Hukum Orang Dewasa Bermain Boneka

💢💢💢💢💢💢💢

📨 PERTANYAAN:

Boleh ga punya boneka (misal boneka beruang) untuk orang dewasa?

📬 JAWABAN

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘ala Rasulillah wa ba’d:

Boneka anak-anak adalah pengecualian, dia dibolehkan berdasarkan dalil-dalil berikut:

1⃣ ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bercerita:

كُنْتُ أَلْعَبُ بِالْبَنَاتِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَكَانَ لِي صَوَاحِبُ يَلْعَبْنَ مَعِي، «فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ يَتَقَمَّعْنَ مِنْهُ، فَيُسَرِّبُهُنَّ إِلَيَّ فَيَلْعَبْنَ مَعِي

Aku bermain dengan boneka di sisi Nabi ﷺ, saat itu  ada kawan-kawanku yang bermain bersamaku, jika Rasulullah ﷺ masuk mereka bersembunyi, lalu Rasulullah ﷺ mengambilkannya untukku lalu merka bermain denganku. (HR. Muttafaq ‘Alaih)

2⃣  Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bercerita:

قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ غَزْوَةِ تَبُوكَ، أَوْ خَيْبَرَ وَفِي سَهْوَتِهَا سِتْرٌ، فَهَبَّتْ رِيحٌ فَكَشَفَتْ نَاحِيَةَ السِّتْرِ عَنْ بَنَاتٍ لِعَائِشَةَ لُعَبٍ، فَقَالَ: «مَا هَذَا يَا عَائِشَةُ؟» قَالَتْ: بَنَاتِي، وَرَأَى بَيْنَهُنَّ فَرَسًا لَهُ جَنَاحَانِ مِنْ رِقَاعٍ، فَقَالَ: «مَا هَذَا الَّذِي أَرَى وَسْطَهُنَّ؟»   قَالَتْ: فَرَسٌ، قَالَ: «وَمَا هَذَا الَّذِي عَلَيْهِ؟» قَالَتْ: جَنَاحَانِ، قَالَ: «فَرَسٌ لَهُ جَنَاحَانِ؟» قَالَتْ: أَمَا سَمِعْتَ أَنَّ لِسُلَيْمَانَ خَيْلًا لَهَا أَجْنِحَةٌ؟ قَالَتْ: فَضَحِكَ حَتَّى رَأَيْتُ نَوَاجِذَهُ

Rasulullah ﷺ pulang dari perang Tabuk atau Khaibar, di kamar ‘Aisyah tertutup oleh kain. Lalu ada angin yang bertiup, kain tersebut tersingkap sehingga mainan boneka ‘Aisyah terlihat.  Nabi bertanya, “Wahai ‘Aisyah, ini apa?” ‘Aisyah menjawab, “Itu mainan aku.” Lalu beliau melihat di antara boneka itu ada  kuda yang mempunyai dua sayap. Beliau bertanya, “Bagian tengah  yang aku lihat di boneka ini apa?” ‘Aisyah menjawab, “Boneka kuda.” Beliau bertanya lagi, “Lalu yang ada di bagian atasnya itu apa?” ‘Aisyah menjawab, “Dua sayap.”  Nabi  bertanya lagi, “Kuda mempunyai dua sayap?!” ‘Aisyah menjawab, “Apakah Engkau pernah mendengar bahwa Nabi Sulaiman mempunyai kuda yang punya banyak sayap?” ‘Aisyah berkata, “Beliau lalu tertawa hingga aku dapat melihat gerahamnya.” (HR. Abu Daud no. 4932. Dishahihkan oleh Imam Zainuddin Al ‘Iraqi dalam Takhrijul Ihya, 3/1329)

📕 Bagaimana penjelasan ulama?

