Bergesernya Makna Toleransi

💢💢💢💢💢💢💢💢

📌 Dulu, toleransi adalah kita tidak memaksakan keyakinan terhadap yang berbeda

📌 Dulu, toleransi adalah kita tidak menganggu ibadah orang lain, dan sebaliknya

📌 Dulu, toleransi adalah kita membiarkan mereka secara bebas mengadakan perayaan hari-hari besar mereka, dan sebaliknya

📌 Saat ini, baru disebut toleran jika ikut-ikutan menggunakan salam semua agama, yang pejabat orde lama dan orde baru pun belum pernah melakukannya. Jika hanya mengucapkan “assalamu ‘alaikum”, siap-siap akan ada yang menyebut intoleran

📌 Saat ini, baru disebut toleran jika mau mengucapkan “selamat” hari raya yg lain, jika tidak mau mengucapkan krn mengikuti fatwa ulama yang melarang, maka siap-siap akan disebut intoleran

📌 Saat ini, disebut toleran dan menghargai kebinekaan jika ikut ke gereja ikut nyanyi, puji-pujian, mengutip injil dan mencari muka di sana, ikut pakai topi sinterklas, sambil tetap memakai atribut keislaman (jilbab, sarung, peci, atau gamis), kalo tidak ikut, maka akan disebut intoleran..

Syahdan di semua negeri .. Si Udin ingin tetap istiqamah, walau harus kehilangan jabatan, pekerjaan, bahkan nyawanya, jangan paksa dia mengubah apa yg diyakininya, sebagaimana Si Udin pun tidak pernah mengganggu pemahaman orang-orang yang memaksanya. Jika mereka menganggap keistiqamahan Si Udin adalah “intoleran” maka fix bahwa mereka sebenarnya predator yg membalut diri dengan topeng kebinekaan, dan justru perlu belajar lagi memahami dan mempraktekkan apa itu toleransi..

Biarlah Si Udin meyakini bimbingan para ulama dari 4 mazhab fiqih yang dipelajarinya:

HANAFI

Imam Ibnu Nujaim

قال أبو حفص الكبير رحمه الله : لو أن رجلا عبد الله تعالى خمسين سنة ثمجاء يوم النيروز وأهدى إلى بعض المشركين بيضة يريد تعظيم ذلك اليوم فقد كفر وحبط عمله

Abu Hafs Al-Kabir berkata: Apabila seorang muslim yang menyembah Allah selama 50 tahun lalu datang pada Hari Nairuz (hari raya kaum Majusi) dan memberi hadiah telur kepada sebagian orang musyrik dengan tujuan untuk ikut memuliakan hari raya itu, maka dia kafir dan terhapus amalnya. (Imam Ibnu Nujaim, Al Bahr Al Raiq, jilid. 8, hal. 555)

MALIKI

Imam Ibnu Al Hajj

ألا ترى أنه لا يحل للمسلمين أن يبيعوا للنصارى شيئا من مصلحة عيدهم لا لحما ولا إداما ولا ثوبا ولا يعارون دابة ولا يعانون على شيء من دينهم ; لأن ذلك من التعظيم لشركهم وعونهم على كفرهم وينبغي للسلاطين أن ينهوا المسلمين عن ذلك , وهو قول مالك وغيره لم أعلم أحدا اختلف في ذلك

Tidakkah engkau tahu bahwa tidak halal bagi muslim membelikan sesuatu untuk kaum Nasrani untuk kemaslahatan hari raya mereka baik berupa daging, baju; tidak meminjamkan kendaraan dan tidak menolong apapun dari agama mereka karena hal itu termasuk mengagungkan kesyirikan mereka dan menolong kekafiran mereka. Dan hendaknya penguasa melarang umat Islam melakukan hal itu. Ini pendapat Malik dan lainnya. Saya tidak tahu pendapat yang berbeda.

(Imam Ibnul Hajj, Al Madkhal, jilid. 2, hal. 47)

SYAFI’I

Imam Ibnu Hajar Al Haitami

يُعَزَّرُ مَنْ وَافَقَ الْكُفَّارَ فِي أَعْيَادِهِمْ وَمَنْ يَمْسِكُ الْحَيَّةَ وَمَنْ يَدْخُلُ النَّارَ وَمَنْ قَالَ لِذِمِّيٍّ يَا حَاجُّ وَمَنْ هَنَّأَهُ بِعِيدِهِ..

