Teman Bisa Menjadi Jalan ke Surga Atau Neraka

 PERTANYAAN:

Assalammu’alaikum ust, Afwan pagi sdh ganggu waktunya…

Ada pertanyaan titipan dari teman mesjid :

Apa dalil Sunnah nya bhw teman atau sahabat bisa menjadi jalan kita ke surga atau neraka saat nanti di Yaumil hisab ??

Mohon pencerahannya ust

Jazakallah khaiiran jazaa

 


 JAWABAN

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Banyak dalil bahwa bersahabat dengan orang-orang shaleh, orang-orang yang saling mencintai karena Allah Ta’ala, mereka akan dikumpulkan di surga.

Pertama:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: إِنَّ اللَّهَ يُدْخِلُ بِشَفَاعَةِ رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَكْثَرَ مِنْ بَنِي تَمِيمٍ

“Sesungguhnya Allah akan memasukkan ke dalam surga sekelompok orang karena syafaat dari seorang lelaki di antara umatku yang lebih banyak dari jumlah Bani Tamim.” (HR. Bukhari, no. 7439)

Kedua:

عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ عَنْ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: الْمُتَحَابُّونَ فِي جَلَالِي لَهُمْ مَنَابِرُ مِنْ نُورٍ يَغْبِطُهُمُ النَّبِيُّونَ وَالشُّهَدَاءُ

“Allah berfirman, ‘Orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku, bagi mereka mimbar-mimbar dari cahaya. Para nabi dan syuhada pun iri kepada mereka.’”
(HR. Tirmidzi, no. 2390, shahih)

Itulah dalil bahwa teman bisa menjadi jalan ke surga begitu juga neraka.

Wallahu A’lam

Baca juga: Teliti dalam Memilih Teman | Hati-Hati dalam Memilih Teman

☘

✏ Farid Nu’man Hasan

Cara Salat Duduk

▪▫▪▫▪▫▪▫▪▫

 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum
Ustadz izin bertanya di katakan bahwa sholat Sunnah itu boleh sambil duduk,terus bagaimana tata cara duduknya,bersila atau seperti duduk diantara dua sujud?


 JAWABAN

Tata cara duduk disesuaikan kondisi sakitnya, dalam hal ini orang berbeda-beda. Tidak bisa disama ratakan. Pilih mana yang paling nyaman dan paling mungkin atau bisa dia lakukan buat shalatnya.

اذا ضاق الأمر اتسع

Jika urusan menjadi sulit maka menjadi lapang

المشقات تجلب التيسير

Kesulitan-kesulitan menarik kemudahan

Wallahu A’lam

 Farid Nu’man Hasan

Membaca Shalawat di Tasyahud Akhir Tanpa “wa ‘ala aali Muhammad

Pertanyaan

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, ustadz izin bertanya, dulu waktu saya masih kecil pernah diajarkan apabila pada bacaan tasyahud akhir kita boleh membaca shalawat dengan atau tidak menggunakan “sayyidina”, akan tetapi saya salah paham akan hal itu ustadz, jadi saya malah menghilangkan kata “wa’ala ali muhammad” di setiap bacaan shalawat pada tasyahud akhir dan baru menyadarinya hari ini ustadz, jadi apa yang harus saya lakukan ustadz, apakah harus mengganti shalat-shalat yang sudah saya lakukan selama ini?, mohon bantuannya ustadz, terimakasih. (Dito Erfana-Pacitan)


Jawaban

Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh

Bismillahirrahmanirrahim..

Perlu diketahui bahwa membaca shalawat di tasyahud akhir diperselisihkan para ulama. Sebagian mengatakan sunnah, bagi mereka tanpa membaca shalawat shalat tetap sah. Ini pendapat Hanafiyah, Malikiyah, dan mayoritas ulama.

Sebagian lain mengatakan membaca shalawat di tasyahud akhir adalah rukun, tanpa membacanya maka shalatnya batal. Ini pendapat resmi mazhab Syafi’i dan Hambali.

