💢💢💢💢💢💢
📨 PERTANYAAN:
Assalamu’alaikum Ustadz, bagaimana hukumnya mencium tangan orang lain sebagai penghormatan seperti orangtua, guru dll? (08122374xxxx)
📬 JAWABAN
🍃🍃🍃🍃🍃🍃
Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh …
Mencium tangan orang tua, paman, guru, ulama, atau pemimpin, karena untuk menghormati, memuliakan, karena kebaikan dan keshalihannya adalah boleh, tidak apa-apa.
Imam Al Bahuti Rahimahullah berkata:
يُبَاحُ تَقْبِيلُ الْيَدِ وَالرَّأْسِ : تَدَيُّنًا ، وَإِكْرَامًا ، وَاحْتِرَامًا، مَعَ أَمْنِ الشَّهْوَةِ
وَظَاهِرُهُ : عَدَمُ إبَاحَتِهِ لِأَمْرِ الدُّنْيَا، وَعَلَيْهِ يُحْمَلُ النَّهْيُ
Dibolehkan mencium tangan dan kepala karena faktor agama, pemuliaan, penghormatan, jika aman dari syahwat. Secara Zahir menunjukkan Tidak boleh jika alasannya duniawi, dan itu diartikan larangan. (Kasysyaaf Al Qinaa’, 2/157)
Dalam Al Mausu’ah:
يَجُوزُ تَقْبِيل يَدِ الْعَالِمِ الْوَرِعِ ، وَالسُّلْطَانِ الْعَادِل ، وَتَقْبِيل يَدِ الْوَالِدَيْنِ ، وَالأْسْتَاذِ ، وَكُل مَنْ يَسْتَحِقُّ التَّعْظِيمَ وَالإْكْرَامَ ، كَمَا يَجُوزُ تَقْبِيل الرَّأْسِ وَالْجَبْهَةِ وَبَيْنَ الْعَيْنَيْنِ ، وَلَكِنْ كُل ذَلِكَ إِذَا كَانَ عَلَى وَجْهِ الْمَبَرَّةِ وَالإْكْرَامِ ، أَوِ الشَّفَقَةِ عِنْدَ اللِّقَاءِ وَالْوَدَاعِ ، وَتَدَيُّنًا وَاحْتِرَامًا مَعَ أَمْنِ الشَّهْوَةِ
قَال ابْنُ بَطَّالٍ : أَنْكَرَ مَالِكٌ تَقْبِيل الْيَدِ ، وَأَنْكَرَ مَا رُوِيَ فِيهِ ، قَال الأْبْهَرِيُّ: وَإِنَّمَا كَرِهَهُ مَالِكٌ إِذَا كَانَ عَلَى وَجْهِ التَّعْظِيمِ وَالتَّكَبُّرِ، وَأَمَّا إِذَا كَانَ عَلَى وَجْهِ الْقُرْبَةِ إِلَى اللَّهِ لِدِينِهِ أَوْ لِعِلْمِهِ أَوْ لِشَرَفِهِ : فَإِنَّ ذَلِكَ جَائِزٌ
Boleh mencium tangan seorang ulama yang wara’, pemimpin yang adil, kedua orang tua, ustadz, dan setiap orang yang pantas dihormati dan dimuliakan, sebagaimana boleh juga mencium kepala, jidat, dan di antara dua mata. Tetapi semua itu jika disebabkan oleh kebaikan, kemuliaan, kasih sayang saat bertemu dan berpisah, dan faktor agama, dan selama aman dari syahwat.
Imam Ibnu Baththal mengatakan: “Imam Malik mengingkari cium tangan, dan mengingkari riwayat ttg hal itu.”
Al Abhariy mengatakan pengingkaran Imam Malik itu jika disebabkan kesombogan, sedangkan jika maksudnya sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah karena bagus agamanya, ilmunya, atau kemuliaannya, maka hal itu tidak apa-apa.
(Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah, 13/131)
Demikian. Wallahu a’lam
🌵🌴🌱🌷🌸🍃🌾🍄
✍ Farid Nu’man Hasan