💦💥💦💥💦💥
📨 PERTANYAAN:
Assalamu ‘alaikum Pa ustadz, selama di Madinah bbrp hari ni saya lihat kok orang sembarang lewat di depan makmum, kan itu terlarang? Mohon penjelasannya.
📬 JAWABAN
🍃🍃🍃🍃🍃🍃
Wa ‘Alaikumus Salam wa Rahmatullah wa Barakatuh
Bismillah wal Hamdulillah ….
Masalah ini sering menjadi pertanyaan banyak orang. Apakah dibolehkan jalan melewati makmum? Bukankah nabi melarang kita lewat di depan orang shalat?
Dari Abu Said Al Khudri Radhiyallahu ‘Anhu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ يُصَلِّي فَلَا يَدَعْ أَحَدًا يَمُرُّ بَيْنَ يَدَيْهِ وَلْيَدْرَأْهُ مَا اسْتَطَاعَ، فَإِنْ أَبَى فَلْيُقَاتِلْهُ، فَإِنَّمَا هُوَ شَيْطَانٌ
“Jika kalian shalat maka jangan biarkan seorang pun lewat di hadapan kalian, cegahlah semampu kalian, jika dia menolak untuk dicegah maka bunuhlah, karena dia adalah seetan.” (HR. Muslim, 258/505)[1]
Para ulama’ memahami larangan ini berlaku untuk shalat sendiri dan shalatnya imam. Boleh saja melewati makmum, sebab larangan melewati depan orang shalat hanya berlaku bagi shalat sendiri atau shalatnya imam.
Larangan hadits di atas masih ‘aam (global) yang larangan tersebut di- takhshish (dibatasi) oleh hadits lainnya.
Berikut ini dalilnya:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَأَقْبَلْتُ رَاكِبًا عَلَى أَتَانٍ وَأَنَا يَوْمَئِذٍ قَدْ نَاهَزْتُ الِاحْتِلَامَ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِالنَّاس بِمِنًى فَمَرَرْتُ بَيْنَ يَدَيْ الصَّفِّ فَنَزَلْتُ فَأَرْسَلْتُ الْأَتَانَ تَرْتَعُ وَدَخَلْتُ فِي الصَّفِّ فَلَمْ يُنْكِرْ ذَلِكَ عَلَيَّ أَحَدٌ
Dari Ibnu Abbas, dia berkata: “Aku datang dengan mengendarai keledai betina, saat itu aku telah bersih-bersih dari mimpi basah dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat di Mina, maka aku lewat di depan shaf lalu aku turun dari kendaraan keledai betina, lalu aku masuk ke shaf dan tak ada satu pun yang mengingkari perbuatan itu.” (HR. Muslim No. 504)
Hadits ini menunjukkan bahwa Ibnu Abbas berjalan di depan shaf makmum. Bahkan dia lewat sambil menunggangi untanya, dan tidak seorang pun mencegahnya. Artinya, larangan melewati (berjalan) di depan orang shalat, hanya berlaku jika melewati imam dan orang yang shalatnya sendiri. Menurut keterangan riwayat ini, melewati di depan makmum (karena ada keperluan) tidaklah mengapa. Kebolehan ini tidak ada perselisihan di antara para ulama.
Al Hafizh Ibnu Hajar Asy Syafi’iy Rahimahullah menulis dalam Fathul Baari:
وَقَالَ اِبْن عَبْد الْبَرّ : حَدِيثُ اِبْن عَبَّاس هَذَا يَخُصُّ حَدِيثٌ أَبِي سَعِيد ” إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ يُصَلِّي فَلَا يَدَعُ أَحَدًا يَمُرُّ بَيْنَ يَدَيْهِ ” فَإِنَّ ذَلِكَ مَخْصُوص بِالْإِمَامِ وَالْمُنْفَرِد ، فَأَمَّا الْمَأْمُومُ فَلَا يَضُرُّهُ مَنْ مَرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ لِحَدِيثِ اِبْن عَبَّاس هَذَا ، قَالَ : وَهَذَا كُلُّهُ لَا خِلَافَ فِيهِ بَيْنَ الْعُلَمَاءِ
Berkata Ibnu Abdil Bar, “Hadits Ibnu Abbas ini menjadi takhsis (pembatas) bagi hadits Abu Said yang berbunyi, ‘Jika salah seorang kalian shalat maka janganlah membiarkan seorang pun lewat di hadapannya,’ sebab hadits ini dikhususkan untuk imam dan shalat sendiri. Ada pun makmum, maka tidak ada sesuatu pun yang memudharatkan siapa pun yang lewat di hadapannya, sebagaimana yang ditegaskan oleh hadits Ibnu Abbas ini. Semua ini tidak ada perselisihan pendapat di antara para ulama.” (Fathul Bari, 1/572)
Hanya saja bolehnya hal ini masyarakat kita masih banyak yang belum memahaminya, mungkin dianggap tidak sopan. Tp, yang jelas mereka mesti diedukasi hal ini agar tidak melarang apa-apa yang dibolehkan agama syariat.
Demikian. Shallallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala Aalihi wa Shahbihi ajma’in.
Wallahu A’lam.
🌾🌻🍃🌴🌺☘🌷🌸
✏ Farid Nu’man Hasan
🍃🍃🍃🍃🍃
[1] Apa maksud “bunuh” dalam hadits ini? Apakah dia dibunuh karena menolak dihalau? Imam Al Baghawi menjelaskan:
والمراد من المقاتلة الدفع بالعنف لا القتل
Yang dimaksud dengan “bunuh” adalah menahan dengan keras, bukan membunuhnya. (Syarhus Sunnah, 2/456)
Imam An Nawawi menjelaskan tentang hukum menghalau orang yang lewat di hadapan orang shalat:
وهو ندب مت
أكد ولا أعلم أحدا من العلماء أوجبه بل صرح أصحابنا وغيرهم بأنه مندوب غير واجب قال القاضي عياض واجمعوا على أنه لا يلزمه مقاتلته بالسلاح ولا ما يؤدي إلى هلاكه
Itu sunah yang ditekankan, dan aku tidak ketahui adanya seorang ulama pun yang mengatakan wajib. Bahkan para sahabat kami dan lainnya menjelaskan itu anjuran saja bukan kewajiban. Al Qadhi ‘Iyadh mengatakan: “Mereka telah ijma’ bahwa itu bukan membunuhnya dengan senjata atau apa-apa yang membawa celaka baginya.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 4/223)