▪▫▪▫▪▫▪
📨 PERTANYAAN:
Tadz, masjid daerah kami sedang panas. Ribut masalah khilafiyah sih .. tapi ya begitu, sampai boikot segala. Gak mau shalat dengan yg beda pemahaman, beda guru .. khawatir gak sah katanya .. gimana tadz sarannya ? (#PejuangSedih)
📬 JAWABAN
🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃
Bismillahirrahmanirrahim ..
Saya ikut prihatin atas apa yang antum saksikan dan alami di sana. Seharusnya seorang muslim tetaplah menyikapi saudaranya sebagai seorang muslim, walau berbeda dalam masalah-masalah furu’ (cabang) dalam agama. Tapi, sering kali karena kebodohan kita, kita mudah tersulut permusuhan dan saling boikot sesama muslim hanya karena perbedaan pendapat, ironis lagi ini terjadi di masjid!!
Saya sampaikan di sini, apa yang dijelaskan Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah tentang bagaimana akhlak luhur para ulama kita dalam menyikapi perselisihan pendapat di antara mereka.
Beliau berkata:
فَأَمَّا الْمُخَالِفُونَ فِي الْفُرُوعِ كَأَصْحَابِ أَبِي حَنِيفَةَ، وَمَالِكٍ، وَالشَّافِعِيِّ، فَالصَّلَاةُ خَلْفَهُمْ صَحِيحَةٌ غَيْرُ مَكْرُوهَةٍ. نَصَّ عَلَيْهِ أَحْمَدُ؛ لِأَنَّ الصَّحَابَةَ وَالتَّابِعِينَ، وَمَنْ بَعْدَهُمْ لَمْ يَزَلْ بَعْضُهُمْ يَأْتَمُّ بِبَعْضٍ، مَعَ اخْتِلَافِهِمْ فِي الْفُرُوعِ، فَكَانَ ذَلِكَ إجْمَاعًا، وَلِأَنَّ الْمُخَالِفَ إمَّا أَنْ يَكُونَ مُصِيبًا فِي اجْتِهَادِهِ، فَلَهُ أَجْرَانِ أَجْرٌ لِاجْتِهَادِهِ وَأَجْرٌ لِإِصَابَتِهِ، أَوْ مُخْطِئًا فَلَهُ أَجْرٌ عَلَى اجْتِهَادِهِ، وَلَا إثْمَ عَلَيْهِ فِي الْخَطَأِ، لِأَنَّهُ مَحْطُوطٌ عَنْهُ. فَإِنْ عَلِمَ أَنَّهُ يَتْرُكُ رُكْنًا أَوْ شَرْطًا يَعْتَقِدُهُ الْمَأْمُومُ دُونَ الْإِمَامِ، فَظَاهِرُ كَلَامِ أَحْمَدَ صِحَّةُ الِائْتِمَامِ بِهِ
Ada pun perbedaan pendapat dalam masalah cabang, seperti yang dialami oleh pengikut Imak Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Asy Syafi’iy, maka shalat dibelakang mereka adalah SAH dan tidak makruh. Imam Ahmad mengatakan bahwa para sahabat, tabi’in, dan generasi setelahnya, mereka senantiasa berimam kepada sesama mereka walau mereka berbeda dalam masalah furu’. Demikian itu (shalat berjamaah dengan yang berbeda masalah furu’, pen) adalah ijma’ mereka.
Sedangkan orang yang berbeda pendapat, jika dia benar pendapatnya maka pahalanya dua; satu karena ijtihadnya, satu karena benarnya. Ada pun yang ijtihadnya salah, dia dapat satu pahala, yaitu pahala ijtihadnya, sedangkan kesalahannya tidak berdosa baginya.
Jika seorang makmum mengetahui bahwa imamnya meninggalkan satu atau dua rukun, yang mana bagi makmum itu tidak boleh ditinggalkan, sedangkan si imam berpendapat boleh, maka menurut perkataan Imam Ahmad tetap SAH shalat berimam kepadanya.
