Jika saat ini Anda mengalami:
– Malas hadir halaqah, kajian, ta’lim, padahal dulunya semangat
– Malas membaca Al Quran, padahal dulunya begitu giat
– Tidak merasa bersalah melihat aurat, padahal dulunya sangat takut dosa
– Menghindar dari aktivitas dakwah dan keislaman, setelah dulunya sebagai motor penggerak dan penuh dengan berbagai amanah
– Pembicaraan selalu dunia, dunia, dan dunia, padahal dulunya Allah, Rasul, Islam, Al Quran, dan Sunnah
Ketahuilah, itulah FUTUR, yaitu lemah setelah kuat, malas setelah semangat, menghilang setelah eksis. Jauh-jauh hari, Rasulullah ﷺ telah bersabda:
إِنَّ لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَّةً ، وَإِنَّ لِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةً ، فَمَنْ كَانَتْ شِرَّتُهُ إِلَى سُنَّتِي فَقَدْ أَفْلَحَ ، وَمَنْ كَانَتْ شِرَّتُهُ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَقَدْ هَلَكَ
Setiap amalan itu ada masa semangatnya, dan setiap masa semangat ada masa malasnya. Siapa yang semangatnya dalam koridor ajaranku, maka ia sungguh beruntung. Namun siapa yang sampai futur (malas) hingga keluar dari ajaranku, maka dialah yang binasa.” (Hr. Ahmad. Sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim, demikian kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth)
Daftar Isi
Sebab-Sebab Futur
Futur tidaklah muncul begitu saja tapi ada sebab yang mendahuluinya. Di antaranya:
1. Tidak Ikhlas
Ikhlas adalah salah satu unsur utama keistiqamahan seseorang pada kebaikan. Ketika kebaikan yang dia lakukan bertujuan pujian, sanjungan, dan like jempol orang lain, dan ternyata itu tidak dia dapatkan maka biasanya dia akan berhenti dan kecewa. Tidak lagi melanjutkan kebaikan tsb.
Hal ini secara implisit telah dikatakan Rasulullah ﷺ:
إِنَّ لِكُلِّ شَيْءٍ شِرَّةً وَلِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةً فَإِنْ كَانَ صَاحِبُهَا سَدَّدَ وَقَارَبَ فَارْجُوهُ وَإِنْ أُشِيرَ إِلَيْهِ بِالْأَصَابِعِ فَلَا تَعُدُّوهُ
“Sesungguhnya pada setiap sesuatu itu ada saat semangatnya dan setiap masa semangat ada masa melemahnya, jika pelakunya senantiasa bersikap istiqomah dan mendekat, berharaplah dia bisa tetap (semangat), sebaliknya jika ia hanya ingin ditunjuk dengan jari (sanjungan, pent.) maka janganlah orang itu kalian anggap (orang baik).” (HR. At Tirmidzi no. 2453, hasan shanih)
2. Trend atau Ikut-ikutan
Ini juga faktor futur yang sering terjadi. Kebaikan yang dilakukan tidak muncul dari kesadaran dirinya tapi karena melihat fenomena orang lain. Manusia ke Barat dia ikut, manusia ke Timur dia ikut. Ketika trend ini sedang hit dia pun ikut, ketika trend ini surut maka dia pun ikut surut, walau bisa jadi ada yg awalnya karena trend lalu berubah menjadi kesadaran. Rasulullah ﷺ memberikan nasihat:
لَا تَكُونُوا إِمَّعَةً تَقُولُونَ: إِنْ أَحْسَنَ النَّاسُ أَحْسَنَّا، وَإِنْ ظَلَمُوا ظَلَمْنَا، وَلَكِنْ وَطِّنُوا أَنْفُسَكُمْ، إِنْ أَحْسَنَ النَّاسُ أَنْ تُحْسِنُوا، وَإِنْ أَسَاءُوا فَلَا تَظْلِمُوا
“Janganlah kalian menjadi orang yang tidak memiliki pendirian (ima’ah) yang berkata, ‘Jika orang-orang berbuat baik, kami pun berbuat baik, dan jika mereka berbuat zalim, kami pun berbuat zalim.’ Tetapi, teguhkanlah diri kalian; jika orang-orang berbuat baik, kalian juga berbuat baik, dan jika mereka berbuat jahat, maka janganlah ikut kalian berbuat zalim.” (HR. Tirmidzi, no. 2007, hadits hasan)
3. Maksiat yang dibiarkan
Seorang yang berada dalam arus kebaikan, tidak lantas menjadi manusia suci. Sebab, semua pasti pernah berbuat salah dan dosa, dan yang terbaik dari yang berbuat dosa adalah yang mau bertobat.
