Bermaksiat Karena Tuntutan Pekerjaan

 PERTANYAAN:

Assalammu’alaikum ust Farid Nu’man yang In Syaa Allah dicintai Allah Krn Ilmunya…. Afwan jiddan ganggu lagi ust

Ada titipan pertanyaan dari teman yg bagus :

beliau seorang karyawan, Dalam dunia pekerjaan yg dilakukan nya kadang saat diluar negeri lagi dinas kantor harus menyambut tamu asing dgn menyediakan minuman alkohol, dia sulit untk menolak ikut serta Krn tuntutan pekerjaan dari atasannya, bahkan pernah bicara langsung ke atasan untk tidak ikut minum minuman khamar ini tp atasan menolak bahkan mengancam potong gaji, Itu resiko yg akan diterima. Bila Cari kerjaan lain saat ini susah… Menurut ust apa yg harus saya lakukan dalam fiqih Islam mengenai ini, apa saya harus melawan dgn resiko potong gaji bahkan PHK ?? Atau seperti apa ust ??

Mohon dalil2 dan fatwa ulamanya untk menguatkan saya dalam mengambil keputusan terbaik …

Mohon pencerahannya ust

Jazakallah khaiiran


 JAWABAN

▪▫▪▫▪▫▪▫

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Apa yang dilakukannya tentu tidak dibenarkan, apa pun alasannya. Allah Ta’ala berfirman:

لا تعاونوا على الإثم والعدوان

Janganlah saling menolong dalam dosa dan pelanggaran (QS. Al Maidah: 2)

Imam Ibnu Katsir Rahimahullah berkata:

وينهاهم عن التناصر على الباطل والتعاون على المآثم والمحارم

Allah ﷻ melarang mereka menolong dalam kebatilan, dan saling menolang dalam dosa dan perkara-perkara yang haram. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 2/13)

Imam Al Baghawi Rahimahullah mengatakan:

قيل: الإثم: الكفر، والعدوان: الظلم، وقيل: الإثم: المعصية، والعدوان: البدعة.

Dikatakan bahwa maksud Al Itsmu (dosa) adalah kekufuran. Maksud Al ‘Udwaan adalah kezaliman. Dikatakan pula Al Itsmu adalah maksiat, dan Al ‘Udwaan adalah bid’ah. (Ma’aalim At Tanziil, 2/9)

Seorang karyawan mentaati atasan dalam hal-hal yg baik, tidak apa-apa, khususnya yang memang menjadi job description-nya. Tapi jika untuk menyiapkan maksiat, maka tidak boleh.

Dalam hadits:

السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ

“Dengar dan taat atas seorang muslim (kepada pemimpin) adalah pada apa yang disukai dan dibencinya, selama tidak diperintah maksiat. Jika diperintah untuk maksiat, maka jangan didengar dan jangan ditaati.” (HR. Bukhari No. 7144)

Maka, membantu terwujudnya maksiat apalagi khamr adalah Ummul Khabaits (Induknya kejahatan) sebagaimana disebutkan dalam hadits lainnya. Kaidah fiqih menyebutkan:

ما ادى الى الحرام فهو حرام

Apa-apa yang mengantarkan kepada keharaman maka hal itu juga haram. (Imam Izzuddin bin Abdussalam, Qawaid Al Ahkam fi Mashalihil Anam, 2/184)

Di sisi lain seorang muslim harus punya wibawa, Allah Ta’ala berfirman:

وَأَنتُمُ ٱلۡأَعۡلَوۡنَ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ “…

dan kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang beriman. (QS. Ali ‘Imran, Ayat 139)

Menyediakan khamr bagi mereka adalah bentuk perendahan diri dihadapan org kafir. Dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah tertulis:

اتفق الفقهاء على أنه يحرم على المسلم حرا كان أو عبدا أن يخدم الكافر، سواء أكان ذلك بإجارة أو إعارة، ولا تصح الإجارة ولا الإعارة لذلك؛ لأن في ذلك إهانة للمسلم وإذلالا له، وتعظيما للكافر، واحتجوا بقوله تعالى: {ولن يجعل الله للكافرين على المؤمنين سبيلا}

Para fuqaha sepakat haram atas seorang muslim -baik orang merdeka atau budak- melayani orang kafir, baik itu dengan akad ijarah (sewa atas jasa) dan i’arah (pinjaman), keduanya tidak sah, sebab di dalamnya terdapat penghinaan dan perendahan bagi seorang muslim dan pengagungan kepada orang kafir. Mereka berhujjah dengan firman-Nya: “Allah tidak akan memberikan jalan kepada orang kafir untuk menguasai orang-orang beriman.” (QS. An Nisa: 141).

(Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 19/38).

Namun, karena posisi kita lemah, sebagai karyawan biasa dan tidak ada power mengarahkan. Maka, semoga Allah ﷻ memaafkannya jika terpaksa, posisi kehidupan kita terancam, dan hati kita membenci hal itu dan tetap tidak meridhainya. Ibaratnya ada kemungkaran di mata kita tapi kita lemah, maka ubahlah dengan hati dengan membencinya.

Jika kita ingin resign, dan mencari yang lebih bebas dari hal itu, dan lebih menenangkan hati dalam bekerja, tentu itu yang wajib, lebih utama, dan lebih selamat, karena akhirat itu lebih baik dan lebih kekal. Semoga Allah ﷻ ganti dengan yang lebih baik.

Demikian. Wallahu A’lam

✍️ Farid Nu’man Hasan

Pengajian Saat Aqiqah

 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum
Ustadz,

Afwan apakah ada dalil tentang Akiqah terutama ketika membaca Kitab al barzanji?

Karena ada keraguan apakah itu dari nabi atau bukan?

Takutnya itu bukan dari Ahlu sunnah wal Jamaah.
Syukrn (Bani)


 JAWABAN

▪▫▪▫▪▫▪▫

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Aktivitas dalam aqiqah yang terutama adalah tiga hal:

– Menyembelih kambing
– Potong rambut bayi
– Meresmikan nama

Hal ini berdasarkan hadits:

Dari Samurah bin Jundub, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

كلُّ غلامٍ رهينةٌ بعقيقته: تذبح عنه يوم سابعه، ويحلق، ويسمى

“Setiap bayi digadaikan dengan aqiqahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuh, dicukur rambut kepalanya, dan diberikan nama.”

(HR. Abu Daud No. 2838. Hadits ini shahih. Lihat Imam An Nawawi, Al Adzkar, No. 843. Darul Fikr)

Oleh karena itu, ketika tiga hal ini sudah dilaksanakan maka itu sudah mencukupi dikatakan aqiqah atas bayi tersebut. Ada pun mengundang manusia saat aqiqah, makan-makan, ada Ustadz yang ceramah, dan mendoakan kebaikan untuk bayi, ini adalah tradisi yang baik, dan boleh-boleh saja. Di negeri kita diistilahkan dengan berbagai istilah: Kendurian, marhabanan (baca barzanji), tepung tawar, dll.

Syaikh Abdul Muhsin al ‘Abbad Hafizhahullah berkata tentang hukum berkumpul dalam acara undangan taushiah aqiqah:

وأما التزام إحضار المشايخ والمحاضرين في هذه المناسبات فليس بوارد، لكن لو فُعل في بعض الأحيان انتهازاً لفرصة معينة للتذكير أو للتنبيه على بعض الأمور بمناسبة الاجتماع فلا بأس بذلك.”

“Ada pun menghadirkan seorang syaikh dan para undangan dalam acara ini maka tidak ada dalilnya, tetapi seandainya dilakukan untuk memanfaatkan keluangan pada waktu tertentu, dalam rangka memberikan peringatan dan nasihat atas sebagian permasalahan yang terkait dengan berkumpulnya mereka, maka hal itu tidak mengapa.”

(Syarh Sunan Abi Daud, no. 086)

Demikian. Wallahu A’lam

✍️ Farid Nu’man Hasan

Apakah Pemberi Utang Wajib Terus Menagih?

 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum ust
Izin bertanya

Bagi sang pemberi hutang, apakah wajib untuk terus menerus menagih hutang?
Walaupun si penghutang selalu menghindar dan si pemberi hutang kayak muak/capek menagihnya
Afwan wa syukron (+62 852-4600-xxxx)


 JAWABAN

▪▫▪▫▪▫▪▫

Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh

Pemilik piutang punya hak mengingatkan dan menagih orang yang berutang dengannya. Bahkan menagih utang merupakan upaya menyelamatkan pihak yang berutang agar tidak terjerumus dalam bahaya “tidak bayar utang”.

Hanya saja ada beberapa adab menagih utang:

– Menagih dengan lemah lembut, sabar, dan kelonggaran.

Rasulullah ﷺ memotivasi bahwa orang yang memberi kemudahan bagi yang kesulitan akan diberi kemudahan oleh Allah di dunia dan akhirat. Jadi nada menagih bukan “memojokkan”, tapi “mengingatkan”.

