Sekali Mandi Wajib untuk Junub dan Haid Sekaligus

▫▪▫▪▫▪▫▪

📨 PERTANYAAN:

Aslm izin tanya ust. Ketika seseorg junub tp belum bersuci…ternyata pagi hari didapatinya mendapat haid..
Bgm cara bersucinya . Niatnya dobel atau bagaimana ust. Syukron (+62 813-8618-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ..

Bolehkah mandi junub dan haid dalam sekali mandi? Ya boleh, misalkan seorang istri jima’, tidak lama kemudian dia haid, dan belum sempat mandi junub, maka keadaan ini tidak apa-apa baginya hanya sekali mandi saat selesai haidnya nanti. Sebab Nabi ﷺ pernah menggilir beberapa istrinya dalam satu malam tapi Beliau ﷺ hanya melakukan sekali mandi.

Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يطوف على نسائه بغسل واحد

Bahwa Nabi ﷺ pernah berkeliling menggilir istri-istrinya dengan sekali mandi.(HR. Muslim no. 309)

Baca Juga: Tata Cara Mandi Janabah/Mandi Besar/Mandi Wajib

Hal ini sama dengan orang yang buang angin, lalu dia buang besar, buang air kecil, maka dia tidak usah tiga kali wudhu, cukup baginya hanya sekali wudhu saja untuk menghilangkan kondisi hadats itu semua. Juga sama dengan orang yang junub di hari Jumat, lalu dia mandi junub dan mandi jumat sekaligus, maka ini juga boleh.

Imam An Nawawi Rahimahullah berkata:

ولو نوى بغسله غسل الجنابة والجمعة حصلا جميعا هذا هو الصحيح

Seandainya mandinya itu berniat dengan mandi janabah dan Jumat, maka kedua mandi itu telah didapatkannya. Inilah yang benar. (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 1/368)

Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah juga berkata:

فإن اغتسل للجمعة والجنابة غسلا واحدا ونواهما أجزأه ولا نعلم فيه خلافا

Sesungguhnya mandi karena Jumat dan Junub dengan sekali mandi dengan meniatkan keduanya itu sudah mencukupi, dan kami tidak ketahui adanya perselisihan dalam masalah ini. (Al Mughni, 2/199)

Imam As Suyuthi Rahimahullah berkata:

إذا اجتمع أمران من جنس واحد ولم يختلف مقصودهما دخل أحدهما في الآخر غالبا فمن فروع ذلك إذا اجتمع حدث وجنابة كفى الغسل على المذهب كما لو اجتمع جنابة وحيض

Jika berkumpul dua hal dalam satu jenis yang sama, namun maksud keduanya tidak berbeda maka biasanya yang satu sudah mencakup yang lainnya. Perincian masalah ini, seperti jika berkumpul antara hadats dan junub maka cukuplah sekali mandi menurut madzhab (Syafi’iy), sebagaimana seandainya berkumpul antara junub dan haid. (Al Asybah wan Nazhair, 1/288)

Demikian. Wallahu A’lam

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

Pemanfaatan Tanah Waqaf

▪▫▪▫▪▫▪▫▪

📨 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum….ustadz saya mau tanya…..bagaimana hukumnya bila ada seseorang berniat wakaf tanah untuk kepentingan pembelajaran Islam (rumah tahfidz dll)….tapi juga akan dimanfaatkn di tanah wakaf tersebut untuk bisnis yang lebih cenderung ada unsur sosialnya. Dan ini sepengetahuan orang yang punya wakaf tsb. Terima kasih utk penjelasan ustadz 🙏 (+62 878-7461-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah ..

Seseorang yang mewaqafkan tanahnya biasanya ada dua keadaan:

1⃣ Dia tidak mengkhususkan untuk apa pemanfaatannya, alias global saja

Untuk jenis ini maka Nazhir (pengelola waqaf) boleh memanfaatkannya sesuai kebiasaan yang ada di daerahnya dan zamannya.

Imam Abu Bakar Syatha Ad Dimyati Rahimahullah berkata:

أنه حيث أجمل الواقف شرطه اتبع فيه العرف
المطرد في زمنه لأنه بمنزلة شرط الواقف

Bahwa jika pewaqaf meng-globalkan syarat waqafnya maka pemanfaatannya mengikuti tradisi yang paling umum di zamannya karena hal itu kedudukannya sama dgn syarat dari pewaqaf. (I’aanah Ath Thaalibin, 1/69)

Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Rahimahullah ditanya tentang waqaf yang belum jelas ke arah mana pemanfaatannya, Beliau menjawab:

يجب صرفه علي ما جرت به عادة الاولين فيه …

Wajib dimanfaatkan sesuai kebiasaan orang-orang awal yang biasa berlangsung di sana ..

(Al Fatawa Al Kubra, 3/259)

2⃣ Dia mengkhususkan dengan menyebut: waqaf ini untuk dijadikan Masjid, untuk pesantren, dst.

Untuk jenis ini, maka Nazhir mesti sesuai amanahnya, bukan buat lainnya.

