Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Salam, bersabda:
لَيْسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيرَنَا وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ
“Tidak termasuk ummatku orang yang tidak menghormati yang lebih tua, tidak mengasihi yang lebih muda dan tidak pula mengerti hak seorang ulama.” (HR. Ahmad no. 21693. Syaikh Syuaib Al Arnauth mengatakan: shahih lighairih)
Pertama kali kami membaca karyanya sewaktu masih SMA, yaitu Halal dan Haram Dalam Islam, serta Urgensi Harakah Islamiyah.
Setelah itu selalu memburu karya-karya Beliau seperti Min Fiqhid Daulah (Fiqih Negara), Fiqhul Awlawiyat (Fiqih Prioritas), Fatawa Mu’ashirah (Fatwa-Fatwa Kontemporer), Fiqhuz Zakah (Fiqih Zakat), dan karya-karya Beliau lainnya di berbagai bidang.
Sangat nikmat membaca karya-karyanya. Ada corak dan karakter yang berbeda membaca pemikiran Syaikh Yusuf Al Qaradhawi ketika membahas persoalan terutama dalam fiqih dan fatwa, yaitu membangun struktur berpikir, memaparkan persoalan dari banyak sisi, menyelaraskan dengan ayat dan hadits yang terkait, ditambah penjelasan ulama salaf dan khalaf, analisa pendapat-pendapat tersebut, lalu kesimpulan menurut pandangannya dan ditutup dengan nasihat.
Oleh karenanya, kita dapatkan pembahasan Beliau Rahimahullah pada satu persoalan membutuhkan uraian lebih dari dua halaman buku. Seolah Beliau bukan hanya ingin menjawab tapi juga mendidik, mengarahkan, menasihati, dan mengobati, karena sejatinya seorang ulama dan mufti juga seorang da’i, dokter, dan orang tua bagi umat.
Kalau boleh kami bandingkan, gaya Beliau berbeda dengan para mufti dan ulama lain di masanya, yang memberikan jawaban atas persoalan langsung menjawab Iya dan Tidak, Boleh dan Terlarang, dengan sedikit pembahasan kadang hanya satu atau dua paragraf. Hal ini bisa dibuktikan dalam buku Fatwa-Fatwa Kontemporer di semua jilid, dengan kitab-kitab fatwa selainnya.
Ibarat permainan sepak bola, nampaknya bukan hanya ingin gol tapi juga keindahan permainan dan sportivitas. Tidak langsung tendangan bebas apalagi pinalti.
Hal lain yang menarik adalah Beliau juga memperhatikan dari negeri mana penanya berasal, apa profesinya, dsb, sehingga Beliau bisa memberikan jawaban yang tepat dengan kondisi penanya, dan tidak terpaku pada teks saja.
Cara Beliau mengingatkan kami pada nasihat Imam Al Qarafi kepada para mufti:
فمهما تجدد في العرف اعتبره ومهما سقط أسقطه ولا تجمد على المسطور في الكتب طول عمرك بل إذا جاءك رجل من غير أهل إقليمك يستفتيك لا تجره على عرف بلدك واسأله عن عرف بلده وأجره عليه وأفته به دون عرف بلدك ودون المقرر في كتبك فهذا هو الحق الواضح والجمود على المنقولات أبدا ضلال في الدين وجهل بمقاصد علماء المسلمين والسلف الماضين
“Bagaimanapun yang baru dari adat istiadat perhatikanlah, dan yang sudah tidak berlaku lagi tinggalkanlah. Jangan kamu bersikap tekstual kaku pada tulisan di kitab saja sepanjang hayatmu.
Jika datang kepadamu seorang dari luar daerahmu untuk meminta fatwa kepadamu, janganlah kamu memberikan hukum kepadanya berdasarkan adat kebiasaan yang berlaku di daerahmu, tanyailah dia tentang adat kebiasaan yang terjadi di daerahnya dan hargailah itu serta berfatwalah menurut itu, bukan berdasarkan adat kebiasaan di daerahmu dan yang tertulis dalam kitabmu. Itulah sikap yang benar dan jelas.
Sedangkan sikap selalu statis pada teks adalah suatu kesesatan dalam agama dan kebodohan tentang tujuan para ulama Islam dan generasi salaf pendahulu.”
(Imam Al Qarafi, Al Furuq, Juz. 1, Hal. 176-177. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah. Beirut. 1418H-1989M. Tahqiq: Khalil Al Manshur)
Beliau bukan hanya seorang yang pakar dalam fiqih, tapi juga keilmuan lainnya seperti Aqidah, Hadits, Ushul Fiqih, Dakwah dan Harakah dan jihad, Biografi Ulama, Tazkiyatun Nafs, Pemikiran, dan Sejarah. Dari hampir 200 judul karya tulisnya, semua bidang ini Beliau tulis lebih dari dua judul. Hampir semuanya Best Seller.
Maka tidak salah jika banyak tokoh di berbagai negeri Islam menyebutnya al ‘allamah, mujtahid zaman ini, mausu’i (ensiklopedi), dan seorang imam zaman ini.
Ditambah lagi keterlibatan Beliau di Medan jihad melawan Inggris di masa mudanya, serta medan amal di masa dewasa dan tuanya, serta sikap istiqamahnya dalam menjaga jarak dengan penguasa zalim.
Beliau manusia biasa yang juga bisa salah dan tergelincir, baik pada ucapan, tulisan, dan fatwanya, karena ma’shum hanya milik Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
Kita tidak selalu setuju dengan pendapatnya, tapi bukan berarti menjadi halal menjelek-jelekkannya apalagi menghinanya dan menuduhnya dengan tuduhan yang buruk.
Kematiannya pekan lalu membuat rasa kehilangan jutaan pengagumnya dan ribuan murid-muridnya. Doa kebaikan dan shalat ghaib dilakukan di banyak negeri Islam. Keabadian hanya milik Allah Ta’ala.
Sebaliknya, kematiannya pula membuat senang zionis, liberal, penguasa zalim dan para pendukungnya, kaum munafik, ahlul fitnah, dan orang-orang yang dengki terhadap dirinya. Karena tidak ada satu pun ulama dulu dan sekarang yang selamat dari lisan kaum
Semoga Allah Ta’ala limpahkan kasih sayangNya kepada Syaikh Al Qaradhawi, kesejukan dan kelapangan di alam kuburnya, memasukannya ke surgaNya bersama Shiddiqin, Syuhada, dan Shalihin. Aamiin.
✍ Farid Nu’man Hasan