Mengganti Nama yang Buruk

Pertanyaan

Assalamu alaikum. Afwan ustadz, jk qt ada tugas luar kota selama bbrp hari. Apakah qt bisa menjamak dan mengqoshor sholat walaupun qt sdh tiba dan tinggal bbrp hr d daerah tersebut ? Dan jk bs, brp hari bolehnya ustadz ? Afwan wa jazakallahu khoir (+62 813-3434-xxxx)


 JAWABAN

▪▫▪▫▪▫▪▫

Wa’alaikumussalam Wa Rahmatullah

Itu tergantung jenis safarnya.. Ada beberapa model safar:

1. Safar yang jelas kapan pulangnya.

Maka, Imam Abu Hanifah mengatakan 14 hari. Imam Malik dan Imam asy Syafi’i mengatakan 4 hari. Sedangkan Imam Ahmad bin Hambal mengatakan 3 hari.

2. Safar yang tidak jelas kapan pulangnya. Seperti mujahidin, perantau..

Maka, selama itu pula dia boleh qashar sebab dia dihitung masih musafir.

Rasulullah ﷺ pernah mengqashar 20 hari saat di Tabuk. Beberapa sahabat nabi seperti Umar, Anas, Ibnu Umar, mereka qashar ada yang 6 bulan, 1 tahun, bahkan 2 tahun.

3. Safarnya untuk pindahan domisili. Misal mau pindah rumah dari Jakarta ke Bandung. Maka, dia boleh qashar hanya saat perjalanan. Sebab, sesampainya di Bandung dia sudah jadi mukimin (penduduk tetap).

Ada pun jamak, kapan pun boleh dilakukan -selain karena safar- dengan syarat adanya hajat dan masyaqqah (kesulitan) seperti hujan deras, sakit berat, kesibukan/pekerjaan yang amat sulit ditinggalkan atau bahaya jika ditinggalkan, dan beragam kesulitan lainnya.

Wallahu a’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

Bersuci dengan Air Musta’mal

 PERTANYAAN:

tadz izin tanya, apakah salah satu syarat mandi wajib airnya harus yang bersifat mustamal


 JAWABAN

▪▫▪▫▪▫▪▫

Air musta’mal adalah air bekas bersuci yaitu yang menetes dari anggota tubuh setelah bersuci. Bersuci -baik wudhu dan mandi wajib- tidak sah dengan air musta’mal menurut umumnya ulama kecuali Malikiyah. Malikiyah membolehkan, namun makruh jika ada air lain yang bukan musta’mal.

Maka, hendaknya wudhu dan mandi wajib dengan air muthlaq alias air yg masih alami kesuciannya seperti air hujan, air tanah, telaga, sungai yg belum tercemar, laut, embun, sumur, dan salju.

Di negara kita paling umum adalah air tanah, sumur, telaga, dan sungai.

Wallahu A’lam

 Farid Nu’man Hasan

Hukum Membagikan Daging Qurban Kepada Non Muslim

 PERTANYAAN:

Assalamu alaikum ustadz, terkait kebijakan panitia Qurban memberikan hewan qurban kepada tetangga non islam yang berada disekeliling musholla, sebagai niat dakwah dan menjalin persaudaraan sesama manusia karena mungkin selama ini musholla membuat ketidak nyamanan buat tentangga2 non Islam tersebut. Hal ini apakah diperbolehkan ustadz? (Handri S)


 JAWABAN

▪▫▪▫▪▫▪▫

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Ada tiga pendapat dalam hal tersebut.

1. Tidak boleh secara mutlak

Ini pendapat sebagian Syafi’iyah. Imam Sulaiman bin Umar Al Jamal Rahimahullah mengatakan:

وَلَوْ ارْتَدَّ الْمُضَحِّي لَمْ يَجُزْ لَهُ الْأَكْلُ مِنْ أُضْحِيَّتِهِ كَمَا لَا يَجُوزُ إطْعَامُ كَافِرٍ مِنْهَا مُطْلَقًا

“Seandainya orang yang berqurban itu murtad, maka tidak boleh baginya makan bagian hewan qurbannya, sebagaimana tidak boleh memberikan kepada orang kafir bagian darinya secara mutlak.” (Hasyiyah Al Jamal, 5/259)

Maksud “mutlak” adalah keseluruhan orang kafir, baik dzimmiy dan harbiy, kaya atau miskin, baik pada qurban wajib atau sunnah.

Alasannya adalah:

إذْ الْقَصْدُ مِنْهَا إرْفَاقُ الْمُسْلِمِينَ بِالْأَكْلِ لِأَنَّهَا ضِيَافَةُ اللَّهِ لَهُمْ فَلَمْ يَجُزْ لَهُمْ تَمْكِينُ غَيْرِهِمْ مِنْهُ

Sebab, maksud dari qurban adalah sebagai kasih sayang kepada kaum muslimin dengan memberikan makan, karena itu merupakan jamuan dari Allah bagi kaum muslimin maka tidak sah bagi mereka jika memberikannya kepada selain kaum muslimin. (Ibid)

2. Makruh

Ini pendapat Malikiyah dan Imam Laits bin Sa’ad (sezaman dgn Imam Malik), dia tinggal di Mesir.

