Allah Ta’ala menciptakan manusia terdiri atas jasad, ruh, dan akal. Masing-masing ada nutrisinya.
Salah satu nutrisi bagi ruh adalah mengistirahatkan jiwa dan hati dengan hal-hal yang ringan, gurauan, dan hiburan yang halal.
Islam mengajarkan keseimbangan dalam memperhatikan semua sisi pada diri manusia
Oleh karena itu, Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu berkata:
رَوِّحوا القُلُوب وابتغوا لها طَرائف الحكمة؛ فإنها تَمَلُّ كما تَمَلُّ الأبدان
Istirahatkanlah hati dan carilah nutrisi hikmah untuknya. Karena hati bisa jenuh sebagaimana badan bisa lelah.
(Al Khathib Al Baghdadi, Al Jami’ Li Akhlaq Ar Rawi Wa Adan as Sami’, jilid. 2, hal. 129)
Islam tidak mengajarkan berwajah masam dan murung, tapi hendaknya berwajah manis dan tersenyum.
عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ
قَالَ لِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَحْقِرَنَّ مِنْ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ
Dari Abu Dzar dia berkata; Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadaku:
“Janganlah kamu anggap remeh sedikitpun kebaikan, walaupun kamu hanya bermanis wajah kepada saudaramu (sesama muslim) ketika bertemu.”
(HR. Muslim No. 2626)
Syaikh Al ‘Allamah Yusuf Al Qaradhawi mengatakan:
“Tertawa termasuk ciri khas manusia, ada pun hewan tidak bisa tertawa, dan tertawa adalah respon yang muncul dari pengetahuan terhadap ucapan yang di dengar, atau kejadian yang dilihat, sehingga memunculkan tawa. Oleh karenanya ada ungkapan: Al Insan haiwan dhaahik (Manusia adalah makhluk yang humoris). Karenanya, ini membenarkan perkataan: “Aku tertawa, jadi aku adalah manusia.”
(Fiqh Al Lahwi wat Tarwiih, Hal. 20. Maktabah Wahbah, Kairo)
Namun demikian, semua ini dilakukan secara proporsional, tidak berlebihan, tidak dibarengi dusta, tidak pula cara-cara yang menyakitkan diri sendiri dan orang lain, serta tidak pula mempermainkan agama.
Wallahul Muwafiq Ila Aqwamith Thariq
Wallahu A’lam bish Shawwab
✍ Farid Nu’man Hasan