💢💢💢💢💢💢💢
Cerai dalam marah ada dua keadaan, yaitu:
1⃣ Marah yang sudah sangat, sampai dia tidak menyadari apa yang terjadi, apa yang terucap, akalnya tertutup, sehingga dia mengucap tanpa kehendak.
Untuk yang seperti ini mayoritas ulama mengatakan cerai TIDAK SAH, sebab saat itu akalnya tertutup sama dengan orang gila atau mabuk.
Inilah pendapat mayoritas ulama seperti Utsman, Ibnu Abbas, Thawus, Atha’, Abu Tsa’tsa, Umar bin Abdul Aziz, Al Qasim bin Muhammad, Al Laits bin Sa’ad, Rabi’ah, Al Muzani Al Bukhari, Ahmad, Ibnu Taimiyah (beliau mengistilahkan dengan talak bid’ah), Ibnul Qayyim, dan lainnya.
Dalilnya adalah:
انمال الاعمال بالنيات و انما لكل امرء ما نوى
Sesungguhnya amal itu berdasarkan niatnya dan setiap manusia akan mendapatkan balasan sesuai apa yang diniatkanya. (HR. Muttafaq Alaih)
Dan juga kaidah:
الامور بمقاصدها
Nilai perbuatan itu tergantung maksud-maksudnya. (Al Asybah wan Nazhair, Hal. 8)
Sedangkan ulama lain mengatakan TETAP SAH cerai dalam keadaan marah seperti ini, mereka adalah Hasan Al Bashri, Sa’id bin Al Musayyab, Az Zuhri, Abu Hanifah, Malik, Asy Syafi’i, dan lainnya.
Alasannya adalah:
ثَلاَثٌ جِدُّهُنَّ جِدٌّ وَهَزْلُهُنَّ جِدٌّ النِّكَاحُ وَالطَّلاَقُ وَالرَّجْعَةُ
“Tiga perkara yang serius dan bercandanya sama-sama dianggap serius: nikah, cerai, dan rujuk”. (HR. Abu Daud, At Tirmidzi, dll)
Bercanda, biasanya tidak dibarengi kehendak secara hakiki, tapi dalam hadits ini hal itu tetap dianggap serius. Ini setara dengan marah yang luar biasa tadi, walau tidak diiringi kehendak tapi tapi SAH selama bahasanya memang lugas.
2⃣ Marah yang masih sadar atas apa yang terucap dan apa yang terjadi.
Untuk jenis yang ini, tidak ada khilafiyah para ulama, bahwa ucapan cerai dalam keadaan marah yang masih bisa berpikir adalah SAH, selama memang ucapan shariih (tegas dan lugas).
Demikian. Wallahu A’lam
🌴🌷🌱🌸🍄🍃🌵🌾
✍ Farid Nu’man Hasan