Imam An Nawawi menjelaskan:

اعلم أن العلماء اختلفوا في وجوب الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم عقب التشهد الأخير في الصلاة، فذهب أبو حنيفة، ومالك ـ رحمهما الله ـ والجماهير على أنها سنة، لو تركت صحت الصلاة، وذهب الشافعي، وأحمد ـ رحمهما الله تعالى ـ إلى أنها واجبة لو تركت لم تصح الصلاة

Ketahuilah bahwa para ulama berbeda pendapat tentang kewajiban membaca shalawat kepada Nabi Muhammad ﷺ setelah tasyahud akhir dalam shalat. Imam Abu Hanifah, Imam Malik رحمهما الله, dan mayoritas ulama berpendapat bahwa membaca shalawat tersebut adalah sunnah; jika ditinggalkan, shalat tetap sah. Sedangkan Imam Syafi’i dan Imam Ahmad رحمهما الله تعالى berpendapat bahwa membaca salawat itu wajib; jika ditinggalkan, salat tidak sah. (Syarh Shahih Muslim, jilid. 4, hal. 123)

Namun, bagi pihak yang mewajibkan mengatakan jika seseorang membaca shalawat hanya “Allahumma Shalli ‘ala Muhammad”, itu sudah cukup dan sah dinamakan shalawat, walau tanpa ditambah wa ‘ala aali Muhammad, dst.

Imam An Nawawi menjelaskan:

وَالْوَاجِبُ عِنْدَ أَصْحَابِنَا اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَمَا زَادَ عَلَيْهِ سُنَّةٌ

Yang wajib menurut para sahabat kami (Syafi’iyah) adalah Allahumma Shalli ‘ala Muhammad, ada pun selebihnya adalah sunnah. (Syarh Shahih Muslim, jilid. 4, hal. 124)

Maka, apa yang ditanyakan saudara penanya, bahwa Shalawat yang dibacanya hanya sampai Allahumma Shalli ‘ala (Sayyidina) Muhammad, tanpa tambahan wa ‘ala aali Muhammad … Itu sudah cukup dan sah. Alhamdulillah.

Wallahu A’lam

Wa Shalallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam

☘

✍ Farid Nu’man Hasan

Bendahara Meminjam Uang Kas Tanpa Izin

 PERTANYAAN:

Bismillah..
Ustadz afwan mau tanya, kalau ada orang yang diamanahi jadi Bendahara, terus meminjam uang kas dan dikembalikan saat dibutuhkan, kira2 bagaimana hukumnya ustadz?


 JAWABAN

Bismillahirrahmanirrahim..

Jika dia (bendahara) diam-diam dan tanpa izin memakai/meminjam uang kas lembaga, organisasi, DKM, atau lainnya, walaupun dengan rencana mengembalikan, ini tetap tindakan yang tidak amanah alias Khianat.

Allah ﷻ berfirman:

{ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَخُونُواْ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ وَتَخُونُوٓاْ أَمَٰنَٰتِكُمۡ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ }

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. [QS. Al-Anfal: 27]

Dalam hadits:

لاَ إِيمَانَ لِمَنْ لاَ أَمَانَةَ لَهُ، وَلاَ دِينَ لِمَنْ لاَ عَهْدَ لَهُ

Tidak beriman orang yang tidak amanah, dan tidak beragama orang yang tidak menepati janjinya. (HR. Ahmad, Al Baihaqi, Abu Nu’aim, dll. Semua jalur yang ada menjadikan hadits ini shahih)

Bahkan, walaupun sudah izin pengurus, tapi sumber dana yang dipinjamnya itu adalah jenis dana “muqayyad” yaitu dana yang sudah diperuntukkan untuk keperluan khusus, maka itu juga tidak dibenarkan, kecuali berasal dari dana muthlaq (umum) yang peruntukkannya bebas dan tidak khusus.

Wallahu A’lam

Baca juga: Hukum Menjual Barang Titipan

 Farid Nu’man Hasan

scroll to top