Shalat Jumat Dua Gelombang di Satu Masjid

Mayoritas ulama mengatakan tidak sah shalat Jumat dua gelombang di masjid yang sama, kecuali menurut Imam Ibnu Hazm dan yang sepakat dengannya. Tapi jumhur membolehkan jika ada ‘udzur syar’i.

Seorang ulama Hambali, Syaikh Utsaimin Rahimahullah mengatakan:

ما يفعله الناس من إعادة الجمعة في مسجد واحد بحجة أن النظام في المدرسة لا يمكّن المتأخرين من أداء الجمعة مع الأولين، فهذا على مذهب ابن حزم ومن وافقه لا بأس به، حيث يرى أن من فاتته الجمعة ووجد من يصلي معه ولو واحداً فإنه يصلي معه جمعة، أما إن لم يجد أحداً فإنه يصلي ظهراً.

Apa yg dilakukan manusia mengulang shalat Jumat di satu masjid yang sama dengan alasan peraturan sekolah tidak memungkinkan melaksanakan shalat Jumat sejak awal, hal ini berdasarkan madzhabnya Ibnu Hazm dan yg sepakat dengannya bahwa hal itu dibolehkan. Kondisinya, saat seseorang tertinggal shalat Jumat dan dia menemukan seseorang menemaninya shalat Jumat maka dia bisa shalat Jumat bersamanya, tapi jika tidak ada orang lain maka hendaknya dia shalat zhuhur.

وأما على مذاهب الفقهاء فإنه لا يصح هذا العمل؛ لأنه يفضي إلى تعدد الجمعة بدون حاجة، وليس من الحاجة أن الطائفة الثانية يمنعها نظام الدراسة من أدائها مع الأولين،

Ada pun menurut madzhab umumnya fuqaha hal itu TIDAK SAH. Sebab, hal itu berdampak pada munculnya multijamaah tanpa adanya hajat. Kebersamaan mereka belajar sejak awal bukanlah termasuk hajat.

(Majmu’ Fatawa wa Rasail, Jilid. 16, Bab Shalat Jumat)

Artinya, jika ada HAJAT yang syar’i hal itu dibolehkan.

Dalam Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah:

وإذا كان كلام أهل العلم في منع إقامة جمعتين في بلد بلا حاجة، فكيف بإقامة جمعتين في مسجد واحد فهو أشد منعاً، ولا يعرف له أصل في الإسلام

Jika perkataan para ulama menunjukkan terlarangnya dua jamaah shalat Jumat di satu negeri dengan TANPA KEPERLUAN (ALASAN), maka apalagi dua kali shalat Jumat dalam satu masjid yang sama. Itu lebih kuat lagi larangannya, serta tidak diketahui dasarnya dalam Islam. (Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 23537)

Dalam Al Lajnah ad Daimah, yang umumnya diisi ulama Hambali:

إنشاء جمعتين في مسجد واحد غير جائزة شرعا ، ولا نعلم له أصلا في دين الله ، والأصل أن تقام جمعة واحدة في البلد الواحد ، ولا تتعدد الجمع إلا لعذر شرعي ؛ كبعد مسافة على بعض من تجب عليهم ، أو يضيق المسجد الأول الذي تقام فيه عن استيعاب جميع المصلين ، أو نحو ذلك مما يصلح مسوغا لإقامة جمعة ثانية

Membuat dua kali shalat Jumat di masjid yang sama adalah tidak boleh, dan kami tidak ketahui adanya dasar dalan Islam.

Pada dasarnya disebuah negeri tidak boleh berbilangnya jamaah shalat Jumat, KECUALI ADA UDZUR SYAR’I, seperti jaraknya yang jauh bagi sebagian jamaah yang wajib itu, atau karena sempitnya masjid pertama sehingga tidak bisa menampung semua jamaah, dan alasan lain yang membuat bolehnya dilakukan shalat Jumat kedua.