Rasulullah ﷺ bersabda:

كَانَ تَاجِرٌ يُدَايِنُ النَّاسَ فَإِذَا رَأَى مُعْسِرًا قَالَ لِفِتْيَانِهِ تَجَاوَزُوا عَنْهُ لَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يَتَجَاوَزَ عَنَّا فَتَجَاوَزَ اللَّهُ عَنْهُ

“Ada seorang pedagang yang memberi pinjaman kepada manusia sehingga jika ia melihat mereka dalam kesulitan dia berkata, kepada para pembantunya, “Berilah dia tempo hingga mendapatkan kemudahan semoga Allah memudahkan urusan kita. Maka kemudian Allah memudahkan urusan pedagang tersebut”. (HR. Bukhari no. 2078)

– Tidak mempermalukan di depan umum

Menyindir atau mengumumkan utang seseorang bisa jadi ghibah bahkan merusak kehormatan. Lebih baik diam-diam, empat mata.

– Bagus dan boleh membebaskan utangnya apalagi jika dikira-kira dia sudah tidak mampu bayar.

Allah Ta’ala berfirman:

وَإِن كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيْسَرَةٍ ۚ وَأَن تَصَدَّقُوا۟ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (QS. Al Baqarah: 280)

Wallahu A’lam

✍️ Farid Nu’man Hasan

Ingin Jadi Da’i Tapi Tidak Pandai Bahasa Arab

 PERTANYAAN:

Assalamualaikum stadz
Beri tips belajar ilmu agama, ana tp ana ngak ahli bahasa arab.
Kadang ngisi taklim terasa ana kurang ilmu.
Tp ana juga ngak menolak, prasangka boleh jdi ini sebagai jalan dakwah bagi ana.
Syukran stadz


 JAWABAN

▪▫▪▫▪▫▪▫

Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh

Cukup banyak para da’i yang tidak mampu bahasa Arab tapi menjadi jalan hidayah dan kebaikan banyak orang. Seperti Zakir Naik, tapi mereka pandai bahasa Inggris.

Tidak perlu kecil hati, terus belajar, syukur-syukur bisa sempurnakan dengan bahasa Arab ..

Dari Abdullah bin ‘Amr Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Nabi ﷺ bersabda:

بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً

Sampaikan dariku walau satu ayat. (HR. Al Bukhari No. 3461)

Syaikh Abul ‘Ala Al Mubarkafuri Rahimahullah menjelaskan hadits ini dengan berbagai keterangan para ulama, bahwa maksudnya adalah:

– Walau menyampaikan satu ayat pendek dari Al Quran.
– Ada yang mengatakan “ayat” di sini adalah al kalam al mufid (kalimat yang bermanfaat) semisal “Barang siapa yang diam maka dia akan selamat,” “Agama adalah nasihat.”
– Ada yang mengartikan “sampaikan dariku hadits-haditsku.”
– Ada pula yang mengatakan “sampaikan hikmah-hikmah yang diwahyukan Allah kepada Nabi ﷺ.” (Lihat semua dalam Tuhfah Al Ahwadzi, 7/360)

Maka, sampaikan apa yang sudah kita ketahui dan pahami saja, baik berupa ayat, hadits atau nasihat para ulama dan shalihin,  itu sudah cukup mendatangkan kebaikan yang banyak.

“Sepantasnya bagi penuntut ilmu dan selain penuntut ilmu, dan setiap orang yang sudah memahami sunah, untuk  menjelaskannya di kesempatan yang tepat. Jangan katakan “saya bukan ulama”, benar Anda memang bukan ulama, tapi Anda punya pengetahuan, dan Nabi ﷺ bersabda: sampaikan dariku walau satu ayat ..” (Syaikh Utsaimin, Syarh Riyadh Ash Shalihin, Hal. 824)

Untuk menyemangati, dari Abu Umamah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi ﷺbersabda:

إن الله وملائكته وأهل السموات والأرضين حتى النملة في حجرها وحتى الحوت ليصلون على معلم الناس الخير

Sesungguhnya Allah, para malaikatNya, penduduk langit, penduduk bumi, sampai-sampai semut di lubangnya, dan ikan di lautan mereka mendoakan ampun bagi orang yang mengajarkan manusia kebaikan. (HR. At Tirmidzi No. 2685. Dishahihkan oleh Imam As Suyuthi)

Wallahu A’lam

✍️ Farid Nu’man Hasan

scroll to top