Namun, masalah muncul jika dia membiarkan dosa tersebut berlarut-larut, dianggap enteng, akhirnya maksiat tersebut dominan dalam hati, pikiran, jiwanya dan tindakan. Sampai akhirnya dia sulit keluar dari situasi itu, maka kebaikan pun tidak lagi menjadi budayanya.
Imam Ibnul Qayyim menerangkan salah satu bahaya pembiaran thdp maksiat:
حِرْمَانُ الطَّاعَةِ، فَلَوْ لَمْ يَكُنْ لِلذَّنْبِ عُقُوبَةٌ إِلَّا أَنْ يَصُدَّ عَنْ طَاعَةٍ تَكُونُ بَدَلَهُ، وَيَقْطَعَ طَرِيقَ طَاعَةٍ أُخْرَى، فَيَنْقَطِعَ عَلَيْهِ بِالذَّنْبِ طَرِيقٌ ثَالِثَةٌ، ثُمَّ رَابِعَةٌ، وَهَلُمَّ جَرًّا، فَيَنْقَطِعُ عَلَيْهِ بِالذَّنْبِ طَاعَاتٌ كَثِيرَةٌ
Di antara dampak buruk dari dosa adalah terhalangnya seseorang dari ketaatan. Seandainya dosa tidak membawa hukuman apa pun kecuali membuat seseorang luput dari satu amal ketaatan yang seharusnya menjadi gantinya, lalu memutus jalannya menuju amal ketaatan yang lain, kemudian tertutup pula jalan menuju amal ketiga, lalu keempat, dan seterusnya—maka cukuplah itu (terhalangnya dari ketaatan, pent) sebagai hukuman yang besar. Sebab, dengan satu dosa saja, seseorang bisa kehilangan banyak kesempatan untuk beramal saleh. (Ad Da’u wad Dawaa’)
4. Adanya Konflik
Adanya konflik seseorang kepada orang lain, baik persoalan keluarga, tempat kerja, masyarakat, bahkan konflik dengan sesama teman pengajian juga menjadi faktor terjadinya futur. Baik konflik persoalan politik, utang piutang, dsb.
Tadinya, sekadar ingin menjaga jarak dengan satu-dua orang yang konflik dengannya, namun lama kelamaan berubah menjauh dari semuanya. Awalnya tidak suka dengan satu-dua orang, lama kelamaan tidak suka dengan semuanya. Akhirnya budaya kebaikan yang dulu menjadi rutinitasnya bersama kawan-kawannya tidak lagi dia lakukan.
5. Berlebihan dalam ibadah tanpa keseimbangan
Melakukan banyak amal sekaligus, secara ekstrem, tanpa jeda atau tanpa hikmah, bisa menyebabkan kelelahan ruhani. Nabi ﷺ bersabda:
إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ ..
“Sesungguhnya agama ini mudah. Siapa yang memaksakan diri dalam agama, maka ia akan dikalahkan olehnya…”
(HR. Bukhari no. 39)
6. Jenuh
Ini juga menjadi faktor futur yang cukup sering. Sebab, jenuh dan semangat adlh dua sisi manusiawi yang selalu menghampiri manusia di tengah aktivitasnya, apa pun itu.
Ketika kejenuhan itu menghampiri, dan dia tidak pandai mensiasatinya maka dia akan berlama-lama dengan kejenuhan itu dan sulit untuk kembali bangkit. Sekali pun bangkit, dia tidak lagi bangkit bersama kebaikan yang dulu pernah menyelamatkan masa lalu hidupnya dari kegelapan dan kebodohan tapi dia bersama kondisi dan komunitas yang menjerumuskannya dalam kegelapan baru.
Solusi dan obatnya
– Taubat dan istighfar – karena dosa adalah sumber penyakit hati.
– Membangun rutinitas ibadah yang ringan tapi kontinyu – seperti sabda Nabi ﷺ:
“Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang paling terus-menerus walaupun sedikit.” (HR. Bukhari-Muslim)
– Menjaga lingkungan yang shaleh – dekat dengan orang-orang berilmu dan beramal.
– Menghidupkan hati dengan tadabbur Al-Qur’an dan dzikir.
– Menghadiri majelis ilmu dan peringatan akhirat.
– Berdoa agar diteguhkan hati – Nabi ﷺ sering berdoa:
“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hatiku di atas agama-Mu.”
– Tidak perfeksionis dalam memandang manusia dan komunitas, posisikan mereka sebagaimana manusia biasa yang bisa salah dan benar. Agar kita tidak mudah kecewa dan bad mood hanya karena kekeliruan mereka.
Wallahu A’lam
Wa Shalallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam
✍️Farid Nu’man Hasan