(Fatawa Al Lajnah Daimah, 8/262)

Kesimpulan:

– Hukum dasarnya tidak boleh dan tidak sah dua kali shalat Jumat di masjid yang sama, kecuali menurut Imam Ibnu Hazm dan yg menyepakatinya

– Sebagian ulama menyatakan SAH, jika ada hajat dan udzur syar’i

– Jika kondisi PANDEMI dianggap adalah udzur syar’i, maka itu sah menurut sebagian ulama tadi. Sebab, fiqih dalam kondisi tidak normal, tentu tidak sama dengan kondisi normal.

– Jika kondisi tidak normal, dan itu dinilai ‘udzur, maka mengganti dengan shalat zuhur adalah tidak ada kontroversi sebab semua ulama sepakat bolehnya mengganti shalat Jumat dengan shalat zuhur jika ada udzur syar’i.

Demikian. Wallahu a’lam

✍ Farid Nu’man Hasan

Shalat Witir Langsung Setelah Shalat Isya Sebelum Shalat Ba’diyah Isya

 PERTANYAAN:

Apakah boleh shalat witir langsung dilakukan setelah shalat Isya? (Dari Komunitas 2T, Tahujud dan Tilawah)


 JAWABAN

Bismillahirrahmanirrahim..

Shalat witir sudah dibolehkan sejak setelah shalat isya. Walau seseorang belum shalat ba’diyah isya.

Al ‘Allamah Yusuf Al Qaradhawi Rahimahullah menjelaskan:

اتفق الفقهاء على أن وقت صلاة الوتر من بعد صلاة العشاء إلى طلوع الفجر الثاني، لحديث عبد الله بن عمرو بن العاص، عن أبي بصرة الغفاري: أن النبي ﷺ ، قال : إن الله زادكم صلاة، وهي الوتر، فصلوها فيما بين صلاة العشاء إلى صلاة الفجر

Para fuqaha sepakat bahwa waktu shalat witir dimulai setelah salat Isya hingga terbit fajar kedua (fajar shadiq), berdasarkan hadits dari Abdullah bin Amr bin al-‘Ash, dari Abu Bashrah al-Ghifari, bahwa Nabi ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menambahkan untuk kalian satu salat, yaitu witir. Maka kerjakanlah antara shalat Isya hingga waktu shalat subuh.” (HR. Ahmad, shahih) (Fiqhush Shalah, hal. 330)

Dalam Al Mausu’ah dikatakan:

وهي صلاة تفعل ما بين صلاة العشاء وطلوع الفجر ، تختم بها صلاة الليل ، سميت بذلك لأنها تصلى وترا ، ركعة واحدة ، أو ثلاثا ، أو أكثر ، ولا يجوز جعلها شفعا

Witir adalah shalat yang dikerjakan antara shalat Isya dan terbitnya fajar, dengannyalah shalat malam ditutup. Dinamakan witir karena shalatnya dlakukan secara witir (ganjil), 1 rakaat, atau tiga, atau lebih, dan tidak boleh menjadikannya genap. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah, 27/289)

Bahkan seandainya seseorang jamak antara Maghrib dan Isya di waktu maghrib, dia sudah boleh shalat witir setelah shalat isyanya. Imam Ibnu Qudamah mengatakan:

وإذا صلى المسلم العشاء جمع تقديم لسفر أو مرض أو غيرهما من الأعذار فإن وقت الوتر يدخل من حين أن يصلي العشاء

“Jika seorang Muslim menunaikan salat Isya dengan jamak takdim karena safar, sakit, atau uzur lainnya, maka waktu salat witir telah masuk sejak ia menunaikan salat Isya.” (Al Mughni, 2/595)

Namun mengakhirkan shalat witir di akhir malam lebih utama. Rasulullah ﷺ bersabda:

أَيُّكُمْ خَافَ أَنْ لَا يَقُومَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ ثُمَّ لِيَرْقُدْ وَمَنْ وَثِقَ بِقِيَامٍ مِنْ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ مِنْ آخِرِهِ فَإِنَّ قِرَاءَةَ آخِرِ اللَّيْلِ مَحْضُورَةٌ وَذَلِكَ أَفْضَلُ

“Siapa di antara kalian yang khawatir tidak bisa bangun di akhir malam, hendaklah ia witir dan baru kemudian tidur. Dan siapa yang yakin akan terbangun di akhir malam, hendaklah ia witir di akhir malam, karena bacaan di akhir malam dihadiri (oleh para malaikat) dan hal itu adalah lebih utama.” (HR. Muslim no. 755)

Demikian. Wallahu A’lam

✍️Farid Numan Hasan

Kapan Ibadah Memiliki Pengaruh Bagi Pelakunya?

Syaikh Sa’id Hawwa Rahimahullah:

العبادات الرئيسية في الاسلام منوِّرة و مطهّرة بقد ر ما تُلاحظ معانيها الباطنة، فهي تؤثر التأثير الكامل اذا كانت كاملة بحيث يرافق فيها عمل الظاهر عمل الباطن، كأن يرافق الصلاة الخشوع و الزكاة حسن النيّة و تلاوة القرآن حسن التدبر و الذكر الحضور، هذا النوع من الاداء هو المنوِّر المطهّر على الكمال و التمام

Ibadah-ibadah pokok dalam Islam bersifat mencerahkan dan menyucikan, sebanding dengan sejauh mana makna-makna batinnya diperhatikan.

Ia akan memberi pengaruh yang sempurna apabila dilakukan secara sempurna, yakni ketika amal lahiriah disertai dengan amal batiniah.

Seperti shalat disertai dengan kekhusyukan

zakat disertai dengan niat yang baik

tilawah Al-Qur’an disertai dengan tadabbur yang baik

dan zikir disertai dengan kehadiran hati

Jenis pelaksanaan seperti inilah yang mencerahkan dan menyucikan secara sempurna dan menyeluruh.

(Syaikh Sa’id Hawwa, Al Mustakhlash fi Tazkiyatil Anfus)

✍️Farid Numan Hasan

Tata Cara Kencing Sambil Jongkok

 PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum ustadz izin tanya,sy pernah melihat ada video seorang ustadz menerangkan cara buang air kecil yg sesuai sunnah,kata beliau kencing itu jongkok kaki kanan ditegakkan sedangkan kaki kiri diturunkan,lalu berdehem 3kali,apakah seperti itu cara buang air kecil yg diajarkan nabi…(+62 823-7083-xxxx)


 JAWABAN

Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh

Tidak ada hadits yang shahih tentang tata cara jongkoknya. Diriwayatkan dari Suraqah bin Malik, Beliau berkata:

علمنا رسول الله صلى الله عليه وسلم في الخلاء أن نقعد على اليسرى، وننصب اليمنى

Rasulullah ﷺ mengajarkan kami (adab) di tempat buang hajat, yaitu agar kami duduk di atas kaki kiri dan menegakkan kaki kanan. (HR. Al Baihaqi, Imam Ibnu Hajar mengatakan dhaif, dalam Bulughul Maram)

Sehingga hal ini bebas saja, bisa dgn cara seperti itu, dan bisa juga dgn cara lain yang lebih nyaman bagi seseorang dan lebih menghindari cipratan najis.
Ada pun berdehem juga tidak ada sunah dari Nabi ﷺ. Sebagian ulama mengatakan bid’ah dan memakruhkan seperti Ibnu Taimiyah, Al Qaradhawi, dll. Sebagian lain menganjurkan dgn maksud agar air seni bisa tuntas habis.