Jika 1000 m yg diwaqafkan untuk pendirian rumah Al Quran, maka seluas itulah dijadikan kompleks rumah Al Qur’an tsb, dan hal yg terkait pengelolaannya baik gedung utama, parkirannya, wc, tamannya, sekretariat, perpustakaan, dan apa pun untuk kepentingan rumah Al Qur’an tsb.

Ada pun jika sebagian tanah dijadikan untuk bikin toko, maka hal itu mesti dikembalikan pada kemakmuran dan kemajuan rumah Al Qur’an tsb.

Demikiam. Wallahu A’lam

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

Ulama Berpolitik, Why Not?

▪▫▫▫▫▫▫▫▫▪

📌 Politik itu kotor, .. oh ya? Imam Ibnu ‘Aqil mengatakan: “Politik adalah segala tindakan yang membuat manusia semakin dekat dengan kebaikan dan semakin jauh dari kerusakan.” (I’lamul Muwaqi’in, 2/26)

📌 Politik itu sadis, .. masa sih? Imam Ibnul Qayyim mengatakan: “Sesungguhnya kami menamakan POLITIK, karena mengikuti istilah mereka, padahal itu adalah keadilan Allah dan RasulNya.” (Ibid)

📌 Jadi, yang bilang politik itu kotor dan kejam, karena mereka melihat fenomena perilaku penjahat-penjahat politik .. yang lebih pas disebut sebagai penumpang gelap di gerbong politik.

📌 Mereka tidak melihat pada bagaimana para ulama membimbing umat dalam teori politik Islam

📌 Maka, mengatakan “ulama jangan berpolitik” merupakan racun berbalut gula ..

📌 Gula, karena nampaknya begitu manis dan bijak, mensucikan agama ..

📌 Racun karena sesungguhnya itu adalah gagasan sekulerisme, yang menjauhkan agama dari kehidupan manusia ..

📌 Ide ini memberikan apresiasi besar kepada para ulama yang hanya di pondok pesantren kajian-kajian, masjid-masjid, .. tapi ulama yang membicarakan ekonomi syariah, politik, negara, kepemimpinan, kekuasaan, adalah musuh bagi mereka.

📌 Maunya mereka ulama itu cukup membicarakan hati dan ruhani, .. dan sekarung khilafiyah fiqih, sebab kesibukan ulama di situ membuat kezaliman penguasa tidak tersentuh ..

📌 So, Biarlah ulama kami berpolitik sebagaimana Khulafaur Rasyidin; ulama dan umara sekaligus

📌 Sebagaimana Umar bin Abdil Aziz, ulama, umara, mujaddid, dan juga mujtahid ..

📌 Jgn pisahkan ulama kami dari kehidupan berbangsa dan bernegara kami ..

Wallahu yahdina ilaa sawaa’is sabiil

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

Ucapan “Sembah Sujud Kepada Ayah dan Ibu”, Apakah merusak aqidah?

▪▫▪▫▪▫▪▫

📨 PERTANYAAN:

Assalamualaikum
Semoga allah merahmati kita semua.
Sering beredar di daerah2 terutama daerah sy
Seperti,”sembah sujud untuk si ibu dan bapak,sembah sujud dari pengantin untuk orang tua dan lainnya”
Apakah bahasa tersebut diperbolehkan atau mengandung mudarat yg besar? (+62 822-8352-xxxx)

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh ..

Secara zahir (tekstual) itu adalah syirik lafzhiyah, syirik dalam pengucapan.

Namun, pada pemakaiannya … tradisi yg terjadi tidaklah memaksudkan itu sebagai sujud, tapi penghormatan saja tanpa aktivitas sujud itu sendiri.

Hal ini sama dengan perintah Allah Ta’ala kepada Malaikat dan Iblis: Usjuduu liaadama fasajaduu illaa ibliis – Sujudlah kalian kepada Adam, lalu mereka pun sujud kecuali Iblis ..

Jika ayat ini dipahami secara harfiyah, tentu akan ada yang menuduh Allah Ta’ala membolehkan menyembah kepada manusia. Padahal tidak demikian.

Imam Ibnu Katsir menjelaskan tentang makna sujud dalam ayat ini: at tawaadhu’ wal khudhuu’ – rendah hati dan tunduk. (Tafsir Ibnu Katsir, 1/54)

Maka, kalimat “sembah sujud kepada ibu dan bapak” dari seorang anak, selama tidak diwujudkan dengan benar-benar ruku’ dan sujud, mesti dipahami sebagai penghormatan sebagaimana umumnya yang dipahami masyarakat. Mereka tidak memaksudkannya sebagai menyembah.

Sesuai kaidah fiqih:

الامور بمقاصدها

Menilai perkara tergantung maksud-maksudnya

Namun, demikian jika seandainya diganti dengan kalimat yang lebih aman tentu lebih utama. Seperti “Hormat dan cinta kami kepada ibu dan bapak”, agar terhindar dari kontroversi.

Demikian. Wallahu A’lam

📙📘📕📒📔📓📗

🖋 Farid Nu’man Hasan

scroll to top