(Al Mughni, 2/141)
Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah bercerita tentang Imam Asy Syafi’iy Rahimahullah:
ثُمَّ مِنْ الْمَعْلُومِ بِالتَّوَاتُرِ عَنْ سَلَفِ الْأُمَّةِ أَنَّ بَعْضَهُمْ مَا زَالَ يُصَلِّي خَلْفَ بَعْضٍ مَعَ وُجُودِ مِثْلِ ذَلِكَ فَمَا زَالَ الشَّافِعِيُّ وَأَمْثَالُهُ يُصَلُّونَ خَلْفَ أَهْلِ الْمَدِينَةِ وَهُمْ لَا يَقْرَءُونَ الْبَسْمَلَةَ سِرًّا وَلَا جَهْرًا. وَمِنْ الْمَأْثُورِ أَنَّ الرَّشِيدَ احْتَجَمَ فَاسْتَفْتَى
Kemudian, telah diketahui secara mutawatir dari generasi salaf bahwa mereka shalat berjamaah satu sama lain bersamaan dengan adanya hal itu (perselisihan pendapat). Imam Asy Syafi’iy dan orang-orang semisalnya shalat dibelakang penduduk Madinah (dulunya Malikiyah), di mana mereka tidak membaca Basmalah baik sirr (dilirihkan) atau jahr (dikeraskan).
(Majmu’ Al Fatawa, 20/365)
Kita mengetahui bahwa Imam Asy Syafi’iy Rahimahullah berpendapat membaca Basmalah dalam surat Al Fatihah itu ada dan dikeraskan suaranya. Tapi, Beliau tetap bermakmum kepada imam yang tidak membaca Basmalah sama sekali.
Berikut ini kisah mengagumkan tentang Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu, yang mengomentari shalatnya Utsman bin ‘Affan Radhiyallahu ‘Anhu.
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ قَالَ : كُنَّا مَعَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ بِجَمْعٍ فَلَمَّا دَخَلَ مَسْجِدَ مِنًى سَأَلَ : كَمْ صَلَّى أَمِيرُ الْمُؤْمِنِينَ؟ قَالُوا : أَرْبَعًا فَصَلَّى أَرْبَعًا قَالَ فَقُلْنَا لَهُ : أَلَمْ تُحَدِّثْنَا أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- صَلَّى رَكْعَتَيْنِ، وَأَبَا بَكْرٍ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ فَقَالَ : بَلَى وَأَنَا أُحَدِّثُكُمُوهُ الآنَ ، وَلَكِنْ عُثْمَانُ كَانَ إِمَامًا فَأُخَالِفُهُ وَالْخِلاَفُ شَرٌّ
Dari Abdurrahman bin Yazid, dia berkata:
“Kami shalat bersama Abdullah bin Mas’ud secara jamak. Ketika masuk ke masjid Mina, beliau bertanya: “Berapa rakaat shalatnya Amirul mu’minin (Utsman) ?”
Orang-orang menjawab: “Empat rakaat,” maka Abdullah bin Mas’ud juga shalat empat rakaat.
Maka kami bertanya kepadanya: “Bukankah engkau sendiri yang menyampaikan hadits Nabi ﷺ bahwa Beliau shalat dua rakaat, begitu pula Abu Bakar?”
Ibnu Mas’ud menjawab: “Benar, saya akan sampaikan haditsnya kepada kalian sekarang, tetapi Utsman adalah seorang imam, maka aku tidak mau menyelisihinya, karena perselisihan itu buruk.”
(Imam Al Baihaqiy, As Sunan Al Kubra, no. 5645)
Inilah adab ulama, yang sudah melanglang buana dengan ilmu. Mereka sering meninggalkan apa yang menjadi keyakinannya, meninggalkan apa yang menurutnya benar, demi menjaga hati, menjaga perasaan, dan keutuhan umat Islam. Mereka semakin luwes dan lapang dada, selapang ilmu mereka. Berbeda dengan manusia zaman ini, yang begitu keras terhadap saudaranya dalam menyikapi perbedaan pendapat ..
Ini semua luka lama, pernah menganga beberapa puluh tahun lalu .. apakah luka ini tidak kunjung kering karena selalu ada manusia yang sulit menerima perbedaan pendapat, karena merasa pendapatnya yang paling benar? ..
Maka, tidak dibenarkan sikap memboikot antar jamaah, antar pengajian, hanya karena perbedaan-perbedaan furu’ tersebut ..
Mulailah dari diri kita dulu, menjadi perekat diantara mereka. Jangan ikut-ikutan panas, dan mesti ada yang memulai untuk meredam kegaduhan di sana. Semoga Allah menguatkan umat Islam dari fitnah perpecahan ..
Wallahul Musta’an!! ..
🌻☘🌿🌸🍃🍄🌷💐
✍ Farid Nu’man Hasan