BAK dgn cara jongkok dan berdiri, keduanya sama-sama pernah dilakukan Rasulullah ﷺ. Semuanya shahih. Sebagian sahabat juga berdiri. Hanya saja jongkok lebih utama dan lebih sering Rasulullah ﷺ lalukan dibanding berdiri. Sebagian sahabat ada pula yang memakruhkan. Dari Hudzaifah Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata:

أَتَى النَّبِيُّ سُبَاطَةَ قَوْمٍ فَبَالَ قَائِمًا ثُمَّ دَعَا بِمَاءٍ فَجِئْتُهُ بِمَاءٍ فَتَوَضَّأَ

Nabi ﷺ mendatangi tempat pembuangan sampah milik sebuah kaum, lalu Beliau kencing berdiri. Kemudian dia meminta air, maka aku membawakannya air lalu dia berwudhu. (HR. Muttafaq ‘Alaih)

Imam Ibnul Mundzir mengatakan, sebagaimana dikutip Imam An Nawawi:

فثبت عن عمر بن الخطاب وزيد بن ثابت وابن عمر وسهل بن سعد أنهم بالوا قياماً، وروي ذلك عن أنس وعليّ وأبي هريرة، وفعل ذلك ابن سيرين وعروة بن الزبير، وكرهه ابن مسعود والشعبي وإبراهيم بن سعد، وكان إبراهيم لا يجيز شهادة من بال قائماً

Telah shahih dari Umar bin Al Khathab, Zaid bin Tsabit, Ibnu Umar, Sahl bin Sa’ad, bahwa mereka kencing berdiri, hal itu juga diriwayatkan dari Anas, Ali, Abu Hurairah, itu juga dilakukan oleh Ibnu Sirin, ‘Urwah bin Az Zubeir, sementara itu dimakruhkan oleh Ibnu Mas’ud, Asy Sya’biy, Ibrahim bin Sa’ad, dan Ibrahim tidak membolehkan kesaksian orang yang kencing berdiri. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 3/166, Lihat juga Syarh Abi Daud, 1/93)

Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan:

والاظهر أنه فعل ذلك لبيان الجواز وكان أكثر أحواله البول عن قعود والله أعلم

Yang benar adalah bahwa perbuatan ini (kencing dambil berdiri) adalah boleh dan kebanyakan keadaan Beliau (nabi) adalah kencingnya sambil duduk. Wallahu A’lam (Fathul Bari, 1/330)

Imam Ibnul Mundzir juga mengatakan:

البول جالسا أحب إلى وقائما مباح وكل ذلك ثابت عن رسول الله صلى الله عليه و سلم

Kencing sambil duduk lebih aku sukai dan sambil berdiri boleh, semua ini shahih dari Rasulullah ﷺ. (Dikutip oleh Imam An Nawawi, Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 3/166)

Imam Asy Syaukani mengatakan:

( والحاصل ) أنه قد ثبت عنه البول قائما وقاعدا والكل سنة

Wal hasil, bahwa telah shahih dari nabi kencing berdiri dan duduk, dan masing-masing adalah sunnah. (Nailul Authar, 1/107)

Bahkan ada yang mengatakan bahwa kencing berdiri justru lebih aman dari najis, seperti perkataan Umar bin Al Khathab Radhiallahu ‘Anhu, yang dikutip Imam Ibnul Mundzir berikut:

وَذَلِكَ أَنَّ الْبَوْلَ قَائِمًا أَحْصَنُ لِلدُّبُرِ وَأَسْلَمُ لِلْحَدَثِ . وَرُوِيَ هَذَا الْقَوْلُ عَنْ عُمَرَ

Dan hal itu, sesungguhnya kencing berdiri lebih menjaga dubur dan lebih selamat dari hadats. Ucapan ini diriwayatkan dari Umar. (Al Awsath fis Sunan wal Ijma’ wal Ikhtilaf No. 252)

Sebagian ulama ada yang memakruhkan kencing berdiri, seperti Ibnu Mas’ud, Asy Sya’bi, dan Ibrahim bin Sa’ad. (Imam An Nawawi, Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 3/166)

Demikian. Wallahu A’lam

✍️ Farid Nu’man Hasan

scroll to top