Dita’zir (dihukum) orang yang menyamai (meniru) orang kafir pada hari raya mereka, orang yang memegang ular, yang masuk api, orang yang berkata pada kafir dzimmi “Hai Haji”, dan orang yang mengucapkan selamat pada hari raya (agama lain)..

(Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj, jilid. 9, hal. 181)

Beliau juga berkata:

ثم رأيت بعض أئمتنا المتأخرين ذكرما يوافق ما ذكرته فقال : ومن أقبح البدع موافقة المسلمين النصارى في أعيادهم بالتشبه بأكلهم والهدية لهم وقبول هديتهم فيه وأكثر الناس اعتناء بذلك المصريون وقد قال صلى الله عليه وسلم : من تشبه بقوم فهو منهم

Aku melihat sebagian imam kita muta’akhirin (generasi belakangan) menyatakan pendapat yang sama denganku, lalu dia berkata: Termasuk dari bid’ah terburuk adalah penyamaan (peniruan) kaum muslimin kepada Nasrani di hari raya mereka dengan melakukan tasyabbuh (menyerupai), yaitu dengan makanan, memberi hadiah, dan menerima hadiah pada hari itu.

Kebanyakan orang yang melakukan itu adalah Mishriyun (orang-orang Mesir). Nabi ﷺ bersabda: “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia bagian dari mereka”.

(Al Fatawa Al Fiqhiyah Al Kubra, jilid. 4, hal. 238-239)

HAMBALI

Imam Al Buhuti

(وَيَحْرُمُ تَهْنِئَتُهُمْ وَتَعْزِيَتُهُمْ وَعِيَادَتُهُمْ) ؛ لِأَنَّهُ تَعْظِيمٌ لَهُمْ أَشْبَهَ السَّلَامَ. (وَعَنْهُ تَجُوزُ الْعِيَادَةُ) أَيْ: عِيَادَةُ الذِّمِّيِّ (إنْ رُجِيَ إسْلَامُهُ فَيَعْرِضُهُ عَلَيْهِ وَاخْتَارَهُ الشَّيْخُ وَغَيْرُهُ) لِمَا رَوَى أَنَسٌ «أَنَّ النَّبِيَّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – عَادَ يَهُودِيًّا، وَعَرَضَ عَلَيْهِ الْإِسْلَامَ فَأَسْلَمَ فَخَرَجَ وَهُوَ يَقُولُ: الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْقَذَهُ بِي مِنْ النَّارِ» رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَلِأَنَّهُ مِنْ مَكَارِمِ الْأَخْلَاقِ

Haram mengucapkan tahni’ah (selamat), ta’ziyah (ziarah orang mati), iyadah (jenguk orang sakit) kepada non-muslim karena itu berarti mengagungkan mereka sama dengan menyerupai (mengucapkan) salam. Tapi Boleh menjenguk sakitnya kafir dzimmi apabila diharapkan Islamnya dan hendaknya mengajak masuk Islam. Karena, dalam sebuah hadits riwayat Bukhari, Nabi ﷺ pernah iyadah pada orang Yahudi dan mengajaknya masuk Islam lalu si Yahudi masuk Islam lalu berkata, “Alhamdulillah Allah telah menyelamatkan aku dari neraka.” Dan karena menjenguk orang sakit termasuk akhak mulia. (Kasysyaaf Al Qinaa’, jilid. 1, hal. 131)

Maka, biarlah Si Udin berjalan dengan apa yang diyakininya, dengan fatwa para ulama yang diikutinya. Jika orang yg mencoba tetap istiqamah terhadap agama seperti Si Udin disebut intoleran, maka milyaran umat Islam di dunia, dan dua ratus juta di Indonesia, telah menjadi korban tuduhan itu. Anehnya yang menuduh ada yang mengaku muslim pula. Wallahul Musta’an!!

🌿🌷🌺🌻🌸🍃🌵🌴

✍️ Farid Nu’man Hasan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top