Imam Ad Dusuqi mengatakan:

وكره مالك و الليث إعطاء النصراني جلد الأضحية وقال مالك غيرهم أحب إلينا

Imam Malik dan Al Laits memakruhkan memberikan kulit qurban kepada kaum Nasrani. Imam Malik berkata: “Selain mereka, lebih kami sukai.” (Asy Syarh Al Kabir, 3/587)

3. Boleh, khusus bagi kafir dzimmi

Inilah pendapat mayoritas ulama. Baik Hanafiyah, sebagiam Malikiyah, sebagian Syafi’iyah, dan Hambaliyah.

Dalam konteks ini, Qurban kedudukannya dianggap sama dengan sedekah sunnah, di mana semua madzhab sepakat bolehnya sedekah sunnah kepada kafir dzimmi.

Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah Al Hambali berkata:

وَيَجُوزُ أَنْ يُطْعِمَ مِنْهَا كَافِرًا ، … ؛ لِأَنَّهُ صَدَقَةُ تَطَوُّعٍ ، فَجَازَ إطْعَامُهَا الذِّمِّيَّ وَالْأَسِيرَ، كَسَائِرِ صَدَقَةِ التَّطَوُّعِ

Diperbolehkan memberi makanan dari (daging qurban) kepada orang kafir…., Karena itu (qurban) adalah sedekah sunnah. Maka diperbolehkan memberikan makanan kepada orang kafir dzimmi (dalam perlindungan Negara Islam) dan tawanan, sebagaimana sedekah sunnah lainnya. (Al Mughni, 9/450)

Dalam Imam Ad Dusuqi Rahimahullah mengatakan:

ويجوز أن يطعم منها كافرا وبهذا قال الحسن و أبو ثور وأصحاب الرأي

Dibolehkan orang kafir makan darinya (daging qurban), inilah pendapat Al Hasan, Abu Tsaur, dan Ashabur Ra’yi (pengikutnya Abu Hanifah). (Asy Syarh Al Kabir, 3/587)

Imam Ad Dusuqiy sendiri –walau dia seorang Malikiy- membolehkannya jika kepada kafir dzimmiy. Beliau berkata:

ولنا أنه طعام له أكله فجاز إطعامه الذمي كسائر طعامه ولأنه صدقة تطوع فأشبه سائر صدقة التطوع وأما الصدقة الواجبة منها فلا يجزئ دفعه إلى كافر

Bagi kami bahwasanya qurban adalah makanan baginya dan boleh bagi dia memakannya, maka boleh memberikan qurban kepada kafir dzimmiy sebagaimana makanan lainnya, sebab ini termasuk sedekah sunnah. Maka, ini serupa dengan sedekah sunnah lainnya. Ada pun sedekah wajib tidaklah boleh diberikan kepada orang kafir. (Ibid)

Sebagian Syafi’iyah, seperti Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan bahwa ketetapan madzhab Syafi’i adalah boleh:

Dari Majmu Nawawi:

وَمُقْتَضَى الْمَذْهَبِ أَنَّهُ يَجُوزُ إطْعَامُهُمْ مِنْ ضحية التطوع دون الواجبة والله أَعْلَمُ

Dan yang menjadi ketentuan madzhab Syafi’i, bolehnya memberikan mereka (kafir dzimmi) dari qurban sunnah, bukan dari qurban wajib. Wallahu a’lam. (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdab, 8/425)

Pendapat BOLEH, adalah pendapat yang paling pas dan realistis saat ini di tengah kesulitan yang merata dialami warga masyarakat. Ditambah lagi, itu bisa bernilai dakwah kepada non muslim.

Ada pun di sisi dalil kebolehannya adalah Allah Ta’ala tidak melarang umat Islam berbuat baik kepada kafir yang damai kepada umat Islam, Allah Ta’ala berfirman:

لَّا يَنۡهَىٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ لَمۡ يُقَٰتِلُوكُمۡ فِي ٱلدِّينِ وَلَمۡ يُخۡرِجُوكُم مِّن دِيَٰرِكُمۡ أَن تَبَرُّوهُمۡ وَتُقۡسِطُوٓاْ إِلَيۡهِمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُقۡسِطِينَ

Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.

(QS. Al-Mumtahanah, Ayat 8)

Diperkuat lagi oleh hadits:

وعَنْ مُجَاهِدٍ : ” أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو ذُبِحَتْ لَهُ شَاةٌ فِي أَهْلِهِ ، فَلَمَّا جَاءَ قَالَ: أَهْدَيْتُمْ لِجَارِنَا الْيَهُودِيِّ ؟ ، أَهْدَيْتُمْ لِجَارِنَا الْيَهُودِيِّ ، سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِي بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ

Dari Mujahid, bahwa Abdullah bin Amr menyembelih kambing untuk keluarganya. Ketika beliau datang bertanya, “Apakah anda telah memberikan hadiah kepada tetangga kita yang Yahudi? Apakah anda telah memberikan hadiah kepada tetangga kita yang Yahudi? Saya mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Jibril senantiasa mewasiatkan kepadaku untuk tetangga, sampai saya menyangka dia akan mewarisinya.”

(HR. At Tirmidzi no. 1943, katanya: hasan)

Demikian. Wallahu a’lam

 Farid Nu’man Hasan

Pedulilah Walau Hanya Sekali

Palestina menjerit, kau diam saja …

Uighur menderita, kau diam saja …

Siria bersimbah darah, kau buang wajah …

Rohingnya digenosida, kau biasa saja …

Lalu apa hujjahmu di sisi Allah jika mata, mulut, hati, tangan, diminta tanggungjawabnya untuk peduli terhadap saudaramu sesama muslim?

maka pedulilah walau hanya sekali …!

✍ Farid Nu’man Hasan

scroll to top