PERTANYAAN:
Mohon maaf , saya kadang menemui muslim Indonesia yang bersikeras bahwa muslim harus taklid ke salah satu madzhab, dan khususnya di Indonesia harus bermadzhab Syafii; tapi ketika ditanya tentang aurat perempuan justru mengikuti madzhab Hanafi .
Padahal jika bertaklid ke Madhab Hanafi harusnya tidak makan udang & cumi, jika batal puasa sunnah jadi wajib membayar, rela anak perempuannya nikah tanpa wali, dan mengikuti aturan-aturan madzhab Hanafi lainnya.
Wallaahu alam
JAWABAN
Bagi orang awam, tidak diwajibkan secara ketat harus mengikuti satu Mazhab saja di semua persoalan. Dia bisa mengikuti mazhab A di suatu masalah tapi ikut mazhab B di masalah lain setelah berkonsultasi dengan ahlinya. Sebab mazhabnya orang awam adalah ulama yang dia jadikan rujukan saat itu.
Syaikh Walid bin Rasyid As Su’aidan mengutip dari Imam ‘Izzuddin bin Abdissalam Rahimahullah, pemuka madzhab Syafi’i yang dijuluki Sulthanul ‘Ulama di masanya:
يجوز تقليد كل واحدٍ من الأئمة الأربعة رضي الله عنهم ، ويجوز لكل واحدٍ أن يقلد واحداً منهم في مسألة ويقلد إماماً آخر منهم في مسألة أخرى ، ولا يجوز تتبع الرخص
Diperbolehkan taklid terhadap salah satu imam madzhab yang empat, dan setiap orang boleh saja mengikuti salah satu dari pendapat mereka dalam satu masalah dan mengikuti pendapat imam lainnya dalam masalah yang lain, namun tidak diperkenankan mencari-cari rukhshah (yang gampang-gampang). (Syaikh Walid bin Rasyid As Su’aidan,
Ta’rif ath Thulab bi Ushul al Fiqh fi Su’al wa Jawab, hal. 102)
Syaikh Abdul Fattah Rawwah Al Makki menjelaskan:
(انه) يجوز تقليد كل واحد من الآئمة الآربعة رضي الله عنهم ويجوز لكل واحد آن يقلد واحدا منهم فى مسالة ويقلد اماما آخر في مسالة آخرى ولا يتعين تقليد واحد بعينه في كل المسائل
Bahwa sesungguh nya diperbolehkan taklid terhadap salah satu imam madzhab yang empat, dan setiap orang boleh saja mengikuti salah satu dari mereka dalam satu masalah dan mengikuti imam lainnya dalam masalah yang lain. Tidak ada ketentuan yang mengharuskan mengikuti satu mazhab dalam semua masalah.
(Syaikh Abdul Fattah Rawwah Al Makki, Al Ifshah ‘ala Masailil Idhah ‘alal Madzahib al Arba’ah, hal. 219)
Demikian. Wallahu A’lam
Farid Nu’man Hasan


