Membicarakan Urusan Dunia Di Masjid

📖📖📖📖

Hal ini juga dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya di masjid.

Dari Harb bin Simak, katanya:

قُلْتُ لِجَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ أَكُنْتَ تُجَالِسُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ نَعَمْ كَثِيرًا كَانَ لَا يَقُومُ مِنْ مُصَلَّاهُ الَّذِي يُصَلِّي فِيهِ الصُّبْحَ أَوْ الْغَدَاةَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ فَإِذَا طَلَعَتْ الشَّمْسُ قَامَ وَكَانُوا يَتَحَدَّثُونَ فَيَأْخُذُونَ فِي أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ فَيَضْحَكُونَ وَيَتَبَسَّم

Saya berkata kepada Jabir bin Samurah: Apakah kau pernah bermajelis dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam? Beliau menjawab: “Ya, banyak. Beliau tidaklah bangun dari tempat shalatnya di waktu shalat subuh atau pagi sampai terbitnya matahari. Jika matahari telah terbit dia bangun. Dahulu mereka membicarakan peristiwa-peristiwa yang mereka alami ketika masih jahiliyah, lalu mereka tertawa dan tersenyum.” (HR. Muslim No. 670, Abu Daud No. 1294, Ahmad No. 20844, Ibnu Hibban No. 6259)

Imam An Nawawi Rahimahullah mengomentari hadits ini:

يَجُوزُ التَّحَدُّثُ بالْحَدِيثِ الْمُبَاحِ فِي الْمَسْجِدِ وَبِأُمُورِ الدُّنْيَا وَغَيْرِهَا مِنَ الْمُبَاحَاتِ وَإِنْ حَصَل فِيهَا ضَحِكٌ وَنَحْوُهُ مَا دَامَ مُبَاحًا

Dibolehkan berbicara dengan pembicaraan yang mubah di dalam masjid dan urusan dunia dan selainnya yang mubah, walaupun melahirkan tawa dan semisalnya selama berasal dari yang mubah. (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 2/180)

Sebenarnya para ulama khilafiyah, sebagaimana keterangan berikut:

فذهب الحنفية والمالكية والحنابلة إلى كراهة الكلام في المساجد بأمر من أمور الدنيا
قال الحنفية: والكلام المباح فيه مكروه يأكل الحسنات كما تأكل النار الحطب فإنه مكروه والكراهة تحريمية، لأن المساجد لم تبن له. وقال الحنابلة: ويكره أن يخوض في حديث الدنيا، ويشتغل بالطاعة من الصلاة والقراءة والذكر  وذهب الشافعية إلى جواز الكلام المباح في المسجد

Pendapat Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah bahwa makruh berbicara urusan dunia di masjid. Hanafiyah mengatakan: “Pembicaraan yang mubah di masjid adalah makruh, akan menghabiskan kebaikan-kebaikan sebagaimana api membakar kayu bakar, maka itu makruh tahrim, karena masjid tidak dibangun untuk itu. Hanabilah mengatakan: dimakruhkan ikut campur membicarakan dunia dan membuatnya sibuk dari melakukan ketaatan berupa shalat,  membaca Al Quran, dan berdzikir. Pendapat Syafi’iyah membolehkan berbicara yang mubah di masjid. .. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 35/118)

Namun, pendapat Syafi’iyah lebih kuat berdasarkan hadits di atas. Hanya saja membiasakan diri membicarakan perkara dunia di masjid juga bukan hal yang patut. Oleh karenanya hendaknya ini tidak menjadi kebiasaan agar masjid tidak menjadi seolah kedai kopi, yang tidak memiliki kewibawaan dan kemuliaan.

Wallahu A’lam

🌾🌺🍂🍃🍀☘🌷🌸🍄🌼🌻🌿

✏ Farid Nu’man Hasan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top