Syaikh Abdurrahman Al Jazayri berkata:

ولهذا استثنى بعض المذاهب لعب البنات “العرائس” الصغيرة الدمى، فإن صنعها جائز، وكذلك بيعها وشراؤها. لأن الغرض من ذلك إنما هو تدريب البنات الصغار على تربية الأولاد، وهذا الغرض كافٍ في إباحتها. وكذلك إذا كانت الصورة مرسومة على ثوب مفروش أو بساط أو مخدة فإنها جائزة، لأنها في هذه الحالة تكون ممتهنة فتكون بعيدة الشبه بالأصنام

Olah karena itu, dikecualikan oleh sebagian madzhab tentang boneka anak-anak, membuatnya dibolehkan, begitu juga membelinya. Karena tujuan dari itu adalah sebagai pendidikan bagi anak-anak perempuan agar mereka bisa mendidik anak-anak, dan tujuan ini sudah cukup dalam pembolehannya. Begitu juga gambar-gambar yang ada pada pakaian, atau karpet, atau bantal, hal itu boleh. Sebab dalam keadaan ini jauh dari makna penyerupaan dengan patung. (Al Fiqh ‘Alal Madzahib Al Arba’ah, 2/40, Cet. 2, 1324H-2003M. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah. Beirut)

Tertulis dalam Al Mausu’ah:

فَيُسْتَثْنَى مِمَّا يَحْرُمُ مِنَ الصُّوَرِ صُوَرُ لَعِبِ الْبَنَاتِ فَإِنَّهَا لاَ تَحْرُمُ، وَيَجُوزُ اسْتِصْنَاعُهَا وَصُنْعُهَا وَبَيْعُهَا وَشِرَاؤُهَا لَهُنَّ؛ لأَِنَّهُنَّ يَتَدَرَّبْنَ بِذَلِكَ عَلَى رِعَايَةِ الأَْطْفَال، وَقَدْ كَانَ لِعَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهَا جَوَارٍ يُلاَعِبْنَهَا بِصُوَرِ الْبَنَاتِ الْمَصْنُوعَةِ مِنْ نَحْوِ خَشَبٍ، فَإِذَا رَأَيْنَ الرَّسُول صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَحِينَ مِنْهُ وَيَتَقَمَّعْنَ، وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَشْتَرِيهَا لَهَا

Dikecualikan dari gambar yang diharamkan adalah gambar boneka anak-anak, itu tidak haram. Boleh minta dibuatkannya, membuatnya, menjualnya, dan membelinya untuk mereka. Karena hal itu bisa melatih mereka untuk mengemong anak-anak. Dahulu ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha memiliki tetangga yang bermain dengannya menggunakan boneka yang terbuat dari kayu. Jika mereka melihat Rasulullah ﷺ mereka malu dan menyembunyikan bonekaannya, dahulu Nabi ﷺ membelikannya untuk ‘Aisyah. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 7/75)

Dalam halaman lain juga tertulis:

اسْتَثْنَى أَكْثَرُ الْعُلَمَاءِ مِنْ تَحْرِيمِ التَّصْوِيرِ وَصِنَاعَةِ التَّمَاثِيل صِنَاعَةَ لُعَبِ الْبَنَاتِ. وَهُوَ مَذْهَبُ الْمَالِكِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ

وَقَدْ نَقَل الْقَاضِي عِيَاضٌ جَوَازَهُ عَنْ أَكْثَرِ الْعُلَمَاءِ، وَتَابَعَهُ النَّوَوِيُّ فِي شَرْحِ مُسْلِمٍ، فَقَال: يُسْتَثْنَى مِنْ مَنْعِ تَصْوِيرِ مَا لَهُ ظِلٌّ، وَمِنِ اتِّخَاذِهِ لُعَبَ الْبَنَاتِ، لِمَا وَرَدَ مِنَ الرُّخْصَةِ فِي ذَلِكَ.

وَهَذَا يَعْنِي جَوَازَهَا، سَوَاءٌ أَكَانَتِ اللُّعَبُ عَلَى هَيْئَةِ تِمْثَال إِنْسَانٍ أَوْ حَيَوَانٍ، مُجَسَّمَةً أَوْ غَيْرَ مُجَسَّمَةٍ، وَسَوَاءٌ أَكَانَ لَهُ نَظِيرٌ فِي الْحَيَوَانَاتِ أَمْ لاَ، كَفَرَسٍ لَهُ جَنَاحَانِ. وَقَدِ اشْتَرَطَ الْحَنَابِلَةُ لِلْجَوَازِ أَنْ تَكُونَ مَقْطُوعَةَ الرُّءُوسِ، أَوْ نَاقِصَةَ عُضْوٍ لاَ تَبْقَى الْحَيَاةُ بِدُونِهِ. وَسَائِرُ الْعُلَمَاءِ عَلَى عَدَمِ اشْتِرَاطِ ذَلِكَ

Mayoritas ulama mengecualikan dari pengharaman pembuatan gambar dan patung, adalah boneka anak-anak. Inilah pendapat dari Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah. Al Qadhi ‘Iyadh telah menukil dari mayoritas ulama atas kebolehannya, dan diikuti oleh Imam An Nawawi dalam Syarh Muslim, kata Beliau: “Dikecualikan dari larangan menggambar sesuatu yang memiliki bayangan (tiga dimensi) dan yang dijadikan mainan oleh anak-anak permpuan, karena adanya dalil memberikan rukhshah hal itu.”

