PERTANYAAN
maaf ustadz, jadi gini saya memiliki seorang teman, alhamdulillah allah pilih dia menjadi seorang hafidzoh qur’an, tapi dia memiliki sedikit kekurangan, giginya maju, dan berantakan, yang membuat dia agak susah dalam mengucapkan makhroj huruf, lalu dia memasang behel untuk tujuan memperbagus bacaan qur’annya, tahapannya hampir selesai, tapi ditahapan terakhir gigi nya masih agak maju, ada dua pilihan biarkan seperti itu atau dokter nya menyarankan untuk merenggangkan sedikit di sela sela gigi sebesar 1 mili antara taring ke taring lantas memundurkannya, apakah perbuatan merenggangkan gigi tersebut termasuk perbuatan yang haram ditijau dari alasannya? sekian, terimakasih ustadz. (Asyifa K Z- Pekanbaru)
JAWABAN
Bismillahirrahmanirrahim..
Merenggangkan gigi adalah hal terlerang jika tujuannya semata-mata kecantikan. Sebagaimana hadits:
Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata:
لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ تَعَالَى
“Allah melaknat wanita pembuat tato dan yang bertato, wanita yang dicukur alis, dan dikikir giginya, dengan tujuan mempercantik diri mereka merubah ciptaan Allah Ta’ala.” (HR. Bukhari no. 4604, 5587, Muslim no. 2125)
Makna Al Mutafalijat, sebagaimana yang dikatakan oleh Al Hafizh sebagai berikut:
والمتفلجات جمع متفلجة وهي التي تطلب الفلج أو تصنعه، والفلج بالفاء واللام والجيم انفراج ما بين الثنيتين والتفلج أن يفرج بين المتلاصقين بالمبرد ونحوه وهو مختص عادة بالثنايا والرباعيات
Al Mutafalijat adalah jamak dari mutafalijah artinya membuat atau menciptakan belahan (pembagian). Al Falju dengan fa, lam, dan jim adalah membuat jarak antara dua hal, At Tafalluj adalah membagi antara dua hal yang berdempetan dengan menggunakan alat kikir dan semisalnya, secara khusus biasanya pada gigi yang double dan bagian depan di antara taring. ” (Al Hafizh Ibnu Hajar, Fathul Bari, 10/372. Darul Fikr)
Hal ini diharamkan. Hanya saja diberi keringanan bagi yang berpenyakit, atau jika mengganggu aktiitas mengunyah dan berbicara.
Berkata Imam Ath Thabari Rahimahullah:
ويستثنى من ذلك ما يحصل به الضرر والأذية كمن يكون لها سن زائدة أو طويلة تعيقها في الأكل
“Dikecualikan dari hal itu, yakni apa-apa yang bisa mendatangkan bahaya dan gangguan seperti wanita yang memiliki gigi yang lebih atau kepanjangan (tonggos) yang dapat menghalanginya ketika makan.” (Al Hafizh Ibnu Hajar, Fathul Bari, 10/377. Darul Fikr)
Maka, aktifitas memperbaiki gigi seperti menambal, memasang kawat gigi dan gigi palsu, tidaklah termasuk mutafallijah jika tujuannya untuk pengobatan, kesehatan, atau menghilangkan aib.
Hal ini sesuai kaidah:
الأمور بمقاصدها
Permasalahan dinilai sesuai maksudnya. (Imam As Suyuthi, Al Asybah Wan Nazha-ir, kaidah ke 5)
Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid mengatakan:
سئل الشيخ صالح الفوزان عن تقويم الأسنان فقال : إذا احتيج إلى هذا كأن يكون في الأسنان تشويه واحتيج إلى إصلاحها فهذا لا بأس به ، أما إذا لم يُحتج إلى هذا فهو لا يجوز ، بل جاء النهي عن وشر الأسنان وتفليجها للحسن وجاء الوعيد على ذلك لأن هذا من العبث ومن تغيير خلق الله
أما إذا كان هذا لعلاج مثلاً أو لإزالة تشويه أو لحاجة لذلك كأن لا يتمكن الإنسان من الأكل إلا بإصلاح الأسنان وتعديلها فلا بأس بذلك
أما إزالة الأسنان الزائدة فقال الشيخ ابن جبرين : لا بأس بخلع السن الزائد لأنه يشوه المنظر ويضيق منه الإنسان … ، ولا يجوز التفليج ولا الوشر للنهي عنه
Syaikh Shalih Al-Fauzan ditanya tentang hukum merapikan gigi. Beliau menjawab, “Jika ada kebutuhan untuk ini, seperti adanya cacat pada gigi yang membutuhkan perbaikan, maka hal ini tidak mengapa. Namun, jika tidak ada kebutuhan, maka hal itu tidak diperbolehkan. Bahkan, terdapat larangan untuk mengikir gigi atau membuat jarak antar gigi demi memperindah penampilan, dan ada ancaman bagi yang melakukannya karena termasuk dalam perbuatan sia-sia dan mengubah ciptaan Allah.
Adapun jika dilakukan untuk tujuan pengobatan, menghilangkan cacat, atau kebutuhan tertentu—seperti seseorang yang kesulitan makan kecuali dengan memperbaiki dan merapikan gigi—maka hal ini diperbolehkan.”
Sedangkan mengenai pencabutan gigi berlebih, Syaikh Ibnu Jibrin mengatakan, “Tidak mengapa mencabut gigi yang berlebih karena merusak penampilan dan dapat membuat seseorang merasa tidak nyaman. Namun, tidak diperbolehkan membuat jarak atau mengikir gigi karena ada larangan dalam hal ini.” (Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 21255)
Demikian. Wallahu A’lam
Farid Nu’man Hasan