💢💢💢💢💢💢💢💢💢
📌 Anak-anak pengajian mungkin tidak asing dengan perkataan dalam judul di atas.
📌 Ya, itu perkataan Imam Asy Syafi’i. Beliau berkata:
إذا صح الحديث فهو مذهبي، وإذا صح الحديث فاضربوا بقولي الحائط
Jika sebuah hadits shahih, maka itulah mazhabku (pendapatku), jika Shahih sebuah hadits maka buanglah pendapatku ke tembok.
(Abdul Qasim al-Rafi’i, Syarh Musnad Asy Syafi’i, 1/19)
📌 Para imam yang lain pun mengucapkan ucapan senada dengan redaksi yang berbeda namun substansinya sama
📌 Lalu, Apa maksud ucapan ini? Apakah berarti setiap hadits shahih pasti menjadi mazhab resmi Syafi’i? Tentu tidak, betapa banyak pendapat Imam Asy Syafi’i mengambil dari suatu hadits shahih namun tidak dari hadits shahih lainnya yg mungkin dipandangnya mansukh, atau tidak pas konteksnya, atau alasan lainnya.
📌 Ataukah kalimat itu rekomendasi bagi semua orang untuk menghakimi pendapat para imam lalu dianggap bertentangan dengan hadits shahih? Juga tidak, “Emangnya siapa kita, dibanding mereka?”
📌 Ataukah benar pendapat mereka tidak memiliki sandaran? Tidak juga, bisa jadi ada sandaran lain, seperti Mazhabnya Imam Malik, mereka mengunggulkan amalan penduduk Madinah dibanding hadits Ahad walau shahih.
📌 Yang jelas, ucapan Imam Asy Syafi’i ini merupakan stimulus kepada murid-muridnya yang juga mencapai level para imam, seperti Al Buwaithi, Al Muzani, dan Ar Rabi’ bin Sulaiman. Mereka yang sudah paham seluk beluk dan kerumitan ilmu fiqih dan ushulnya, serta hadits dan mushthalahnya.
📌 Oleh karena itu, Imam Ibnu Shalah berkata:
ليس العمل بظاهر ما قاله الشّافعي بالهيِّن، فليس كلّ فقيه له أن يستقل بالعمل بما يراه حجة من الحديث
Tidaklah mudah mengamalkan zhahirnya ucapan Asy Syafi’i, karena tidak setiap pakar fiqih punya independensi mengambil tindakan dengan apa yang dia lihat sebagai hujjah dari hadits. (Adabul Fatwa Wa Mustafti, 1/53)
📌 Imam An Nawawi juga berkata:
إنما هذا- يعني كلام الشّافعي-فيمن له رتبة الاجتهاد في المذهب
Sesungguhnya ini -yakni perkataan Asy Syafi’i- adalah bagi orang yang sudah sampai derajat mampu berijtihad dalam mazhab. (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 1/64)
📌 Lalu, penjelasan mereka berdua dikomentari oleh Imam As Subki:
وهذا الذّي قالاه ليس ردا لما قاله الشّافعي، ولا لكونه فضيلة امتاز بها عن غيره، ولكنّه تبيين لصعوبة هذا المقام، حتىّ لا يغتر به كلّ أحد
Perkataan mereka berdua (Ibnush Shalah dan An Nawawi) bukanlah penolakan terhadap ucapan Imam Asy Syafi’i, bukan pula memposisikan keunggulan ucapan itu dibanding orang lain, tetapi menjelaskan betapa sulitnya kedudukan ini, agar jangan sampai seorang pun terpedaya olehnya. (Ma’na Qaul al-Mathlabi, hal. 93)
📌 Jadi, bukan untuk manusia yang baru belajar, atau baru menyelesaikan satu buku atau bahkan satu bab, tapi sudah merasa menjadi murid langsung para imam tersebut dan menjadi juri atas fatwa dan pendapat para imam, dengan gagah mengatakan: “Saya taklid kepada dalil, bukan kepada ulama.” Subhanallah!
📌 Semoga Allah Ta’ala merahmati orang yang tahu kadar dan kemampuan dirinya.
Wallahu A’lam. Wa Shallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin Wa ‘ala Aalihi wa Shahbihi wa Sallam
🌷🌸🍀🍁🍃🌴🌻
✍️ Farid Nu’man Hasan