Maknanya adalah boleh, sama saja apakah mainan dalam wujud patung manusia, atau hewan, baik yang berjasad atau tidak, sama saja apakah dia mirip dengan hewan atau tidak, seperti kuda yang memiliki dua sayap.

Golongan Hanabilah memberikan syarat kebolehannya yaitu hendaknya bagian kepalanya dipotong, atau dicopot salah satu anggota tubuhnya sehingga tidak seperti makhluk hidup. Sementara kebanyakan ulama tidak mensyaratkan seperti itu. (Ibid , 12/111-112)

📘 Bagaimana jika Orang Dewasa Yang Main Boneka?

Imam Al Qurthubi Rahimahullah berkata:

قَالَ الْعُلَمَاءُ: وَذَلِكَ لِلضَّرُورَةِ إِلَى ذَلِكَ وَحَاجَةِ الْبَنَاتِ حَتَّى يَتَدَرَّبْنَ عَلَى تَرْبِيَةِ أَوْلَادِهِنَّ. ثُمَّ إِنَّهُ لَا بَقَاءَ لِذَلِكَ، وَكَذَلِكَ مَا يُصْنَعُ مِنَ الْحَلَاوَةِ أَوْ مِنَ الْعَجِينِ لَا بَقَاءَ لَهُ، فَرُخِّصَ فِي ذَلِكَ، وَاللَّهُ أَعْلَمُ

Berkata para ulama: Hal itu untuk kepentingan mendesak dan kebutuhan bagi anak-anak perempuan sampai mereka terlatih dalam mendidik anak-anak. NAMUN HAL ITU TIDAK BOLEH TERUS MENERUS.  Begitu pula pembuatan permen, atau adonan, juga tidak terus menerus. Itu diberikan keringanan (buat anak-anak). Wallahu A’lam. (Tafsir Al Qurthubi, 14/275)

Syaikh Ali Ash Shabuni berkata:

Juga dikecualikan mainan (boneka) anak perempuan (la’ibul banaat). Telah ada berita yang pasti dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha  bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menikahinya saat usianya baru tujuh tahun, lalu ia membawa ‘Aisyah ke rumahnya saat ‘Aisyah berusia sembilan tahun, dan saat itu ia masih bersama bonekanya. Rasulullah wafat saat usianya baru delapan belas tahun. (HR. Muslim, lihat juga Jam’ul Fawaaid)

Dari ‘Aisyah dia berkata, “Aku bermain bersama anak-anak perempuan di dekat Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, saat itu aku memiliki sahabat yang bermain bersamaku, jika beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam masuk ke rumah, sahabat-sahabatku malu kepadanya dan pergi, lalu beliau memangil mereka dan mendatangkan mereka untukku agar  bermain bersamaku lagi.”

Berkata para ulama: Sesungguhnya dibolehkannya boneka anak-anak karena adanya kebutuhan terhadapnya, yaitu kebutuhan anak perempuan agar ia terlatih dalam mengasuh anak-anak,  NAMUN TIDAK BOLEH TERUS MENERUS sebab dibolehkannya karena adanya kebutuhan tadi. Serupa dengan ini adalah bentuk yang terbuat dari permen dan adonan kue. Ini adalah keringanan (dispensasi) dalam masalah ini.  (Rawa’i Al Bayan, 2/337)

Apa yang dikatakan Imam Al Qurthubi dan Syaikh Ali Shabuni (dihuruf kapital), menunjukkan bahwa tidak dibenarkan bagi orang dewasa, sebab tidak kebutuhan sebagaimana pendidikan bagi anak-anak.

Demikian. Wallahu A’lam

🍃🌴🌻🌺☘🌷🌸🌾

✏ Farid Nu’man Hasan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top